Perusahaan pembuat aplikasi pelacak nomor telepon anonim, Truecaller mengeluarkan laporan berjudul "Top 20 Countries Affected by Spam Calls in 2020" itu merinci 20 negara yang paling banyak mendapatkan serangan panggilan telepon spam (panggilan telepon mengganggu yang biasanya berisi promosi).
Dibandingkan dengan 20 negara, Indonesia menempati urutan keenam sebagai penerima telepon spam terbanyak di dunia versi Truecaller, dengan jumlah 18,3 panggilan spam per pengguna per bulan.
Jumlah itu sebenarnya menurun 34 persen dibanding tahun lalu. Tahun lalu, Indonesia ditetapkan negara ketiga di dunia yang paling banyak mendapat telepon spam, dengan rata-rata 27,9 per pengguna per bulan.
Telepon spam paling banyak berasal dari layanan keuangan yang berasal dari bank atau penawaran kartu kredit dengan persentase 52 persen.
Sebesar 25 persen lain merupakan spam penawaran asuransi, diikuti layanan operator seluler yang biasa mempromosikan paket layanan data dan lainnya, sebesar 11 persen.
Sebanyak 9 persen spam berasal dari penipuan dan 3 persen lainnya adalah debt collector. Sementara itu, Brasil masih menjadi negara dengan penerimaan telepon spam terbanyak di dunia dengan rata-rata penerimaan 49,9 spam per pengguna per bulan.
Terbanyak di Asia
Namun jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia, Indonesia masih menjadi negara penerima panggilan spam terbanyak.
Negara lain di Asia setelah Indonesia, yang banyak mendapat panggilan spam tahun ini berurutan adalah India (16,8 spam) dan Vietnam (14,7 spam).
Dirangkum blog resmi Truecaller, Truecaller menganalisis 145 miliar panggilan anonim dalam laporan terbaru mereka.
Totalnya, pengguna seluler di seluruh dunia menerima 31,3 miliar telepon spam antara bulan Januari hingga Oktober 2020.
Jumlah itu naik dari tahun lalu yang mencapai 26 miliar yang juga naik dari periode yang sama tahun 2018 dengan jumlah 17,7 miliar. Menurut perusahaan asal Stockholm, Swedia itu, pandemi Covid-19 turut memengaruhi perilaku pelaku spam.
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Adam Rizal |
KOMENTAR