Anggota Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas) Garuda Sugardo menyayangkan informasi bohong atau hoaks terkait virus corona Covid-19 masih sangat tinggi di Indonesia.
Garuda mengkritik langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam menangani hoaks di tengah pandemi Covid-19. Garuda mempertanyakan apakah Kominfo hanya sekedar menghitung hoaks atau melakukan tindakan tegas terhadap pembuat hoaks hingga buzzer.
"Jadi kita lihat di TV, Kominfo menyampaikan sekian hoaks, diblokir. Tetapi penyebar hoaks atau hoakers, haters, dan buzzer-nya belum kita lihat ditangkap. Jadi kita minta Kominfo menjelaskan apakah hoaks dan buzzer ini hanya sekedar dihitung saja atau kah orangnya juga dihukum," ujarnya dalam diskusi TIK-Talk bertema Kolaborasi Multistakeholders Memerangi Hoax dan Disinformasi di Tengah Pandemi Covid-19' yang digelar secara virtual.
Garuda pun menilai minimnya minat literasi menjadi alasan hoaks berkembang pesat selama pandemi corona di Tanah Air. Dia menyebut Indonesia menduduki posisi kedua paling bawah dari 61 negara yang disurvei soal minat membaca.
"Jadi orang Indonesia tidak suka membaca, sukanya membaca hoaks saja atau melihat postingan-postingan ringan," ujarnya.
Lebih dari itu, Garuda mengkritik tidak adanya evaluasi terhadap kebijakan aktivasi kartu provider dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan. Ia mengatakan banyak pihak menggunakan NIK orang lain untuk kepentingan tertentu.
"Jadi 2017 kita sudah lakukan bagus, tapi tidak dievaluasi," ujar Garuda.
Untuk itu, Garuda mengingatkan semua pihak untuk menyaring informasi mengenai Covid-19 sebelum menyebarluaskannya. Garuda mengatakan semua pihak hanya boleh menyebar informasi yang bermanfaat.
"Jadi hanya sebuah berita yang bermanfaat yang harus kita sharing. Jadi kita saring," ujar Garuda
Garuda menyampaikan ada lima tahap dalam menyaring informasi. Pertama, publik harus memastikan berita yang diterima apakah benar atau tidak. Jika hoaks, publik diminta untuk menghapus atau mengabaikan berita tersebut.
Jika benar, publik diminta untuk memikirkan apakah berita tersebut perlu disebar atau tidak. Jika tidak perlu, publik diminta menghapus atau mengabaikan berita tersebut.
Sedangkan jika perlu dan bermanfaat, Garuda meminta publik untuk menunggu waktu yang tepat untuk menyebarkan berita tersebut. Dari proses itu, Garuda berkata publik hanya membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 menit untuk bisa menyebarkan sebuah informasi yang bermanfaat.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR