Schneider Electric mengungkapkan peningkatan elektrifikasi perlu dibarengi dengan percepatan transisi energi bersih dari sumber energi terbarukan dan digitalisasi pengelolaan energi yang lebih cerdas.
Dengan begitu pencapaian target pengurangan emisi karbon Pemerintah Indonesia di tahun 2030 mendatang dapat terealisasi.
Sektor industri sebagai tiga besar penyumbang gas rumah kaca (GRK) dapat menjadi motor penggerak bagi sektor lainnya untuk segera mengambil langkah proaktif menuju pembangunan ekonomi hijau dengan net-zero emission.
Dalam Diskusi Media bertajuk “Transisi Energi Bersih Menuju Pembangunan Industri Hijau” yang digelar Kamis (17/2/21), Schneider Electric juga menekankan perlunya pelaku industri membuat sustainability framework yang holistik dan terukur, serta memilih mitra digital yang tepat dan menjunjung nilai yang sama untuk mendukung transformasi bisnisnya.
Adapun diskusi media tersebut mengundang Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Republik Indonesia yang memaparkan terkait langkah dan rencana pemerintah dalam mengakselerasi pengadaan dan penyerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap) di Indonesia, dan Eka Himawan, Managing Director Xurya Daya Indonesia yang berbagi wawasan terkait investasi, skema pembiayaan panel surya dan imbal hasil bagi sektor industri.
Dunia masa depan yang sustainable, menurut Schneider Electric adalah dunia yang berbasis listrik dan digital atau dikenal dengan istilah “Electricity 4.0”.
Listrik menawarkan cara tercepat, teraman, dan paling hemat biaya untuk mendekarbonisasi masyarakat kita.
Sementara teknologi digital membangun masa depan yang cerdas dengan membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat, mendorong efisiensi, dan menekan pemborosan energi.
Lebih dari 60% energi yang dihasilkan terbuang sia-sia. Efisiensi sering sekali diabaikan, meskipun merupakan salah satu cara tercepat untuk mengurangi konsumsi.
Pemanfaatan listrik berbasis sumber energi baru terbarukan (EBT) yang didukung dengan teknologi digital akan menjadi solusi terbaik dalam penyediaan dan pemerataan akses energi bersih hingga ke daerah terpencil, pengelolaan yang lebih efisien dan sustainable, mengurangi emisi karbon, serta meningkatkan ketahanan energi.
Dalam hal sumber EBT, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan untuk terus menggenjot pembangunan infrastruktur khususnya PLTS.
Mustaba Ari Suryoko dalam pemaparannya menyampaikan, “Pemerintah telah menyiapkan road map untuk mendorong peningkatan industri serta pembangunan infrastruktur PLTS yang tertuang di dalam RUPTL 2021-2030. Dalam RUPTL tersebut, pemerintah menargetkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan mencapai 51,6 persen. Selain itu, Kementerian ESDM akan mengembangkan secara bertahap PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga 2025. Adapun sektor industri dan bisnis menjadi salah satu segmen konsumen prioritas.”
Lebih lanjut menurut Mustaba, target penambahan PLTS Atap diharapkan dapat menekan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 4,58 juta ton CO2e pada 2025.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR