Salah satu game mobile battle royale terpopuler di Indonesia adalah PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG), Fortnite, hingga Mobile Legends Ternyata, dibalik keasyikan memainkannya, game-game mobile itu bisa merugikan negara.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menjelaskan ketika seseorang mengunduh game online berbayar yang notabene publisher atau studionya dari luar negeri sama saja dengan mengalirkan dana ke luar negeri. Jika hal itu terjadi terus menerus, maka defisit neraca pembayaran Indonesia akan semakin melebar. Misalnya, harga satu game online sebesar Rp 7.000 sampai Rp 10.000 atau sekitar US$ 0,5, namun ketika yang mengunduh mencapai dua juta orang per hari, tentu membuat dana yang keluar dari Indonesia cukup besar.
"Kalau kita main game itu kelihatan enggak di NPI? Sekarang sih enggak, tapi yang pasti itu uang Indonesia ke luar. Mungkin hanya setengah dolar, tapi kalau yang main dua juta orang, ya itu uang keluar untuk games itu," ujarnya dalam Seminar Nasional: Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan.
Mirza mendorong agar generasi penerus bangsa Indonesia, yang sering disebut generasi milenial, mampu menciptakan game sendiri. Bila perlu game yang mampu menarik perhatian WNA, sehingga ketika mereka mengunduh, akan membawa aliran dana masuk ke dalam negeri.
"Bisa enggak kita bikin game? Enggak bisa? Teman-teman kita di ITB, ITS, bikin game yang diproduksi Indonesia? Mungkin sudah ada ya, tapi itu memang bagus kalau bisa. Tapi kan artinya perlu skill," kata Mirza.
Selain mendorong generasi milenial Indonesia menciptakan game online berbayar, dia juga ingin agar anak bangsa bisa lebih menekuni dunia industri kreatif lainnya, seperti perfilman. Menurutnya, jika film karya anak bangsa bisa diputar di luar negeri, tentu turut menyumbang aliran dana masuk.
"Sekarang banyak PH di Indonesia, dan sekarang kita bisa jadi tuan rumah untuk film-film kita di Indonesia ini. Kalau zaman dulu saya SMA, SMP, nonton film barat semua, film luar negeri, silat dari Hong Kong."
Dengan demikian, Bank Indonesia berharap neraca pembayaran RI bisa semakin baik. Pasalnya, neraca pembayaran Indonesia sepanjang tahun 2018 lalu defisit US$ 7,1 miliar. Padahal di tahun 2017 neraca pembayaran Indonesia surplus US$ 11,6 miliar.
Rugikan Negara
Sebagai informasi, NPI merupakan cerminan dari aliran uang yang masuk dan keluar dari Indonesia. Kala kita melakukan impor, atau membeli barang dari luar negeri, ya jelas saja uang yang dibayarkan akan keluar dari Indonesia. Begitu pula sebaliknya.
Nah, NPI itulah yang merupakan rekaman dari seluruh transaksi yang melibatkan hampir seluruh penduduk Indonesia. Bila dalam catatan NPI nilainya negatif, itu berarti lebih banyak uang yang keluar dari Indonesia ketimbang yang masuk. Istilahnya lebih besar pasak dari pada tiang.
Kasusnya sama dengan game online. Di dalam berbagai jenis game sekarang ini, terutama yang ada di platform mobile, hampir selalu ditemukan model transaksi.
Seringkali sebuah game menjual sebuah barang tertentu yang hanya bisa dibeli menggunakan uang nyata. Misalnya saja dalam game Player Unknown Battleground ya (PUBG) Mobile dimana pengguna harus membayarkan sejumlah uang untuk mendapatkan barang-barang yang sifatnya hanya kosmetik (tidak mempengaruhi permainan).
Lalu uang tersebut larinya kemana? Tentu saja ke publisher terkait. Sayangnya, sebagian publisher tersebut tidak memiliki kantor yang berbasis di Indonesia.
Contohnya game mobile yang paling populer di Indonesia, Mobile Legends, yang publisher-nya, Moonton baru dikabarkan berencana membuka kantor di Indonesia pada September 2018 lalu.
Artinya sejak pertama kali masuk Indonesia pada tahun 2016, hampir tidak ada operasi Moonton yang dilakukan di Indonesia. Dengan dengan kata lain, hampir seluruh uang yang dikeluarkan pemain dari Indonesia akan berhamburan ke luar negeri.
Sebuah lembaga riset, Newzoo mencatat total pendapatan industri game di Indonesia pada tahun 2017 mencapai US$ 880 juta atau setara dengan Rp 11 triliun. Dengan jumlah tersebut, Indonesia tercatat sebagai pasar industri game terbesar ke-16 di dunia.
Solusinya
Mirza mengatakan pada dasarnya game online tidak akan mengganggu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) jika memang dibuat oleh anak bangsa. "Dahulu film kita selalu impor dari luar negeri. Film lokal belum jadi tuan rumah. Sekarang film impor sedikit dan film lokal sudah jadi tuan rumah sendiri," kata Mirza.
Menurut Mirza, walaupun saat ini sudah banyak developer game dari tanah air. Namun belum semasif dari luar.
"Mungkin sudah ada game buatan lokal, dan mudah-mudahan nanti game buatan Indonesia akan semakin familiar dan mengambil market share lebih besar. Sekarang kita belum hitung kontribusinya," katanya.
Lebih jauh, Mirza mengatakan intinya Indonesia harus bisa berusaha dan memproduksi dari dalam negeri sendiri. Produktivitas bisa meningkat, dan mendatangkan devisa.
Selain itu, salah satu pejabat Intel Software Innovator juga mengatakan pemerintah seharusnya mengatur semua game yang publish di Indonesia bekerja sama dengan publisher lokal agar industri gaming di Indonesia meningkat.
"Kalau ada kebijakan semua game yang di-publish di Indonesia harus bekerja sama dengan publisher lokal, tentu porsi pie [pangsa pasar] ke dalam negeri akan naik," jelas salah satu pejabat di Intel Software Innovator, dalam sebuah pesan kepada CNBC Indonesia.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR