Jutaan warga di Cina memilih bekerja jarak jauh lewat internet guna menghindari virus corona jenis baru, COVID-19. Kantor pemerintah, sekolah-sekolah, pusat bisnis, pusat kesehatan hingga museum pindah ke dunia maya.
Cina tetap dalam kondisi krisis selama beberapa minggu setelah epidemi virus corona jenis baru COVID-19 merebak. Dengan ditutupnya sebagian besar aktivitas di negara itu, pemerintah mendorong kebijakan beraktivitas dari rumah untuk mencegah berkumpulnya orang-orang di satu tempat.
Keadaan ini membawa berkah tersendiri bagi penyedia layanan telecommuting yang dikembangkan oleh raksasa teknologi Cina seperti Alibaba, Tencent dan Huawei. Aplikasi dari perusahaan ini tiba-tiba banyak diunduh di seantero Cina dan membuat para perusahaan bekerja keras mengatasi lonjakan permintaan.
Tencent mengatakan bahwa sejak 10 Februari 2020, volume layanan aplikasi kolaborasi kantor miliknya, yaitu WeChat Work, telah meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara DingTalk dari Alibaba mengamati adanya lalu lintas tertinggi selama lima tahun keberadaannya, demikian ujar seorang pejabat perusahaan kepada media pemerintah. Sekitar 200 juta orang menggunakan DingTalk untuk bekerja dari rumah.
Demikian juga dengan Huawei yang mengatakan platform WeLink-nya mengalami peningkatan lima kali lipat, dengan bertambahnya lebih dari satu juta pengguna harian baru.
Eric Yang, kepala eksekutif iTutorGroup yang berbasis di Shanghai dan mengoperasikan berbagai kursus online, mengatakan bisnis perusahaannya telah melonjak sebesar 215 persen.
"Kami baru saja membantu sekolah pendidikan seni membuka kelas melukis secara online, serta membantu sekolah musik lain untuk membuka kelas virtual," kata Yang.
"Semakin banyak anak-anak di kota-kota lain yang mengambil kursus online kami karena wabah ini. Di masa lalu, sebagian besar pengguna datang dari kota-kota besar (seperti Beijing dan Shanghai)."
Internet bantu redam dampak negatif
Perpindahan aktivitas harian ke dunia maya ini secara implisit menerima dukungan dari Presiden Xi Jinping. Virus yang telah menewaskan lebih dari 1.100 orang dan menginfeksi hampir 45.000 orang ini telah menutup pabrik di seluruh negeri dan diperkirakan akan memangkas pertumbuhan ekonomi Cina.
Namun sektor online Cina yang sangat berkembang dan dengan populasi lebih dari 850 juta konsumen internet lewat telepon seluler, diyakini dapat melunakkan dampak akibat hantaman virus itu.
Wabah SARS yang melanda pada tahun 2003 juga dinilai telah membantu memulai pengembangan e-commerce di Cina. Kali ini, penyebaran COVID-19 juga diharapkan "melanjutkan pergeseran struktural jangka panjang" ke sistem ekonomi online, kata S&P Global Ratings.
Rumah sakit juga telah beralih ke pengobatan jarak jauh secara online untuk membantu memilah-milah pasien. Total ada puluhan juta konsultasi kesehatan yang berlangsung lewat sambungan internet, ungkap media pemerintah.
Banyak museum dan situs budaya juga telah ditutup. Namun banyak juga dari mereka seperti Kota Terlarang di Beijing dan museum prajurit terakota di Xi'an telah membuat pameran online atau membuat tur virtual baru. Para pecinta binatang juga dapat melihat panda-panda di Kebun Binatang Beijing melalui media sosial.
Bahkan pengarahan Kementerian Luar Negeri Cina yang selama ini menjadi penghubung antara pemerintah dengan dunia luar telah diubah menjadi tanya jawab online.
Sekolah dan pesta ulang tahun virtual
Dengan ditutupnya sekolah-sekolah secara nasional hingga Maret mendatang, pembelajaran pun beralih ke dunia maya. Institusi pendidikan kini berjuang untuk mematuhi arahan Kementerian Pendidikan untuk "menghentikan kegiatan kelas, tetapi tidak menghentikan pengajaran."
Grace Wu memiliki putri berusia sembilan tahun bernama Charlotte. Putrinya biasanya belajar di sekolah Shanghai American School yang sekarang telah ditutup. Grace Wu mengakui putrinya kemungkinan menghadapi prospek jeda belajar yang panjang karena keluarga mereka "mengkarantina diri" di dalam rumah.
"Semacam kekhawatiran ganda. Pertama tentang virus ... kekhawatiran kedua tentang pembelajaran," ujar Grace Wu. Namun pada minggu lalu sekolah putrinya meluncurkan pelajaran lewat dunia maya hingga semua kembali normal.
Charlotte dan teman-teman sekelasnya telah menerima situasi ini, bahkan menyelenggarakan pesta ulang tahun virtual di platform konferensi video Zoom.
"Ini ibarat pesta ulang tahun di awan," kata Grace Wu yang juga seorang bloger ini.
Alibaba mengatakan bahwa pada hari Senin (10/02) bahwa sekolah-sekolah di lebih dari 300 kota di 30 provinsi menggunakan platform mereka sebagai ruang kelas, dengan siswa yang berpartisipasi berjumlah 50 juta.
Tidak selalu mulus
Para pengguna layanan di seluruh negeri pada pekan lalu mengeluhkan bahwa platform besar Cina cenderung rawan atau sering crash karena lalu lintas yang padat.
Alibaba mengatakan kepada media pemerintah bahwa mereka telah memasang lebih dari 10.000 server cloud baru sebagai respon atas keluhan para pelanggan. Beberapa penyedia menciptakan fitur baru yang memungkinkan para pengguna untuk mengaburkan latar belakang mereka untuk menghindari terlihat "tidak profesional" ketika mereka mulai online dari rumah.
Publik di Cina memang sudah sangat terhubung dengan sambungan internet lewat telepon genggam dan menggunakannya untuk berbagai kebutuhan seperti berbelanja, memesan makanan, mencari mitra bisnis, membayar tagihan dan mengekspresikan diri.
Wang Guanxin, seorang instruktur dengan iTutorGroup, mengatakan keadaan ini akan semakin berkembang dengan mewabahnya virus COVID-19. Wang juga mengatakan virus ini adalah "titik balik" bagi bidang industrinya.
"Secara objektif, situasi ini akan membuat orang yang tidak begitu percaya atau mengandalkan dunia maya untuk bisa mengubah pandangan mereka," ujar Wang.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR