Tiga Fase Transformasi
Transformasi digital di Siloam Hospitals Group sendiri sudah dimulai sejak 2017 sehingga RS Siloam sudah memiliki fondasi yang relatif lebih kokoh saat pandemi dimulai.
Ryanto menjelaskan bahwa transformasi digital di Siloam Hospitals Group dilakukan dalam tiga fase. "Tidak semuanya sekuensial, bisa sedikit parallel juga," imbuhnya.
Fase pertama adalah konsolidasi. Di tahap ini, Ryanto dan timnya melakukan konsolidasi dan standardisasi sistem dan teknologi yang diimplementasikan di seluruh rumah sakit yang ada di jaringan Siloam Hospitals Group.
Setelah menjadi satu, terkonsolidasi, dan memiliki fondasi yang cukup kuat, fase selanjutnya adalah digitalisasi. "Di tahap awal (transformasi digital) seringkali kita maunya yang canggih-canggih dulu, yang seksi-seksi, seperti mobile apps, AI, dan sebagainya. Tapi kami percaya kita nggak akan bisa lari sebelum kita belajar merangkak, dan belajar jalan. Nah kalau fondasi sudah besar, di tahap kedua ini digitalisasi jadi lebih cepat," ujar lulusan Teknik Industri, di ITB ini.
Ia mencontohkan saat mengembangkan aplikasi mobile di mana salah satu fungsi pertamanya adalah appointment. "Karena sistem kami sudah jadi satu dan sudah punya akses ke semua rumah sakit kami, begitu kami menggarap mobile app, itu bisa lebih cepat. Begitu pula saat implementasi electronic medical record (EMR)," papar Ryanto.
Fase satu dan dua itu telah merealisasikan beberapa inisiatif digital baik di sisi operasional maupun patient care. Salah satunya adalah Hospital Information Systems (HIS) yang memungkinkan rumah sakit memiliki database pasien tunggal sehingga pasien dapat berobat ke rumah sakit Siloam manapun.
Untuk sistem keuangan, Siloam Hospitals Group juga telah mengimplementasikan ERP dengan sistem pelaporan manajemen yang sudah terautomasi. Platform analytics juga sudah disiapkan, berupa data warehouse dan business intelligence yang bertugas membantu di area, seperi keuangan dan operasional. "Kami juga sudah memiliki EMR, yang di dalamnya mencakupkan e-prescription, jadi dokter sudah memakai resep online. Kami juga mengatur kerja perawat dengan EMR," cerita Ryanto.
Kanal-kanal digital, seperti situs web dan aplikasi mobile, juga terus dikembangkan. "Mobile apps kami fungsinya mulai bermacam-macam. Salah satunya adalah symptom checker, di mana ada teknologi AI di belakangnya. Fitur ini bukan untuk diagnosa tapi untuk memberikan informasi awal bagi dokter maupun pasien.
Fase kedua memang belum tuntas tapi fase ketiga, yaitu fase inovasi, sudah dimulai, yaitu dengan melakukan eksperimen terhadap teknologi-teknologi baru, seperti AI, IoT, 3D printing.
Tantangan Komplekitas
Sebagai pemimpin TI di lingkungan rumah sakit, Ryanto dihadapkan pada kompleksitas sistem dan proses, safety pasien, para tenaga medis dan staf lainnya saat menggawangi transformasi digital.
Oleh karena itu, salah satu tantangan dalam transformasi ini adalah change management. "Teknologi harus mendorong perubahan tapi pada akhirnya kita harus berhadapan dengan manusia. Change management ini mungkin tantangan yang paling besar menurut saya," ucapnya.
Tantangan yang tak kalah pelik adalah memilih teknologi yang tepat guna, teknologi yang benar-benar dapat membantu memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan.
Untuk yang satu ini, tak ingin pusing, Ryanto berpegang pada prinsip yang ia kutip dari salah satu mantan bosnya. "Teknologi tidak harus sempurna, tapi berguna," ucapnya seraya menambahkan bahwa digitalisasi bukan supaya keren.
Namun jika teknologi keren dan canggih semacam robotics exoskeleton dan surgical robot dapat mendukung upaya RS Siloam dalam menyajikan layanan kesehatan yang berkualitas dan bisa diakses banyak orang, Ryanto M.Tedjomulja dan timnya mungkin tak akan segan mengimplementasikannya.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR