Pandemi covid-19 membuat hampir semua sektor industri di berbagai kawasan kewalahan. Namun, di Asia Tenggara, industri teknologi tampaknya masih memikat para investor dibanding kawasan negara berkembang lainnya.
Menurut laporan firma riset Cento Ventures, perusahaan rintisan (startup) di Asia Tenggara mendapat suntikan dana sebesar 8,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp118 triliun (kurs Rp14.400) sepanjang 2020.
Pada paruh pertama tahun lalu, tercatat sebesar 5,9 miliar dollar AS (sekitar Rp85 triliun) disuntikkan para investor ke startup Asia Tenggara. Kemudian pada semester dua, modal sebesar 2,3 miliar dollar AS (sekitar Rp33,1 triliun) digelontorkan.
Angka tersebut sejatinya turun 3,5 persen dari 2019. Meski demikian, penurunan tersebut lebih kecil dibandingkan investasi di wilayah India yang turun sebesar 31 persen dan Afrika sebesar 38 persen.
Dari total kucuran dana tersebut, startup asal Indonesia menjadi yang paling banyak mendapat investasi. Persentasenya sekitar 70 persen dari total modal yang diinvestasikan di Asia Tenggara sepanjang 2020.
Indonesia jauh mengungguli negara tetangga lain, termasuk Singapura yang meraup kurang dari 20 persen dari total modal. Indonesia dan Singapura menjadi dua negara yang paling banyak mendapat kucuran dana dari investor dengan total persentase 65 persen.
Di Asia Tenggara, banyak perusahaan rintisan yang bergerak di bidang teknologi finansial (fintech) dan transportasi online.
"Tahun 2020 memberikan alasan kuat untuk menilai kembali bagaimana teknologi bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan fungsi utama kehidupan bermasyarakat," kata Dmitry Levit, mitra dari Cento, dirangkum Bloomberg.
Baca Juga: Google & Facebook Masih Mendominasi Retensi & Remarketing di SEA
Menurut Levit, investasi untuk transformasi digital di sektor retail, makanan, dan layanan finansial serta logistik akan terus meningkat.
Menurut catatan Cento Ventures, hampir separuh dari pendanaan modal startup di Asia Tenggara, mengalir ke Grab Holdings Inc, Gojek, Bukalapak, dan Traveloka. Kesepakatan dengan nilai lebih dari 100 juta dollar AS (sekitar Rp1,4 triliun) menyumbang 57 persen dari total investasi, sementara nilai kesepakatan antara 50-100 juta dollar AS (sekitar Rp721 miliar - Rp1,4 triliun) naik 26 persen dari tahun sebelumnya, hingga menyentuh rekor total 1,1 miliar dollar AS.
Berlomba IPO Startup di Asia Tenggara kemungkinan akan semakin menggeliat karena beberapa perusahaan kabarnya sedang berencana melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO).
Grab Holding Inc disebut-sebut akan melantai di bursa saham di Amerika Serikat tahun ini. Menurut beberapa sumber, Grab mengincar dana sekitar 2 miliar dollar AS (skeitar Rp28 triliun).
Pesaing Grab, Gojek juga digadang-gadang akan melakukan merger dengan e-commerce Tokopedia dan kemudian melakukan IPO. Startup Indonesia lain yang bergerak di industri pariwisata, Traveloka juga sempat mengabarkan rencananya melakukan dual listing di Indonesia dan Amerika Serikat.
Kebanyakan, perusahaan rintisan di Asia Tenggara ingin melakukan IPO melalui perusahaan akuisisi bertujuan khusus (special purpose acquisition compani/SPACS) karena dianggap lebih efisien.
Dengan SPACs, perusahaan dapat mengumpulkan dana IPO dengan cara membeli perusahaan swasta di sebuah negara. Kemudian, perusahaan mengambil alih listing nama (pencatatan saham) di Bursa Efek negara tersebut.
Baca Juga: Oppo A54 Resmi Hadir di Indonesia, Ini Harga dan Spesifikasinya
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adam Rizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR