Penerapan Machine Learning untuk Strategi Sintesis Karbon
Apakah peran Artificial Intelligence (AI) dibutuhkan dan dapat membantu para ilmuwan menjawab tantangan ini? Studi terbaru yang diterbitkan di Environmental Science and Technology menyebutkan, tim riset dari Korea University dan National University of Singapore menggunakan pendekatan berbasis machine learning yang mungkin dapat memandu pengembangan strategi sintesis karbon berpori di masa depan.
Para ilmuwan telah mengetahui tiga faktor utama yang memengaruhi sifat adsorpsi CO2 karbon berpori dari limbah biomassa: komposisi unsur padatan berpori, sifat teksturnya, dan parameter adsorpsi di mana ia beroperasi, seperti suhu dan tekanan. Namun, bagaimana faktor-faktor tersebut harus diprioritaskan ketika mengembangkan karbon berpori dari limbah biomassa? Hingga kini, hal tersebut masih menjadi pertanyaan.
Untuk membantu menyelesaikan masalah ini, tim dari dua universitas tersebut terlebih dulu melakukan tinjauan literatur dan memilih 76 publikasi yang menjelaskan sintesis dan kinerja berbagai karbon berpori dari limbah biomassa Setelah proses kurasi, makalah-makalah tersebut menyediakan lebih dari 500 datapoint yang digunakan untuk melatih dan menguji model berbasis decision tree/tree-based.
“Tujuan utama dari pekerjaan kami adalah untuk menjelaskan bagaimana machine learning dapat dimanfaatkan untuk predictive analytics dan digunakan untuk membawa wawasan berharga ke dalam proses adsorpsi CO2 menggunakan karbon berpori dari limbah biomassa,” jelas Profesor Yong Sik Ok dari Korea University yang memimpin penelitian ini.
Fitur input dari model-model ini adalah tiga faktor utama tadi, sedangkan output-nya adalah tingkat penjerapan CO2. Meskipun model itu sendiri pada dasarnya menjadi 'kotak hitam' setelah proses pelatihan, mereka dapat digunakan untuk membuat prediksi yang akurat tentang kinerja karbon berpori yang didasarkan hanya pada faktor-faktor utama yang menjadi pertimbangan.
Yang terpenting, melalui analisis fitur, tim peneliti menentukan kepentingan relatif dari tiap fitur input untuk membuat prediksi yang akurat. Dengan kata lain, prediksi ini akan menetapkan faktor inti terpenting untuk mencapai tingkat adsorpsi CO2 yang tinggi.
Hasil menunjukkan bahwa parameter adsorpsi memberikan kontribusi lebih banyak daripada dua faktor utama lainnya sehingga model machine learning dapat membuat prediksi yang tepat. Yang digarisbawahi di sini adalah pentingnya mengoptimalkan kondisi operasional terlebih dahulu. Sedangkan, faktor sifat tekstur karbon berpori, seperti ukuran pori dan luas permukaannya, menempati urutan kedua. Dan faktor komposisi unsur berada di urutan terakhir.
Potensi Temukan Material Baru
Perlu dicatat bahwa prediksi model dan hasil analisis tingkat kepentingan fitur didukung oleh literatur-literatur yang ada dan pemahaman kami saat ini tentang mekanisme di balik proses penangkapan (capture) CO2. Hasil penelitian Ini memperkuat penerapan strategi data-driven di dunia nyata, tidak hanya untuk karbon berpori dari limbah biomassa tetapi juga untuk jenis material lainnya.
“Pendekatan pemodelan kami adalah cross-deployable dan dapat digunakan untuk menyelidiki jenis karbon berpori lain untuk adsorpsi CO2, seperti zeolit dan kerangka logam-organik, dan bukan hanya yang berasal dari limbah biomassa,” ujar Profesor Ok.
Tim dari dua universitas tersebut kini berencana merancang strategi sintesis karbon berpori dari limbah biomassa dengan fokus pada optimalisasi dua faktor utama terpenting. Selain itu, mereka juga akan terus menambahkan datapoint eksperimental ke database yang digunakan dalam penelitian ini dan menjadikannya open source sehingga komunitas peneliti juga dapat mengambil manfaat.
Dengan penelitian ini, kita berharap semua upaya-upaya yang dilakukan akan membawa kita pada masyarakat yang berkelanjutan yang dapat menghentikan perubahan iklim dan mencapai UN Sustainable Development Goals, salah satunya adalah Goal 13, yaitu Climate Action.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR