Beberapa waktu lalu, Presiden RI menyampaikan bahwa OJK (Otoritas Jasa Keuangan) memberikan kelonggaran/relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp10 miliar baik kredit/pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan.
Bagi juga dengan debitur perbankan, akan diberikan penundaan sampai dengan 1 tahun dan penurunan bunga.
Hal tersebut tertuang dalam ketentuan yang mengatur secara umum pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai akibat dampak dari persebaran virus COVID-19.
Adapun peraturan tersebut tertulis dalam POJK Nomor 11/ POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Peraturan ini berlaku bagi bank umum konvensional termasuk unit usaha syariah, bank umum syariah, bank perkreditan rakyat, bank pembiayaan rakyat syariah, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Lantas, bagaimana dengan p2p (peer-to-peer) lending?
Salah satu perusahaan P2P lending di Tanah Air, Modal Rakyat, mencoba menanggapi perihal tersebut.
Stanislaus Tandelilin selaku Co-founder Modal Rakyat, mengatakan “Kami tidak memiliki kewenangan untuk mengadakan relaksasi kredit bagi peminjam, karena sejalan dengan himbauan AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) bahwa p2p lending dilarang berperan sebagai pemberi/penerima pinjaman.”
“Modal Rakyat merupakan penyelenggara, bukan pemberi pinjaman. Jika ada pengajuan relaksasi, tentunya kami harus mendapatkan persetujuan dari pemberi pinjaman terlebih dahulu. Namun dalam situasi saat ini, belum ada yang mengajukan keringanan dalam portofolio kami,” jelas Stanis.
Lebih lanjut, Modal Rakyat sendiri merupakan perusahaan fintech (financial technology) P2P lending yang fokus menyalurkan dana ke sektor produktif, seperti UMKM.
Hingga saat ini, tercatat Modal Rakyat telah menyalurkan pinjaman lebih dari Rp250 miliar kepada lebih dari 1.600 UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia.
Di masa pandemi seperti saat ini, Stanis mengakui jika hal itu tidak terlalu berdampak terhadap keberlangsungan bisnis di platform Modal Rakyat.
“Hal itu karena mayoritas pinjaman yang diberikan oleh Modal Rakyat (lebih dari 90%) merupakan pinjaman piutang UMKM berbasis invoice, yakni fokus melayani pinjaman yang sifatnya invoice belum tertagih dari perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft, Unilever, dan Nestle. Selain itu, dengan durasi pinjaman yang relatif pendek, yakni antara 2 minggu sampai 3 bulan, tentu risikonya jauh lebih terukur,” papar Stanis.
Kemudian, Stanis juga mengungkapkan bahwa Modal Rakyat akan tetap berkomitmen untuk menyalurkan pinjaman ke UMKM di tengah situasi pandemi ini dengan cara menaikkan mitigasi risiko kredit untuk melakukan seleksi yang lebih ketat pada calon peminjam.
“Adapun beberapa caranya adalah kami telah melakukan integrasi penuh dengan Fintech Data Center (FDC), serta kami fokus memperhatikan pada sektor logistik, teknologi, serta perdagangan distribusi barang-barang ke daerah,” kata Stanis.
Terkait FDC, Modal Rakyat telah terintegrasi di data center tersebut sejak 2 April 2020 lalu.
Dengan integrasi ini, kini Modal Rakyat memiliki kemampuan untuk mendeteksi para calon peminjam yang memiliki tunggakan di fintech yang tergabung menjadi anggota AFPI.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR