Pertumbuhan pengguna Embedded SIM (eSIM) di Indonesia cenderung lebih lambat dibandingkan dengan negara lain.
Hingga saat ini, dari sekian banyak provider, baru Smartfren yang pada tahun 2019 menyediakan layanan eSIM untuk menjawab kebutuhan pengguna iPhone yang tidak memiliki dual simcard.
Sementara itu, baik Telkomsel maupun PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia), meski membuka peluang untuk menerapkan teknologi eSIM, namun keduanya masih sama-sama memilih melihat perkembangan ekosistem eSIM.
Di seluruh dunia pun, kini baru ada sepuluh negara yang menawarkan dukungan terhadap teknologi eSIM.
Sementara perangkat dari kalangan Android yang sudah didukung dengan eSIM selain iPhone adalah Google Pixel 2 dan Samsung.
Pemicunya bisa jadi karena perilaku/kebiasaan dan masih terbatasnya perangkat dengan teknologi eSIM. Jikapun ada, tergolong kategori high end.
Meski begitu, banyak analis dan pelaku industri percaya eSIM akan menjadi standar baru kartu SIM di masa depan. Bahkan, mendorong lahirnya ekosistem baru di industri seluler.
Pemicunya, pemakaiannya mudah — tinggal buka kamera, lalu memindai kode QR. Teknologi eSIM juga ramah lingkungan karena berkontribusi mengurangi sampah elektronik dan sangat cocok digunakan untuk perangkat wearable (smart watches, smart glasses) serta Internet of Things (IoT).
Baca Juga: Catat! Ini Tanggal Rilis Serial dan Film Terbaru di Disney+ Hotstar
Dorong Koneksi IoT
Karena latar belakang tersebut, teknologi eSIM diyakini bakal mendorong koneksi IoT. Sekadar informasi, menurut riset GSMA Intelligence, Asia Pasifik menyumbang 35% dari pendapatan IoT pada tahun 2020.
Pasar eSIM di Asia Pasifik juga diperkirakan akan tumbuh dengan CAGR (Compound Annual Growth Rate) atau Tingkat Pertumbuhan Tahunan Gabungan tertinggi di atas 18,5% dari tahun 2020 hingga 2027.
“Pertumbuhan ini tercepat ketimbang wilayah lain,” ujar Yoseph Wijaya, Head of Product Forest Interactive.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR