Cepat atau lambat teknologi akan menggantikan peran manusia di dalam pekerjaan.
Ekonom INDEF Aviliani mengatakan bank-bank di kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia berpotensi mengganti mekanisme pelayanan mereka dari manusia dengan robot berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) pada 2025.
Hal itu terungkap dari hasil survei Fintech and Digital Banking 2025 Asia Pacific.
"Hasilnya, sebesar 48 persen bank di Asia Pasifik diprediksi menggunakan teknologi AI atau machine learing untuk keputusan berbasis data pada 2025," ungkap Aviliani dalam diskusi virtual bertajuk Bank Tradisional vs Neo Bank
Hal ini membuat 63 persen nasabah bank di Asia Pasifik bisa mengadopsi layanan bank secara digital pada 2025. "Nasabah akan bersedia beralih ke neo bank (bank digital tanpa kantor cabang)," katanya.
Tak hanya itu, 4 persen dari total 250 bank teratas yang ada di Asia Pasifik bakal menyelesaikan transformasi connected core pada 2025. Transformasi ini berupa modernisasi berbasis platform dan komponen untuk layanan transaksi.
"Bank mulai akan mempersiapkan diri mulai tahun ini untuk menambah modal mereka dalam rangka menghadirkan transformasi dan inovasi tersebut," ucapnya.
Hal ini turut memungkinkan pertumbuhan investasi mencapai 25 persen pada sistem real time untuk pemasaran, pengendalian kecurangan (fraud), dan pembayaran di berbagai transaksi keuangan.
Hasil survei menunjukkan bahwa proses ini pun akan dialami oleh bank nasional. Survei memperkirakan sekitar 40 persen nasabah bank di Tanah Air sudah bisa mulai menikmati layanan pendaftaran akun bank secara langsung hanya melalui sistem tanpa perlu ke kantor cabang pada 2023.
"Bisa berupa verifikasi nasabah secara digital atau pendaftaran via layanan pihak ketiga," ucapnya.
Aviliani pun menggarisbawahi bahwa potensi ini bisa saja tak terwujud bila tidak ada penciptaan ekosistem digital mulai dari sekarang di dalam negeri. Masalahnya, ekosistem itu perlu dibentuk dari hasil kerja sama banyak pihak, mulai dari pelaku hingga para regulator seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Maka perlu ada regulasi-regulasi yang sekiranya bisa mempercepat kesiapan untuk proses digitalisasi bank atau yang dikenal lewat neo bank ini," pungkasnya.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR