“Teknologi seharusnya tidak digunakan untuk mengumpulkan data pengguna dan mengeksploitasinya untuk kepentingan bisnis”.
Demikian perkataan pedas Tim Cook (CEO Apple) saat berbicara di acara European Computers, Privacy and Data Protection Conference beberapa hari lalu. Perkataan Cook ini tidak lepas dari kondisi sosial yang terjadi saat ini, sekaligus memanaskan perseteruan Apple vs Facebook.
Di dunia media sosial, aspek utama yang menjadi prioritas penyedia platform adalah engagement alias keterikatan pengguna. Semakin tinggi keterikatan pengguna, semakin betah pengguna tersebut di platform media sosial. Dan semakin betah seorang pengguna di media sosial, semakin banyak data yang bisa dikumpulkan dari pengguna tersebut.
Permasalahan muncul ketika semua cara digunakan untuk meningkatkan engagement. Tema yang kontroversial (seperti berita bohong dan teori konspirasi), dengan mudah menjadi viral. Algoritma media sosial justru mengangkat tema kontroversial tersebut karena membangkitkan engagement yang tinggi terhadap pengguna.
“Kita tidak lagi menutup mata terhadap teori teknologi yang menyebut all engagement is good engagement,” ungkap Cook. “Kita tidak bisa lagi berpura-pura jika cara ini menimbulkan permasalahan, mulai dari polarisasi, hilangnya kepercayaan, dan munculnya kekerasan,” ungkap Cook.
Karena itulah, Cook mendorong regulasi lebih tegas akan isu ini. “Jika sebuah bisnis dibangun dengan menyesatkan dan mengeksploitasi data pengguna, bisnis tersebut tidak layak dipuji. Bisnis seperti itu harus direformasi,” ungkap Cook.
Perselisihan Apple vs Facebook
Meski tidak secara spesifik menyebut nama Facebook, perkataan Tim Cook ini kembali menunjukkan ketidakharmonisan hubungan Apple dan Facebook. Sejak Agustus kemarin, dua perusahaan teknologi ini memang terlibat perselisihan seputar privasi data pengguna.
Awal perselisihan berawal dari langkah Apple membatasi akses aplikasi ke Identifier for Advertiser (IDAF). Data IDAF ini unik untuk setiap pengguna perangkat Apple (iPhone, iPad, dan TV Box) dan biasanya digunakan untuk menilai efektivitas sebuah iklan. Contohnya, IDAF ini bisa mendeteksi apakah pengguna meng-install sebuah aplikasi setelah melihat sebuah iklan.
Pada regulasi baru Apple, sebuah aplikasi tidak bisa mengakses IDAF secara default seperti sebelumnya. Setiap aplikasi harus meminta izin implisit dari pengguna jika ingin mengakses IDAF; sama seperti saat aplikasi meminta izin mengakses lokasi.
Rencananya, regulasi baru ini berlaku pada iOS 14 yang dirilis September lalu. Namun Apple akhirnya menunda perubahan regulasi akibat protes dari banyak pihak. Salah satu yang paling keras memprotes adalah Facebook yang menganggap regulasi baru ini merugikan pembuat aplikasi maupun pemilik usaha.
Facebook berargumentasi, proses tracking dibutuhkan untuk memahami seorang konsumen sehingga bisa memberikan iklan yang lebih relevan. Ketika iklan relevan, kemungkinan konsumen membeli pun lebih tinggi, sehingga menguntungkan pemilik bisnis. Namun ketika proses tracking dihapus, akan sulit bagi pemilik bisnis menemukan konsumen yang relevan.
Efek lebih jauh, developer aplikasi pun kehilangan sumber pemasukan dari iklan. Padahal, pemasukan dari iklan inilah yang membuat sebuah aplikasi bisa digunakan secara gratis.
Mark Zuckerberg (CEO Facebook) menuduh Apple memiliki agenda khusus di balik kampanye soal privasi data pengguna. “Kita bisa melihat bisnis Apple semakin bergantung pada aplikasi dan layanan, yang berarti mereka kini berkompetisi dengan developer seperti kami,” ungkap Zuckerberg. “Karena itu, Apple memiliki insentif untuk menggunakan dominasi mereka untuk memenangkan kompetisi,” ungkap Zuckerberg.
Perseteruan Apple dan Facebook sepertinya akan tambah panas ketika Apple betul-betul menggulirkan perubahan regulasi soal IDAF. Apple sendiri menyebut akan mengaktifkan perubahan ini awal 2021. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi.
Artikel Terkait:
Kritik Apple, Zuckerberg: WhatsApp Lebih Kredibel Dibanding iMessage
WhatsApp Bagikan Metadata ke Facebook, Perlukah Anda Khawatir?
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR