Tak sedikit raksasa bisnis yang tumbang lalu tenggelam akibat disrupsi teknologi. Namun “raksasa” yang satu ini mampu mengenali kekuatannya sendiri dan piawai memanfaatkan teknologi untuk bangkit dengan pijakan yang lebih kokoh dari sebelumnya.
Kehadiran startup ride sharing tak pelak mendisrupsi bisnis layanan transportasi konvensional. Salah satu yang merasakan tekanan akibat kehadiran taksi daring (online) dengan kemudahan dan harga lebih terjangkau kepada konsumen adalah perusahaan taksi. Namun Chief Information Officer, PT Blue Bird Tbk., Andeka Putra memandang tekanan itu sebagai sesuatu yang lumrah terjadi, mengingat Indonesia termasuk pasar yang sensitif terhadap harga.
Andeka bercerita bahwa sebetulnya cukup banyak pihak yang mendorong Blue Bird sebagai perusahaan taksi terbesar di Indonesia untuk menyamakan kedudukan dengan perusahaan ride sharing dalam hal teknologi. Namun alih-alih meladeni gaya permainan startup, Blue Bird punya strategi sendiri untuk tetap eksis dan terdepan di bisnis transportasi.
Ada satu hal yang disadari oleh Andeka dan timnya di awal transformasi, bahwa Blue Bird memiliki “modal” berupa data dengan volume yang sangat besar. Data itu tentunya datang dari sistem TI yang telah dipasang Blue Bird pada armada taksinya selama lebih dari 10 tahun. “Bahkan sistem back office-nya mungkin sudah lebih dari 20 tahun,” imbuh Andeka. Jenis datanya pun cukup beragam, seperti data pergerakan armada dan data penumpang.
“Nah, kami mulailah dengan data. Kami coba olah data itu, cari insight, kami overlay dengan data-data dari luar juga. Dan kesimpulan yang kita dapat saat itu adalah Blue Bird punya playing field sendiri dan pebisnis ride sharing rasanya akan sangat sulit sekali masuk ke sana,” ujarnya bersemangat.
Sebagai perusahaan publik, Blue Bird juga tidak mungkin berbisnis dengan gaya startup yang tak jarang diasosiasikan dengan “bakar uang”. Oleh karena itu, perusahaan yang usianya hampir mencapai setengah abad ini memutuskan untuk fokus pada “arena permainan” yang sudah teridentifikasi tadi dan memanfaatkan teknologi dengan cermat.
Masih Banyak Ruang Perbaikan
Andeka Putra dan timnya melihat masih banyak ruang yang dapat ditingkatkan di Blue Bird, misalnya dalam menjangkau pelanggan dan dalam mengatur supply dan demand.
Menduduki posisi nomor satu dalam layanan taksi selama puluhan tahun, Blue Bird menikmati kemudahan-kemudahan, misalnya dalam mencari pelanggan. “Tiap kali ada gedung baru, kita sering langsung diminta untuk membuka pangkalan di gedung tersebut,” cerita Andeka. Namun ketika disrupsi terjadi, Blue Bird harus mencari cara-cara baru untuk menjangkau pelanggan.
Hal lain yang diamati Andeka dan timnya adalah layanan transportasi di bandara. Menurutnya, proses yang diterapkan Bluebird untuk memenuhi kebutuhan penumpang di bandara masih semi otomatis. “Kami berpikir bagaimana caranya agar betul-betul fully automated, betul-betul bisa memastikan bahwa supply kendaraan kita cukup, tidak kelebihan dan tidak kekurangan,” jelasnya.
Dari berbagai pengamatan seperti itu, Blue Bird menyadari perlunya mengimplementasikan teknologi-teknologi baru.
Terapkan dan Monetisasi IoT
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR