Dampak Covid-19 sudah terasa di banyak perusahaan. Salah satunya adalah Grab, decacorn dan penguasa layanan ride-hailing Asia Tenggara.
Seperti diberitakan Bloomberg, Grab mulai menawarkan karyawannya mengambil cuti tanpa gaji secara sukarela, atau mengurangi jam kerja. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengeluaran perusahaan di tengah ekonomi yang lesu akibat pandemi Covid-19.
“Kami mengambil langkah aktif untuk menjaga kondisi keuangan dan jumlah karyawan, sebelum mengambil langkah pengurangan karyawan,” ungkap juru bicara Grab kepada Bloomberg. “Ada banyak ketidakpastian dari pandemi ini, baik dari sisi dampak maupun durasinya, sehingga kami tidak tahu sampai kapan resesi ekonomi akan berlangsung,” tambah Grab.
Saat ini, Grab memiliki jumlah karyawan sebanyak 6000 orang.
Minggu lalu, CEO Grab, Anthony Tan, menyebut pandemi ini sebagai ujian terbesar sepanjang sejarah Grab. “Covid-19 adalah krisis terbesar yang kami alami sepanjang 8 tahun beroperasi,” ungkap Tan dalam sebuah pernyataan ke investor. “Krisis ini memiliki dampak yang tak pernah kami hadapi sebelumnya, baik dari sisi operasional, bisnis, dan partner Grab,” tambah Tan.
Tan juga mengindikasikan akan banyak keputusan sulit yang terpaksa diambil demi mengarungi krisis ekonomi ini. “Kami akan menganalisa semua pengeluaran, mengelola modal dengan efisien, dan mengambil langkah yang dibutuhkan untuk menjaga jalur menuju profitability,” tambah Tan.
Masa Sulit
Grab sendiri saat ini adalah startup paling besar di Asia Tenggara, dengan nilai valuasi mencapai US$14 miliar. Bulan Februari lalu, Grab baru saja mengantongi investasi tambahan sebesar US$850 juta sebagai modal memperluas layanan keuangan di Asia Tenggara.
Namun seperti banyak industri lain, bisnis Grab terguncang hebat akibat penyebaran wabah Covid-19. Layanan taksi dan ojek online turun drastis akibat kebijakan karantina di semua negara Asia Tenggara. Layanan pengantaran makanan GrabFood memang mengalami peningkatan, namun tetap tidak dapat menutupi penurunan drastis di layanan lain.
Secara global, layanan taksi online memang menjadi salah satu industri yang terpukul hebat akibat pandemi ini. Uber dikabarkan akan mengurangi 20% karyawannya, atau sekitar 5400 orang. Lyft, pesaing Uber di AS, bahkan sudah mengurangi 17% karyawan (982 orang) akibat pandemi ini.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR