Ericsson beberapa hari yang lalu membagikan sejumlah highlight dari Ericsson Mobility Report terbarunya. Ericsson Mobility Report sendiri berisikan berbagai proyeksi dan analisis dari aneka tren terkini pada industri seluler. Studi tersebut menggunakan data dari berbagai sumber, baik dari pihak lain maupun dari Ericsson. Menurut Ericsson, berdasarkan Ericsson Mobility Report terbaru, 5G secara global berkembang dengan cepat. Perkembangan 5G tersebut lebih cepat dari 4G pada awalnya dulu. Selain itu, kemampuan 5G yang lebih tinggi dari 4G, memungkinkan 5G menghadirkan aneka model penggunaan baru, seperti yang InfoKomputer sampaikan di sini. Alhasil, Ericsson meyakini 5G bisa membantu operator telekomunikasi seluler untuk meningkatkan pendapatannya.
“Tahun ini kita mulai melihat bahwa 5G benar-benar mulai dibangun di berbagai belahan dunia. Dan Anda tahu, kami memperkirakan pada akhir tahun ini, 1 miliar orang akan memiliki akses terhadap 5G, dalam suatu cara maupun lainnya” ujar Jerry Soper (Head of Ericsson Indonesia). “Bila kita melihat pada 5G, jadi hari ini sekitar 15% penduduk dunia bisa mengakses 5G dan pada 2026 hal itu akan meningkat menjadi 60%,” tambahnya.
Tak hanya pertumbuhan cakupan alias coverage 5G yang cepat, Ericsson juga memperkirakan pertumbuhan pelanggan 5G yang cepat. Berdasarkan Ericsson Mobility Report November 2020 itu, Ericsson meyakini bahwa pada akhir tahun 2020 akan terdapat sebanyak 220 juta akun yang berlangganan 5G. Ericsson pun memprediksikan jumlah tersebut akan meningkat menjadi 3,5 miliar pada 2026. Pertumbuhan akun yang berlangganan ini lebih pesat dibandingkan 4G pada awalnya dulu. Sebagai perbandingan, berdasarkan perkiraan Ericsson, 5G akan beroleh jumlah akun yang berlangganan sebanyak 500 juta dalam waktu sekitar setengahnya 4G.
Begitu pula dengan jumlah data yang lalu lalang. Menurut Ericsson Mobility Report yang baru dirilis tersebut, pada 2020, 5G menghantarakan sebanyak 3,8% dari keseluruhan data seluler global. Namun, pada 2026, porsi tersebut dipercaya akan meningkat menjadi sekitar 54%. Dengan kata lain, pada 2026, 5G akan menghantarkan lebih banyak data dari 4G dan menjadi yang utama. Adapun jumlah data global secara keseluruhan adalah 51 EB pada 2020 dan diyakini meningkat menjadi 226 EB pada 2026. Video sendiri tetap menjadi porsi terbesar dengan 66% pada 2020 dan diprediksi menjadi 77% pada 2026.
Sementara, untuk potensi pendapatan operator telekomunikasi seluler, Ericsson memperkirakan terdapat pasar 5G sehubungan consumer secara global dengan nilai kumulatif, dari 2021 sampai 2030, sebesar US$3,7 triliun untuk para operator telekomunikasi seluler. Menurut GSMA, Besarnya pendapatan dari seluler secara global untuk industri telekomunikasi pada 2019 memang adalah US$1,03 triliun. Namun, nilai tersebut adalah nilai keseluruhan, bukan hanya consumer, dan pertumbuhannya per tahunnya hanya sekitar 1% sampai 2025 alias bisa dibilang stagnan. Berbeda dengan pasar 5G bersangkutan yang hanya sebesar US$14 miliar pada 2020, diprediksikan menjadi US$324 miliar pada 2025, dan diperkirakan menjadi US$712 miliar pada 2030.
Dari sisi ARPU (average revenue per user) yang diperoleh operator telekomunikasi seluler, Ericsson juga meyakini 5G bisa meningkatkan ARPU dibandingkan 4G meskipun ketika nanti 5G sudah jamak — sewajarnya harga berlangganan 5G sudah turun, tidak seperti sekarang yang masih premium. Ericsson pun memercayai peningkatan ARPU yang ditawarkan 5G akan lebih tinggi bila operator telekomunikasi seluler menempuh strategi proaktif. Dengan strategi proaktif yang menawarkan berbagai layanan baru, 5G bisa menawarkan ARPU sebesar US$9,61 pada 2030, lebih tinggi 34% dari strategi pasif yang menawarkan hanya suara dan data yang telah menjadi komoditas. Perkiraan Ericsson akan ARPU yang ditawarkan 5G dengan strategi proaktif itu lebih tinggi dari ARPU yang ditawarkan 4G saat ini yang sekitar US$7 dan dipercaya akan terus turun.
Selain itu, Ericsson menemukan bahwa sekitar 50% operator telekomunikasi seluler yang pertama kali menawarkan 5G di suatu area berhasil meningkatkan pangsa pasarnya. Keuntungan first mover ini juga berlaku tatkala 3G dan 4G dahulu, tetapi porsinya lebih kecil alias tidak sampai 50%. Hal tersebut menegaskan pentingnya operator telekomunikasi seluler untuk secepatnya menawarkan 5G, apalagi seiring waktu para pelanggan seluler tentunya akan beralih ke 5G.
Adapun untuk potensi pendapatan operator telekomunikasi seluler dari bisnis alias non-consumer, Ericsson spesifik membagikan perkiraannya untuk Indonesia. Menurut studi Ericsson, terdapat pasar 5G sehubungan bisnis sebesar US$8,2 miliar untuk para operator telekomunikasi seluler di tanah air pada 2030. Industri manufaktur dipercaya akan menjadi penyumbang terbesar dengan US$1,77 miliar, diikuti oleh industri sehubungan energi dan utility dengan US$1,43 miliar. Agar potensi ini bisa terealisasi, langkah awalnya tentu saja alokasi spektrum frekuensi 5G oleh Pemerintah Indonesia. Sesuatu yang sampai sekarang masih dipersiapkan.
KOMENTAR