Hasil riset terbaru dari Experian menunjukkan bahwa dunia bisnis di Indonesia pada saat ini diharapkan untuk dapat menawarkan lebih dari sekedar produk-produk yang dipersonalisasi, sebagaimana konsumen membutuhkan perusahaan-perusahaan untuk juga memberikan keamanan dan kenyamanan dalam setiap interaksi.
Laporan tahunan Global Identity and Fraud ini juga memunculkan informasi bahwa lebih dari tiga perempat (atau 78%) konsumen Indonesia menyatakan faktor keamanan adalah prioritas utama mereka, diikuti oleh kenyamanan – meningkat dibandingkan laporan tahun lalu di mana 77% konsumen Indonesia menilai keamanan sebagai elemen terpenting dalam aktivitas yang dilakukan secara daring.
Selain itu, ketika perusahaan memiliki keyakinan dalam kemampuan mereka mengenali konsumen, sebanyak 48% perusahaan Indonesia mengalami peningkatan kerugian dari tahun ke tahun akibat penipuan yang sering diakibatkan oleh ketidakmampuan untuk mengenali konsumen.
Laporan tersebut mengemukakan bahwa 100% perusahaan di Indonesia meyakini kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan mengenali kembali konsumen-konsumen mereka – angka tertinggi di kawasan APAC selain India.
Namun, ketika hal ini seharusnya menurunkan kejadian penipuan, pada kenyataannya penipuan malah mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ada kekhawatiran nyata saat sebanyak 36% konsumen di Indonesia (terendah di APAC) menyatakan mereka tidak merasa teridentifikasi atau dikenal pada saat melakukan aktivitas online (daring).
Laporan menemukan bahwa faktor kunci untuk keterlibatan konsumen yang lebih baik adalah dengan identifikasi dan pengenalan terhadap konsumen setiap waktu. Data yang dikumpulkan dari setiap interaksi memperkuat proses autentikasi identitas dan membangun familiarisasi.
Ini membantu mengurangi friksi yang akan dialami konsumen sehingga dapat mendorong kepercayaan diri, menciptakan pengalaman konsumen yang lebih positif, dan membangun kepercayaan.
“Ekonomi digital saat ini tengah mentransformasi Indonesia. Untuk meningkatkan pengalaman konsumen secara keseluruhan, perusahaan perlu untuk mengakselerasi usaha mereka dalam kemampuan digital yang aman, mulus, tepat dan konsisten dalam melakukan pengenalan konsumen dan pelanggan potensial,” ujar Dev Dhiman, Managing Director, Southeast Asia & Emerging Markets, Experian.
“Dengan adanya kekhawatiran atas penipuan identitas masih menjadi penentu hubungan digital antara konsumen dan bisnis, perusahaan perlu untuk berinvestasi dalam teknologi seperti autentikasi mutakhir, perangkat pintar, dan solusi analitik untuk memastikan keberhasilan pengenalan kembali terhadap konsumen, terutama dengan meningkatnya kasus penipuan,” tambahnya.
Memahami pentingnya faktor identitas dan pengenalan kembali, studi tersebut menemukan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia berkomitmen untuk implementasi teknologi mutakhir, dengan 72% akan berinvestasi di kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI) untuk pengelolaan penipuan (fraud management), dan 70% untuk autentikasi konsumen.
Hal ini mencerminkan bahwa metode autentikasi yang mutakhir – seperti pembelajaran mesin, perangkat pintar dan biometrik, merupakan kunci dalam keberhasilan pengenalan kembali.
“Personalisasi, keamanan, dan kenyamanan masih merupakan fundamental dalam hubungan digital yang terus berkembang. Bisnis mengumpulkan lebih banyak data personal daripada sebelumnya untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pengalaman pengguna, sedangkan konsumen sangat memedulikan interaksi yang aman dan bebas hambatan dengan perusahaan-perusahaan tersebut,” imbuh Dhiman.
Dalam pembuatan studi ini, Experian mewawancarai lebih dari 6.500 orang konsumen dan lebih dari 650 perusahaan di 13 negara. Temuan-temuan lainnya dari laporan tersebut – ini merupakan laporan tahunan keempat yang diterbitkan – terkait pasar Indonesia antara lain:
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR