Di tengah perkembangan industri manufaktur yang memasuki era Industri 4.0, salah satu perusahaan Indonesia yang bergerak di industri manufaktur yaitu Paragon Technology and Innovation (PTI), sedang merencanakan perkembangan industrinya melalui pemanfaatan teknologi terkini (seperti AI, IoT, dan Big Data) guna mengefisiensi proses bisnis dan meningkatkan daya saing.
Untuk diketahui, PTI sendiri merupakan perusahaan manufaktur di bidang kosmetik yang telah menciptakan brand-brand seperti Wardah, Make Over, Emina, IX, Putri, dan Kahf.
Dalam webinar InfoKomputer TechGathering yang digelar Kamis (12/11), Dwiwahyu Haryo Suryo, EVP & Chief Supply Chain Officer di PTI, mengatakan bahwa Industri 4.0 dengan mengadopsi teknologi terkini menjadi penting bagi PTI lantaran adanya kompleksitas tersendiri dalam hal operasional yang dihadapi perusahaan tersebut.
“Kompleksitas yang kita hadapi di industri kosmetik, kita harus terhubung dengan ribuan SKU yang kita punya yang saat ini ada lebih dari 1.400. Kemudian, jumlah Raw Material yang lebih dari 1.100 dan Packaging Items yang kita tangani juga cukup kompleks sampai lebih dari 4.000. Dalam waktu yang sama, kita juga harus me-manage network dari lebih 300 supplier baik level global dan juga lokal. Kita sendiri sekarang sudah memiliki sekitar 40 DCs di seluruh Indonesia dan ada satu di Malaysia,” jelas Dwi.
Tidak hanya itu, kompleksitas lainnya ada di area omni channel distributions. Hal itu lantaran semakin menjamurnya online store yang saat ini menjadi pilihan banyak masyarakat untuk membeli produk, tidak hanya melalui offline store.
Menjawab kompleksitas tersebut, hal yang PTI lakukan adalah menajamkan kembali proses bisnis di Sales & Operation Planning (S&OP). “Tema yang kita ambil untuk S&OP adalah "To live and to grow with complexity,” karena kompleksitas adalah alasan kita bisa bertumbuh,” cetus Dwi.
Dalam hal tersebut, Dwi menjelaskan bahwa fokus utama yang ingin dicapai adalah menyelaraskan demand anticipation, sehingga PTI bisa memiliki orkestrasi yang flawless dengan para supplier-nya, pabriknya, logistik, dan distribusi. Sehingga, perencanaan cash management bisa berlangsung sesuai dengan perencanaan perusahaan.
Kompleksitas ini sendiri juga dijawab dengan melibatkan cost functional improvement dan juga cost functional commitment yang kuncinya harus dibuat simpel, di mana ada campur tangan dari proses digital seperti AI dan IoT.
“Nah, dengan IoT yang kita harapkan sebenarnya apa sih? Adalah interkoneksi sebenarnya. Mulai dari perencanaan kita di up stream sampai juga nanti secara product flow dari supplier ke pabrik Paragon kemudian ke Parama distribution (anak perusahaan PTI yang me-manage distribusi), lalu sampai ke customer dan akhirnya ke end consumer. Dan juga memastikan input balik dari consumer bisa kita cerna, nah ini masalah big data management. Karena source-nya bisa bermacam-macam itu bisa terolah dengan baik dan akhirnya bisa memberikan inovasi kita ke depan sebagai competitive advantage memenangkan persaingan di pasaran yang tidak mudah,” papar Dwi.
Baca Juga: Tren Pemanfaatan IoT di Industri Manufaktur
Tiga Tantangan Besar Supply Chain Management
Kembali dijelaskan Dwi, menurutnya tantangan terbesar di supply chain management ada tiga kelompok besar. Yang pertama, bagaimana perusahaan memastikan omni channel ada di heart of corporate strategy.
“Apalagi dengan pandemi ini kita juga melihat perkembangan e-commerce, tidak hanya di Paragon tapi juga perusahaan lain mencermati high double-digit growth untuk channel di e-commerce. Kita sendiri tahun lalu baru menyediakan tiga sentra e-commerce, dan kita sudah gerak cepat di mana tahun ini sudah bangun 40 sentra e-commerce di seluruh Indonesia,” ucap Dwi.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR