Persaingan merebut supremasi di bidang quantum computing dimulai dan kian hangat di Asia Pasifik, menurut GlobalData.
Sejauh ini, pemimpin investasi di bidang quantum computing masih dipegang oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, seperti Inggris, Belanda, dan Perancis. Namun sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik rupanya mulai tertarik dan mulai berinvestasi secara signifikan. Tak heran jika perusahaan data dan analytics, GlobalData memprediksi komputasi kuantum akan menemukan momentumnya dalam beberapa tahun ke depan.
Awal Februari 2020, India dilaporkan telah mengalokasikan anggaran tahun 2020-2021 sebesar US$1,12 miliar (INR80 miliar) untuk kebutuhan riset quantum computing selama lima tahun ke depan, di bawah proyek National Mission of Quantum Technology and Application.
Sementara Jepang dan Korea juga berjanji menggelontorkan dana masing-masing US$276 juta dan US$39,8 juta untuk melakukan riset di bidang kuantum dan teknologi-teknologi yang terkait.
Sunil Kumar Verma, Lead ICT Analyst GlobalData, mengatakan,“Tiga negara ini mulai berkomitmen menyediakan sumber daya dan dana untuk quantum computing, tapi China sebenarnya sudah memimpin investasi maupun upaya-upaya pengembangan quantum computing di kawasan Asia Pasifik sejak beberapa waktu lalu.”
China telah menetapkan startegi nasional terkait quantum computing sejak tahun 2016. Strategi ini bertujuan agar China lebih mandiri di bidang komputasi kuantum. Pemerintah China menggelontorkan dana investasi sebesar US$10 miliar untuk membangun fasilitas riset quantum di Hefei. Kehadiran fasilitas riset khusus ini diharapkan dapat mengantarkan China menjadi pemegang supremasi di bidang quantum computing & sensing.
Tak hanya terjadi antarnegara dan kawasan, perebutan supremasi quantum juga terjadi di kalangan vendor teknologi di seluruh dunia. Berharap dapat meraih keuntungan yang ditawarkan oleh quantum computing, vendor teknologi global, seperti Google (prosesor Sycamore 54-qubit), Microsoft (Azure Quantum), Intel (Horse Ridge), dan IBM (Raleigh, komputer kuantum 28-qubit) tak ragu-ragu mengalokasikan sumber daya yang signifikan untuk membangun kemampuan di bidang ini.
Di kawasan Asia Pasifik, vendor teknologi juga berlomba membangun eksistensi di bidang quantum computing, terutama para vendor dari China, seperti Alibaba, Huwawei, dan Baidu. Para vendor ini boleh dibilang pelopor quantum computing sejak dua tahun lalu.
Alibaba, misalnya, di akhir 2017 mengumumkan telah berinvestasi sebesar US$15 miliar untuk AI, , quantum computing, dan fintech. Kemudian pada tahun 2018, Alibaba meluncurkan quantum computing cloud yang menggunakan prosesor kuantum 11-qubit.
Sedangkan Huawei pada tahun 2018 memanfaatkan kemampuannya di bidang cloud computing untuk meluncurkan Quantum Computing Simulation HiQ Cloud Service Platform. Tak mau kalah, Baidu pun meluncurkan pusat riset quantum computing pada tahun 2018.
Vendor Jepang, seperti NEC dan Fujitsu, juga telah melakukan upaya-upaya di bidang ini. Fujitsu menyelesaikan instalasi on-premises Fujitsu Quantum-Inspired Computing Digital Annealer pada bulan Oktober 2019. Menyusul di bulan Desember 2019, NEC bermitra dengan D-Wave Systems, membangun hybrid High Performance Computer (HPC) dan quantum apps. Fasilitas ini menggabungkan solusi HPC dari NEC dan sistem quantum D-Wave.
Sunil concludes: “Meski ada berbagai terobosan itu, semua perusahaan teknologi maupun negara sebenarnya masih di tahap awal untuk memahami dan membangun komputer quantum. Sementara itu, kompetisi untuk memperoleh keunggulan quantum memang akan menjadi faktor pembeda utama, seiring peluncuran terobosan untuk berbagai aplikasi oleh para vendor utama. Untuk sukses di bidang ini, adalah esensial untuk meraih terobosan di beberapa tahun ke depan. Namun, terubosan signifikan untuk berbagai penerapan quantum computing di dunia nyata masih membutuhkan beberapa tahun lagi.”
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR