Muncul ide penerapan Internet of Things atau IoT. Karena kebutuhan yang spesifik, bersama mitranya, Blue Bird memutuskan untuk mengembangkan perangkat IoT sendiri.
“Fungsinya, antara lain, sebagai argometer dan menggantikan fungsi perangkat Mobile Data Transfer (MDT) sebelumnya. Perangkat ini juga terkoneksi langsung ke kendaraan kita, ke Electronic Control Unit,” jelas Andeka. Dengan kehadiran perangkat tersebut, Blue Bird dapat memperoleh lebih banyak data.
Taksi Blue Bird dengan perangkat IoT ini sudah diluncurkan bulan Oktober lalu. “Blue Bird menargetkan roll out IoT selesai di Q1 2020. Kami mulai di beberapa kota di Jawa dan Bali. Akhir tahun ini juga kita harapkan sudah bisa masuk Jakarta,” jelas Andeka.
Berbagai data yang ditangkap oleh sistem IoT ini membukakan peluang-peluang baru bagi Blue Bird. Salah satunya adalah fitur Heatmap pada aplikasi mobile yang digunakan pengemudi. Fitur yang mengkombinasikan data, analytics, dan machine learning ini dapat menyajikan predictive demand kepada pengemudi.
Fitur yang disebut Andeka Putra diharapkan dapat meningkatkan jumlah ritase pengemudi itu memungkinkan pengemudi mengidentifikasi lokasi-lokasi di mana demand penumpang berada. “Kami punya mimpi ibaratnya pengemudi keluar dari pool benar-benar langsung tahu mereka harus kemana (mencari penumpang),” jelasnya.
Andeka Putra juga melihat potensi-potensi lain dari pengembangan sistem IoT Blue Bird ini. “Apa yang kami kembangkan ini sekiranya juga bisa dimanfaatkan pihak-pihak lain dan potensinya tidak terbatas,” cetusnya.
Ketika perangkat IoT ditambahkan sensor-sensor tertentu, misalnya sensor yang dapat menangkap data-data penting untuk memprediksi kondisi jalan. “Atau misalnya kita pasang sensor cuaca. Salah satu kesulitan kami ketika akan menerapkan machine learning pada data kami adalah ketersediaan data historis cuaca yang spesifik wilayah tertentu,” Andeka menambahkan.
Pria yang pernah menjadi konsultan di bidang TI ini menyadari inisiatif teknologi yang digelar Blue Bird membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu ia dan timnya juga selalu berpikir tentang monetisasi apa yang berpotensi untuk dilakukan.
Pilih Public Cloud
Ketika perusahaan sudah menerapkan aneka teknologi terkini, seperti data analytics, IoT, dan machine learning, tapi teknologi back office tidak diperbarui tentu akan menimbulkan ketimpangan. Oleh karena itu pada tahun 2017 Blue Bird memutuskan untuk memperbarui dan memindahkan core system-nya (ERP) ke cloud. “Ini pertama kalinya kami pindahkan infrastruktur dari on-premises ke cloud,” ujar Andeka.
Proses pembaruan versi sistem ERP dari SAP R/3 ke S/4HANA dan migrasi ke cloud didahului dengan business process reengineering. Andeka dan timnya melakukan penyisiran cermat terhadap proses bisnis yang ada untuk melihat mana proses yang masih relevan, perlu ditingkatkan, dan mana yang tidak lagi dibutuhkan agar proses bisnis lebih efisien dan lebih agile.
Selain core system, Blue Bird juga secara bertahap melakukan migrasi terhadap aplikasi-aplikasi bisnis yang jumlahnya cukup banyak ke cloud.
“Mengapa kami lakukan migrasi ke cloud? Pertama, karena efisiensi. Bukan hanya dari sisi biaya, tapi juga efisiensi di sisi operasional TI. Kami sadar banyak sekali hal yang harus dikerjakan dan kami tidak mau terganggu dengan urusan infrastruktur,” jelas Andeka Putra tentang alasan perusahaan memilih cloud computing.
Blue Bird lebih memilih public cloud daripada private cloud. Awan publik memungkinkan Bluebird memiliki kapabilitas yang dibutuhkan di hari pertama inisiatif teknologi akan diterapkan. “At day one, kita bisa langsung memanfaatkan layanan teknologinya, kita bisa langsung bangun aplikasi tanpa berpikir tentang membangun infrastruktur, terutama (untuk) big data,” kata Andeka Putra.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR