Neuro.net adalah salah satu dari perusahaan yang telah mengembangkan teknologi yang dapat menjawab pertanyaan atau "bereaksi" terhadap sebuah percakapan kompleks.
Agen virtual berbasis AI, adalah generasi teknologi suara yang terbaru dan lebih pintar. Ia mampu merubah komunikasi menjadi sebuah percakapan antar perusahaan dan konsumen.
“Teknologi ini didasarkan pada jaringan neural (neural network), pembelajaran mesin (machine learning), dan big data. Agar lebih efisien, ia harus dilatih dengan menggunakan rekaman percakapan telepon asli antar manusia: agen contact center dan konsumen. Rekaman panggilan akan dikodekan, dianalisis, ditandai untuk jaringan neural, untuk selanjutnya dilakukan pelatihan,” jelas Yustin.
Disinggung mengenai jaringan neural, perusahaan yang juga memiliki pusat R&D di Eropa Timur ini mengembangkan skema respon neural yang bisa dapat memahami frasa yang kompleks dan respon yang tidak umum.
“Misalnya kalau di Indonesia, konsumen mungkin jarang menggunakan kata “Ya” dan “Tidak”, lumrahnya pakai respon “Apa” atau “Oke”. Nah, agen virtual kami bisa merespon dengan sangat beragam seperti tadi lewat pemrosesan ucapan atau Natural Language Understanding (NLU),” tambahnya.
Berkat NLU, percakapan antara bot dan manusia tidak dapat dibedakan, dan terdengar sangat mirip, mulai dari intonasi, jeda, dan responnya. Hebatnya lagi, berkat pembelajaran mesin (machine learning), agen virtual dapat menjadi lebih baik setiap kali ada percakapan atau skenario baru.
“Statistik kami menunjukkan bahwa hanya satu persen konsumen yang dapat membedakan agen virtual AI dengan agen manusia yang sesungguhnya. Tidak seperti IVR "tradisional" yang sistemnya hanya mampu memutar sampel teks yang telah direkam sebelumnya atau mengenali perintah suara, agen virtual saat ini memahami bahasa alami, dapat memahami ucapan manusia, mendeteksi, dan meniru emosi,” ungkap Yustin.
Penerapan Agen Virtual di Industri Telekomunikasi
Sebuah perusahaan telekomunikasi terbesar di Eropa Timur telah menerapkan agen virtual berbasis AI selama masa pandemi dan pihaknya mencatat virtual agen hanya menghabiskan setengah dari biaya contact center konvensional biasa, namun dengan tingkat efisiensi yang sama, dan bahkan lebih tinggi.
Perusahaan tersebut menggunakan agen virtual berbasis AI untuk dua pekerjaan yakni panggilan outbound untuk menawarkan produk terbaru, dan juga mengumpulkan feedback dari konsumen terkait pelayanan perusahaan dengan survei Net Promoter Score (NPS) dengan lima pertanyaan yang diberikan untuk konsumen.
Ternyata, hasil kinerjanya melebihi ekspektasi. Untuk penawaran produk, sistem agen virtual berbasis AI berhasil melakukan lebih dari sepuluh ribu panggilan dengan tingkat konversi sebesar 37 persen, melebihi target utama yakni sebesar 35 persen.
Dan sistem berhasil menangani 98 persen dialog pertanyaan feedback dari konsumen tanpa kesalahan. Sistem agen virtual berbasis AI juga memiliki produktivitas dan kapasitas hingga dua ratus ribu hingga lima ratus ribu panggilan per hari, dan dapat dimaksimalkan hingga jutaan panggilan per hari.
Sistem agen virtual AI dapat melakukan panggilan secara bersamaan dengan sekitar 30 persen pelanggan langsung menjawab panggilan pada percobaan pertama.
Yustin mengakui, dalam contoh kasus di atas, partnernya mendapatkan peluang akuisisi pelanggan yang lebih baik, meningkatkan kepuasan konsumen, dan menciptakan layanan konsumen yang konsisten dan terprediksi.
“Yang perlu diingat, disini kami tidak ingin menghilangkan peran manusia sama sekali. Justru, dengan mengalihkan sebagian tugas kepada agen virtual, perusahaan bisa mengalokasikan talent manusia lebih banyak ke sektor-sektor yang membutuhkan daya kreatif, analisis dan aspek sosial lainnya,” pungkas Yustin.
Baca Juga: BitHealth dan Upaya Percepat Digitalisasi Sektor Kesehatan
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR