Masa pandemi membuat banyak aktivitas beralih ke platform daring. Aktivitas di media sosial pun meningkat. Namun orang tua perlu mewaspadai risiko berbagi informasi ke dunia daring.
Penelitian terbaru dari Kaspersky mengungkapkan bahwa media sosial adalah aktivitas teratas yang dilakukan pengguna online di Asia Tenggara (SEA) selama beberapa bulan pertama tahun 2020. Studi berjudul “More Connected Than Ever Before: How We Build Our Digital Comfort Zones” yang diikuti 760 responden mengungkapkan bahwa 80% orang tua di kawasan ini menghabiskan banyak waktu untuk aplikasi jejaring sosial karena pembatasan sosial memaksa mereka untuk bekerja di rumah sambil menjaga anak-anaknya.
“Kita harus memahami bahwa garis antara pekerja professional dan peran sebagai orang tua telah menjadi sangat kabur karena rumah kita sekarang berfungsi sebagai kantor dan sekolah bagi anak-anak. Media sosial menjadi platform bagi para ibu dan ayah untuk rehat sejenak dan mendapatkan dukungan emosional serta berbagai anjuran dari kelompok usia mereka,” komentar Stephan Neumeier, Managing Director Asia Pasifik, Kaspersky.
Menurutnya, medsos memang dapat menjadi sumber pengetahuan dan bantuan berguna bagi para orang tua yang mencoba menyeimbangkan aktivitasnya. "Penting untuk diingat bahwa ancaman daring juga mengintai di sini. Penting untuk berhati-hati dengan informasi yang diposting di akun media sosial karena bahaya terbesar terletak pada fakta bahwa informasi yang dibagikan di situs jejaring sosial dan sumber publik lainnya dapat dianalisis dan digunakan oleh seluruh orang asing, termasuk pelaku kejahatan siber dari celah manapun,” tambahnya.
Segala sesuatu yang dipublikasikan oleh orang tua atau anak-anak secara online, baik itu posting tentang berbagai topik, unggahan berupa foto pribadi, atau detail kehidupan pengguna, dapat menjadi bumerang yang merugikan pengguna. Oleh karena itu penting untuk mengingat dan mengajarkan anak-anak untuk berpikir dua kali sebelum mengeklik tombol “publish". Ajarkan anak-anak berpikir tentang konsekuensi merugikan di masa mendatang yang mungkin dapat timbul dari publikasi yang dibagikan. Apakah informasi ini akan berdampak negatif pada kehidupan pribadi atau orang lain? Apa yang akan dikatakan para perekrut pekerjaan jika mereka melihatnya? Apakah mungkin menggunakan informasi ini, misalnya, untuk melacak Anda atau anak Anda di dunia nyata? Siapa saja yang dapat melihat informasi ini?
Nah, informasi apa saja yang sebaiknya tidak Anda dan anak Anda unggah di platform daring?
1. Alamat rumah atau sekolah
Berbekal informasi ini, para perampok, pedofil, pengganggu, dan profil jahat lainnya dapat dengan mudah menemukan Anda atau anak Anda. Anak-anak jarang mempublikasikan alamat rumah di situs jejaring sosial, tetapi sangat sering menyebutkan nama sekolah di mana mereka belajar. Selain di halaman utama, penting juga untuk tidak membagikan informasi ini di kolom komentar atau foto yang secara eksplisit menjelaskan tempat anak Anda bersekolah.
2. Nomor telepon
Bagi anak-anak, nomor telepon adalah kontak langsung yang dapat digunakan oleh teman sebaya untuk pertolongan atas perlakuan penindasan dan bahkan bagi orang dewasa masih banyak lagi. Bagi para pelaku kejahatan siber, informasi khusus ini adalah salah satu data paling berharga yang bisa mereka dapatkan. Misalnya setidaknya sejak tahun 2016 penjahat dunia maya mulai mengumpulkan nomor telepon pengguna jejaring sosial dan menggunakan informasi yang dicuri untuk mendaftar ulang ke layanan perbankan online dan mendapatkan akses ke akun korban mereka.
3. Geolokasi Anda saat ini ('Check-in')
Informasi bahwa keluarga jauh dari rumah adalah sinyal untuk pencuri. Ini juga memudahkan untuk melacak seseorang. Selain itu, mengatakan sesuatu seperti "tempat favorit kami" dan memposting geotag dapat membahayakan meskipun Anda sedang tidak berada di tempat tersebut. Ini menunjukkan kepada pelaku kejahatan bahwa tempat tersebut menjadi lokasi untuk menemukan Anda dengan mudah.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR