Laporan terbaru AppsFlyer bertajuk “Marketing Aplikasi Indonesia Edisi 2020” mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah mobile ad fraud (penipuan iklan di perangkat mobile) tertinggi di Asia Tenggara saat ini.
Laporan AppsFlyer juga menampilkan fakta meningkatnya ad fraud, yang tercermin dari nilai volume fraud pertahun di Indonesia yang diperkirakan melampaui lebih dari US$150 juta.
Dalam virtual media briefing yang digelar Selasa (15/12), Luthfi Anshari selaku Senior Customer Success Manager untuk SEA, AppsFlyer, mengatakan “Ad Fraud adalah hal yang serius, terutama bagi aplikasi populer, karena 10% dari NOI (Non-Organik) beberapa aplikasi terbesar di Indonesia (dalam hal popularitas) memiliki tingkat fraud mencapai 30%.”
Luthfi juga menjelaskan bahwa ad fraud merupakan hal yang merugikan para marketer (pemasar) iklan dari sebuah brand atau pengembang aplikasi, bukan merugikan pengguna perangkat mobile.
Masih berdasarkan laporan terbaru AppsFlyer, tingkat ad fraud tertinggi terdapat dalam kategori aplikasi keuangan, pendidikan serta makanan & minuman, khususnya pada bulan April dan Mei 2020 ketika instalasi aplikasi mobile berada di puncaknya.
Baca Juga: Instalasi Aplikasi di Indonesia Tumbuh Pesat Selama Pandemi COVID-19
“Ketiga kategori aplikasi ini selama 2020 tingkat ad fraud-nya yang paling tinggi. Alasannya, karena ketiga ini merupakan kategori yang sedang bersinar. Lalu karena mereka masih baru, mereka belum memiliki ad fraud detection. Makanya, kalau kita bandingin sama aplikasi di kategori seperti belanja dan travel mereka sudah lama di industri aplikasi, dan sudah tahu cara melawan ad fraud,” terang Luthfi.
Lebih lanjut, diketahui sebagian besar ad fraud muncul dari metode bots, yang berkontribusi 60% di hampir seluruh kategori aplikasi. Selain bots, di belakangnya muncul dengan metode device farm (smartphone dalam jumlah banyak yang ditaruh di ruangan besar untuk menjalankan aplikasi), dan install hijacking.
Lebih lanjut, Luthfi menerangkan bahwa peningkatan persaingan juga menekankan pentingnya user acquisition dan insentif remarketing karena tingkat retensi yang rendah pada tahun ini.
“Data kami menunjukkan upaya remarketing harus menjadi prioritas utama bagi para marketer mempertahankan pelanggan, karena telah terbukti efektif dalam peningkatan user retention dan lifetime value,” tutur Luthfi.
“Ad fraud senilai US$150 juta di Indonesia sesungguhnya dapat menjadi anggaran yang dapat dimanfaatkan oleh marketer dan pengembang aplikasi untuk kebutuhan bisnis mereka lainnya,” tambah Luthfi.
Baca Juga: AppsFlyer: Pemasaran Online di Aplikasi TikTok Alami Pertumbuhan Pesat
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR