Mengetahui gaya belajar yang ideal merupakan hal penting dalam rangka mengembangkan diri, terutama pada saat usia sekolah. Walau begitu, ternyata banyak dari pelajar yang mengalami burnout atau stress akademik. Salah satu penyebabnya adalah adanya perbedaan antara gaya belajar yang ia miliki dengan gaya mengajar guru-gurunya di kelas.
GREDU, perusahaan edutech berbasis kolaborasi, mengangkat permasalahan di atas melalui webinar berjudul, “Cara Mengajar vs. Cara Belajar, Mana yang Didahulukan?” Webinar ini mengundang Iwan Ridwan, Dewan Pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI) DKI Jakarta, Iim Fahima Jachja, pendiri komunitas Queenrides dan figur publik yang aktif berbagi cerita parenting dan keluarga di media sosial, serta Dara Nasution yang kini sedang menempuh pendidikan Master of Public Policy di Blavatnik School of Government, Oxford University.
Cara belajar murid yang berbeda-beda, memang menjadi tantangan tersendiri untuk guru. Iwan yang telah memiliki pengalaman mengajar selama 26 tahun menyetujui hal tersebut. Oleh sebab itu, menurutnya, gurulah harus mampu beradaptasi dengan berbagai cara belajar murid. Guru dapat mengakomodasi cara belajar murid yang beragam itu dengan menampilkan cara mengajar yang beragam pula.
“Di kelas, bisa saja guru menerangkan lebih dahulu, lalu meminta murid membaca dan membuat catatan, lalu memberikan tugas kelompok di mana mereka saling berdiskusi, membuat karya, atau penelitian, sehingga murid-murid dapat memahami pelajaran dengan caranya masing-masing,” tutur Iwan.
Selain itu, Iwan mengingatkan bahwa kesenangan anak dalam menghadapi pembelajaran merupakan hal utama yang harus ditumbuhkan oleh para guru. Sebab, itu adalah kunci agar proses pembelajaran berjalan secara efektif.
Dara juga bercerita tentang pengalamannya menempuh pendidikan di Pematangsiantar sejak sekolah dasar hingga menengah atas. Dara mengatakan, saat itu ia sempat menghadapi berbagai kendala; mulai dari ritme belajar yang berbeda dari guru dan teman-temannya, infrastruktur atau fasilitas yang kurang memadai, hingga budaya yang cenderung menghambat perkembangannya. Selain itu, menurut Dara, peran orang tuanya sangat besar. Sebagai role model, orang tua Dara memberikan contoh yang baik seperti kebiasaan membaca.
Menanggapi hal tersebut, Iim sepakat dengan Dara terkait orang tua sebagai role model. Iim mengaku membebaskan anak-anaknya dalam belajar, asalkan sesuai dengan minat mereka dan tidak melupakan hal yang paling mendasar, yaitu matematika dan literasi. “Ketika anak mempelajari sesuatu yang disukainya, semangatnya pasti tidak habis-habis. Namun, jangan lupa untuk membuat target-target yang perlu dicapai untuk menumbuhkan rasa bertanggung jawab,” kata Iim.
Sebagai penutup, ketiga panelis pada webinar yang dimoderasi oleh Cipta Mulia, peneliti dari GREDU itu sepakat bahwa pendidikan perlu berpusat pada anak. Guru dan orang tua sebagai orang dewasa adalah pihak-pihak yang harus bijak menjembatani situasi anak dengan situasi-situasi di luar dirinya yang belum ia mengerti.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memulai kegiatan belajar dengan menjelaskan pada anak tentang manfaat dan tujuan dari hal-hal yang perlu dipelajarinya. Selain itu, harus selalu diingat bahwa setiap anak memiliki potensinya masing-masing. Jangan sampai terkubur hanya karena bidang yang tidak ia minati hanya berada pada tingkat rata-rata.
Penulis | : | Dayu Akbar |
Editor | : | Dayu Akbar |
KOMENTAR