Operator seluler Indonesia diprediksi akan meraup untung besar apabila teknologi 5G mulai diimplementasikan.
Menurut laporan terbaru dari Ericsson berjudul "Harnessing the 5G Consumer Potential" perusahaan teknologi di Indonesia bisa meraih sampai US$44,2 miliar atau sekitar Rp624 triliun (kurs rupiah saat berita ini ditulis) pada tahun 2030.
Sebesar 39 persen atau US$17,7 miliar (sekitar Rp250,4 triliun), dihasilkan dari adopsi jaringan 5G, di mana sebanyak 47 persennya atau US$8,2 miliar (Rp116 triliun) berasal dari operator seluler.
Ronni Nurmal, Head of Network Solutions Ericsson Indonesia mengatakan, potensi itu bisa diraih operator seluler di Indonesia asal mereka mau melihat potensi business to business (B2B).
"Hanya operator seluler yang mau melihat peluang yang bisa meraih potensi US$8,2 miliar itu," jelas Ronni saat memaparkan hasil laporan secara virtual.
Dia melanjutkan ada tiga sektor kunci yang potensial untuk dimaksimalkan operator dengan jaringan 5G. Pertama adalah manufaktur, yang diprediksi akan menghasilkan US$1,77 miliar (Rp25 triliun) pada 2030.
Kedua adalah industri energi dan utilitas yang diprediksi meraup US$1,43 miliar (Rp20,2 triliun) di periode yang sama. Terakhir adalah industri media dan hiburan yang diproyeksi Ericsson bisa menambah pendapatan operator seluler sebesar US$0,97 miliar (Rp13,7 triliun) pada tahun 2030 jika mengimplementasikan 5G dengan maksimal.
"Walaupun saat ini fokus perhatian implementasi 5G masih banyak diberikan untuk mendukung industri, tapi sebenarnya pendapatan baru atau potensi pendapatan mayoritas operator seluler masih berasal dari mobile," jelas Ronni.
Ronni menambahkan, penting bagi operator seluler untuk mau mengkaji lebih dalam dan mengerti potensi pendapatan dari konsumen, selain dari sektor bisnis. Menurut Ronni, operator seluler pertama yang bisa menggelar 5G di suatu negara akan mendapat keuntungan.
Masih dari laporan yang sama, dari 16 operator seluler yang sampai kuartal II-2020 sudah meluncurkan 5G, atau disebut sebagai first mover (penyelenggara 5G awal), hampir 50 persen di antaranya mampu meningkatkan pangsa pasarnya.
"Pangsa pasar mereka naik ketika menjadi yang pertama menggelar 5G," imbuh Ronni.
Dia mencontohkan operator pertama di Australia yang menyelenggarakan 5G, Telstra. Perusahaan tersebut, kata Ronni, kini menguasai 50 persen pangsa pasar layanan seluler di Australia. Sebetulnya, tren demikian juga terlihat ketika implementasi awal jaringan 3G atau 4G.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Cakrawala |
KOMENTAR