Resolusi sensor kamera smartphone makin lama makin tinggi dan kini sudah menembus kisaran ratusan megapiksel.
Xiaomi Mi Note 10 Pro yang baru saja meluncur di Indonesia pada akhir pekan lalu diklaim pembuatnya menjadi ponsel pertama yang memiliki resolusi setinggi itu, mencapai 108 megapiksel.
"Xiaomi adalah (vendor) pertama di dunia yang membawa kamera 108 megapiksel, tidak hanya di Indonesia," klaim Alvin Tse, Country Director Xaiomi Indonesia di panggung peluncuran Mi Note 10 Pro yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Tak cuma resolusinya saja yang besar, smartphone ini juga memiliki lima kamera belakang yang terdiri dari kamera wide 108 megapiksel, telephoto 5 megapiksel (5x optical zoom), 12 megapiksel "portrait" (2x optical zoom), ultrawide 20 megapiksel, dan makro 2 megapiksel.
Alvin pun berani mengklaim bahwa Mi Note 10 Pro bisa menggantikan peran kamera DSLR nantinya.
"Anda bisa mendapatkan gambar seperti profesional. Ucapkan selamat tinggal untuk DSLR. Anda juga bisa lebih hemat dengan membeli smarphone Xiaomi," katanya sesumbar.
Tapi benarkah begitu? Mengatasi hambatan hardware dengan software. Menurut pengamat gadget Lucky Sebastian, sebagus apapun kamera smartphone ke depan, kamera profesional seperti DSLR atau mirrorrless tetap akan memiliki penggunanya sendiri.
Sebab, di mata profesional hasil jepretannya tetap akan berbeda.
"Berbeda dalam artian, (kamera smartphone) yang bekerja adalah algoritma atau software, misalnya bikin efek bokeh. Sementara pada lensa DSLR, (bokeh) natural terjadi karena hardware," jelasnya.
Dari segi hardware, kamera mirrorless dan DSLR punya keunggulan berupa ukuran fisik sensor gambar yang jauh lebih besar (micro four-thirds, APS-C, full-frame) yang sulit disamai oleh ponsel, meskipun ukuran sensor semartphone lambat laun meningkat juga. Semakin besar ukuran sensor, semakin besar pula ukuran masing-masing fotodioda (piksel) penangkap cahaya dan semakin bagus pula kualitas gambar.
Ukuran sensor pula yang menyebabkan DSLR dan mirrorless bisa menghasilkan blur atau bokeh yang kentara. Namun bukan berarti hasil jepretan smartphone bisa diremehkan. Seperti yang dikatakan oleh Lucky, para pabrikan smartphone mengatasi keterbatasan secara hardware lewat teknik software.
Pixel binning menggabungkan empat piksel menjadi satu untuk meningkatkan kualitas gambar. Computational photography memungkinkan mode-mode khusus seperti Night Mode dan Smart HDR yang kadang jepretannya mampu mengalahkan DSLR dalam kondisi tertentu.
Keterbatasan jangkauan lensa pun sebagian besar sudah teratasi dengan menerapkan banyak kamera. Perspektif ultra wide dan telephoto bukan lagi monopoli kamera dedicated, tapi sudah banyak diterapkan di smartphone.
Lucky mengatakan, untuk sekadar memajang foto di media sosial atau menyimpannya di galeri, kemampuan kamera smartphone saat ini sudah sangat cukup mumpuni, setidaknya untuk konsumen non-profesional secara umum.
Makin lama resolusi makin tinggi
Selain jumlah kamera dan teknologi software, tren lain di industri smartphone adalah resolusi sensor yang makin lama makin tinggi. Samsung menjadi salah satu pendorongnya dengan mengeluarkan sensor 48 megapiksel ISOCELL Bright GM1 pada bulan Juni 2018.
Sensor ini pertama kali diadopsi oleh Redmi Note 7. Setahun setelahnya, Samsung merilis lagi ISOCELL Bright GW1 bulan Mei 2019 dengan resolusi lebih tinggi, 64 megapiksel.
Selain Samsung, Sony juga merilis IMX586, sensor beresolusi 48 megapiksel yang disusul IMX686 beresolusi 64 megapiksel. Akhir tahun 2019, Samsung memperkenalkan sensor kamera beresolusi 108 megapiksel yakni ISOCELL Slim GH1. Peningkatan resolusi kamera smartphone ini berlangsung sangat cepat. Dalam waktu lebih kurang dua tahun, angkanya naik dua kali lipat.
Lalu, sampai kapan tren kamera smartphone dengan resolusi jumbo akan berlangsung? Menurut Lucky, tren ini masih akan berlanjut.
"Bahkan 200 megapiksel mungkin akan hadir juga," katanya.
Sensor-sensor dengan resolusi tinggi ini sebenarnya dioptimalkan untuk teknik pixel binning dengan tujuan meningkatkan kualitas gambar tadi. Karena tiap empat piksel dijadikan satu, maka resolusi akhirnya secara default pun lebih rendah.
Sensor 48 megapiksel, misalnya, menghasilkan foto 12 megapiksel (48/4) dengan pixel binning. Lalu sensor 64 megapiksel menghasilkan output 16 megapiksel, dan sensor 108 megapiksel menjepret gambar 27 megapiksel.
Ke depan, Lucky memprediksi kemampuan kamera smartphone akan semakin ciamik dengan bantuan komputasi yang kian canggih. Terlebih, semakin hari, system on chip (SoC) yang dibuat juga semakin bertenaga sehingga membuka kemungkinan-kemungkinan baru.
Setelah Night Mode, Portrait Mode, Smart HDR, hingga kecerdasan buatan, trik software apa lagi yang akan diterapkan para pembuat smartphone di kameranya? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya!
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR