2. Mengadopsi pola pikir Zero Trust
Tenaga kerja yang tersebar menghilangkan kemewahan identifikasi dan validasi tatap muka. Ini berarti bahwa organisasi harus meningkatkan upaya mereka dalam tata kelola kredensial dan akses, serta terus mengedukasi karyawan untuk mengidentifikasi dan menyingkirkan penipuan, peniruan identitas dan upaya phishing.
Seiring kecanggihan peretas, organisasi dan karyawan harus mengambil sikap Zero Trust dan menganut pola pikir 'bersalah sampai terbukti tidak bersalah' dalam hal keamanan siber.
Baca Juga: Tren Cloud Computing: Kenali Tantangan dan Solusinya
Memberdayakan tenaga kerja yang tersebar dengan keamanan siber
Transisi ke lingkungan kerja yang terdesentralisasi membuat tim TI harus memperluas visibilitas platform dan ekosistem digital organisasi untuk mengidentifikasi dan mengurangi potensi ancaman dengan lebih cepat.
Organisasi juga harus menerima risiko yang menyertainya dan menerapkan tindakan dan solusi yang tepat untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kokoh bagi karyawan untuk beroperasi.
Sehingga, perlu ditekankan pentingnya peningkatan keamanan yang dibangun ke dalam perangkat keras, perangkat lunak, dan layanan karyawan (termasuk penerapan, penyiapan, dan pemeliharaan) secepat mungkin dalam lingkungan kerja jarak jauh seperti sekarang ini.
“Sekarang, keamanan siber tidak bisa hanya berfokus pada produk – hal ini membutuhkan solusi end-to-end, pendekatan menyeluruh yang lebih ketat dan penuh perhitungan untuk perangkat Anda. Ini menjadi hal penting di era remote working yang membuat pekerjaan tidak lagi terbatas hanya saat kita berada di kantor, dan saat ancaman siber semakin menguat," terang Budi.
"Di Lenovo, kami menyarankan organisasi bersikap proaktif dalam memastikan solusi keamanan memenuhi kebutuhan operasional bisnis mereka," tambah Budi.
Berikut adalah empat solusi keamanan yang dapat menjadi pertimbangan organisasi:
1. Keamanan perangkat
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR