Google mengumumkan bahwa mereka baru saja menghapus 600 aplikasi Android dari toko aplikasi Play Store. Ratusan aplikasi mobile tersebut dihapus oleh Google karena dianggap melanggar kebijakan mereka mengenai bagaimana mestinya sebuah aplikasi beriklan.
Menurut Senior Product Manager Ad Traffic Quality Google, Per Bjorke, pihaknya sedang fokus untuk mendeteksi dan menghentikan pengembang aplikasi jahat yang berupaya menipu ekosistem smartphone.
Penipuan berbasis iklan, kata dia, dapat muncul dalam berbagai bentuk dan metode, serta dapat membahayakan tak hanya pengguna, tapi juga pengiklan dan pengembang aplikasi itu sendiri.
“Kami mendefinisikan iklan yang mengganggu sebagai iklan yang ditampilkan kepada pengguna dengan cara yang tidak terduga, termasuk merusak atau mengganggu kegunaan fungsi perangkat,” jelas Bjorke.
“Meskipun dapat terjadi di dalam aplikasi, satu bentuk iklan mengganggu yang kami lihat sedang meningkat adalah sesuatu yang kami sebut iklan di luar konteks, yaitu saat pengembang jahat menayangkan iklan di perangkat seluler saat pengguna sebenarnya tidak aktif dalam aplikasi mereka,” sambungnya.
Penghapusan ini bukan kali pertama aplikasi di ekosistem mobile Google ketahuan melakukan penipuan berbasis iklan.
Pada November 2018, misalnya, sebuah perusahaan analisis aplikasi bernama Kochava mengungkap bahwa ada delapan aplikasi dengan total lebih dari 2 miliar unduhan di Google Play Store yang mengeksploitasi izin pengguna sebagai bagian dari skema penipuan iklan yang bisa mencuri jutaan dolar AS.
Gangguan iklan memang jadi pengalaman yang buruk bagi pengguna smartphone. Iklan yang mengganggu pun sering kali memaksa kita memencet suatu link yang tidak disengaja, meskipun kita sebenarnya tak ingin membukanya.
Untuk mengatasi metode gangguan iklan yang semakin beragam, Google mengklaim bakal menerapkan teknologi yang lebih maju untuk memantau aplikasi yang nakal.
Sebagai contoh, raksasa teknologi asal AS itu menyebut bahwa dihapusnya 600 aplikasi Android tersebut merupakan hasil dari alat deteksi berbasis machine learning yang mereka kembangkan untuk menentukan kapan aplikasi menampilkan iklan di luar konteks.
“Kami akan terus berinvestasi dalam teknologi baru untuk mendeteksi dan mencegah ancaman yang muncul yang dapat menghasilkan lalu lintas tidak valid, termasuk iklan yang mengganggu, dan untuk menemukan lebih banyak cara untuk beradaptasi dan mengembangkan platform dan kebijakan ekosistem kami untuk memastikan bahwa pengguna dan pengiklan dilindungi dari perilaku buruk,” pungkas Bjorke.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR