Institut Internasional untuk Pengembangan Manajemen (IMD) menerbitkan indeks yang menyebut Singapura, Helsinki, dan Zurich sebagai kota terpintar di dunia. Dalam indeks lalu itu, IMD mengkaji desain perkotaan yang cocok dengan era pasca-COVID-19.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh kota-kota terpintar ini bukan hanya sekedar ketersediaan kamera lalu lintas, pemantauan polusi ataupun Wi-Fi gratis berbasis publik. Namun, para peneliti mengatakan komponen utama adalah seberapa besar manfaat yang dirasakan masyarakat kota tersebut.
"Kota-kota 'pintar' di dunia tidak hanya mengadopsi teknologi baru. Mereka memastikan itu benar-benar meningkatkan kehidupan warga," kata Arturo Bris, salah satu peneliti institut berbasis di Swiss itu dikutip Bangkok Post.
Smart City Index, yang kini memasuki tahun kedua, telah menyurvei lebih dari 13 ribu orang di 109 kota.
Survei berfokus pada bagaimana mereka memandang dampak teknologi di lima bidang yaitu kesehatan dan keselamatan, mobilitas, aktivitas, peluang, serta tata kelola.
Selain Singapura, Helsinki, dan Zurich, kota yang termasuk dalam daftar 10 besar adalah Auckland, Oslo, Kopenhagen, Jenewa, Taipei, Amsterdam, dan New York. Sementara Abuja, Nairobi, dan Lagos berada di peringkat bawah.
Untuk mengkaji seberapa banyak kota yang sedang mengembangkan sistem smart city, IMD sengaja bekerja sama dengan Universitas Singapura untuk melakukan survei Teknologi dan Desain.
Survei itu menunjukkan Kota Bilbao di Spanyol memiliki peringkat lebih tinggi dari Madrid. Sedangkan kota kedua di Inggris, Birmingham, memiliki indeks lebih cepat dari London.
Bris, Direktur IMD World Competitiveness Center, mengatakan prioritas kota dalam menggunakan teknologi sangat bervariasi. Kota Medellin di Kolombia, yang dulu terkenal dengan kartel obat bius tetapi sekarang merupakan contoh untuk perencanaan yang cerdas, telah menunjukkan penurunan kejahatan setelah memperkenalkan Wi-Fi gratis, yang memudahkan orang untuk melaporkan kejahatan.
Para ahli mengatakan COVID-19 telah mendorong percepatan pergeseran sistem menuju kota yang lebih inklusif, lebih hijau, dan lebih cerdas. Bris juga memperkirakan tren yang berkembang menuju kota-kota kecil.
"Saya pikir kita sedang bergerak ke dunia di mana kita akan lebih tersebar. Kita akan lebih aman jika kita tinggal di kota-kota kecil," tambahnya.
Di sisi lain, survei tersebut juga menggarisbawahi bahwa kota-kota besar sering kali sulit menjadi pintar. “Kota-kota kecil lebih diuntungkan,” tambahnya.
"Dalam kasus Singapura, Helsinki, dan Zurich, ukurannya yang tak begitu luas memungkinkan mereka berinvestasi secara signifikan dalam teknologi yang menjangkau semua warga negara," jelas Bris.
Meskipun Cina sedang mengembangkan ratusan kota pintar yang dilengkapi dengan sensor, kamera, dan gadget lain yang dapat mengolah data tentang segala hal mulai dari polusi sampai kesehatan masyarakat, peringkat mereka masih relatif rendah dalam indeks.
Bris mengatakan ini bukan hanya karena ukuran wilayahnya yang besar. Akan tetapi juga karena tingginya kekhawatiran tentang privasi dan pengawasan data.
Source | : | Bangkok Post |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR