Begitu kapal kami merapat di dermaga, anak-anak kecil bertelanjang dada segera berlarian merubungi saya. Mungkin karena di antara rombongan ini, saya satu-satunya yang membawa kamera profesional.
Tanpa diminta mereka segera berpose di depan kamera lalu bergantian melompat ke dalam muara laut yang cukup dalam. Merekalah anak-anak Suku Bajo, suku yang kehidupannya dihabiskan di atas laut.
Sebelum berkunjung ke Pulau Kaledupa, kami memang menyempatkan mampir ke Suku Bajo Sampela yang tinggal di Desa Sama Bahari, Kabupaten Wakatobi.
Kami penasaran dengan kehidupan suku yang juga dikenal dengan banyak nama: Bajau, Gypsi Sea, atau Pengembara Laut.
Suku Bajo ini tersebar di berbagai tempat, mulai dari Indonesia hingga ke Thailand dan Filipina.
Di Indonesia, suku ini dapat dijumpai di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan beberapa wilayah Indonesia bagian timur lainnya.
Sementara di Kabupaten Wakatobi, perkampungan Suku Bajo ini dapat ditemui di beberapa pulau.
Di Pulau Wangi-Wangi ada Suku Bajo Mola, sementara di Pulau Kaledupa ada Suku Bajo Sampela dan Mantigola.
Pernah Jadi Inspirasi Film Reza Rahardian
Sebagai suku yang hidupnya di laut, mata pencarian utama Suku Bajo adalah nelayan. Sejak kecil, anak-anak Suku Bajo telah dibiasakan hidup di laut mengikuti orang tuanya mencari ikan.
Mereka diajari cara menyelam untuk mencari ikan. Itu sebabnya kemampuan menyelam mereka di atas rata-rata manusia lainnya.
Mereka bisa menyelam lautan hingga belasan meter dalamnya, hanya dengan sekali tarikan napas. Mereka sama sekali tidak memerlukan baju selam khusus dan alat bantu pernapasan.
Yang mereka pakai hanyalah kaca mata renang yang terbuat dari karet dan kayu untuk mencegah air masuk ke mata. Seperti halnya anak-anak kecil yang menyambut kami, yang berlompatan ke air tanpa ada rasa khawatir sama sekali.
Menurut Alisah (70), salah satu warga Suku Bajo yang kami temui di teras rumah panggungnya, ada 99 keluarga yang menetap di sini. Mereka tinggal di rumah kayu di atas laut atau timbunan batu karang.
Mereka bergerak ke sana sini dengan menggunakan leppa, sampan kayu kecil, atau katinting, perahu kayu yang dilengkapi mesin motor.
Kekhasan cara hidup Suku Bajo ini menjadi daya tarik tersendiri. Banyak peneliti yang datang ke sini.
Bahkan, film “Laut Bercermin” yang dibintangi Reza Rahardian dan Atiqah Hasiholan pun mengambil setting budaya suku ini.
Jika dikembangkan dengan lebih optimal, kampung Suku Bajo ini dapat menjadi salah satu objek wisata andalan Kabupaten Wakatobi, mendampingi wisata bawah lautnya yang sudah mendunia.
Potensi wisata inilah yang akan coba diangkat dalam Gerakan Menuju 100 Smart City untuk Destinasi Wisata Prioritas dan Ibukota Negara.
Melalui gerakan ini, pemerintah Kabupaten Wakatobi akan mendapat dampingan untuk berinovasi serta memanfaatkan teknologi dan potensi yang ada demi kemajuan daerahnya.
Mencoba Memberdayakan Masyarakat
Pemerintah Kabupaten Wakatobi sebenarnya telah melakukan beberapa hal untuk meningkatkan wisata Suku Bajo.
Misalnya saja dengan membangun homestay ataupun mengajari warga bahasa Inggris sehingga mereka bisa menjadi guide di perkampungannya. Tujuannya agar mengangkat taraf hidup masyarakat.
“Wakatobi ini kita rancang tidak dengan hotel-hotel, tapi dengan homestay yang dimiliki masyarakat. Termasuk di Suku Bajo. Sehingga distribusi pendapatan ada di masyarakat,” tutur Bupati Wakatobi, H. Haliana, SE.
Namun ia mengakui, masih ada yang harus dibenahi agar potensi wisata Suku Bajo ini dapat lebih optimal, misalnya saja masalah pembuangan sampah.
Ketika kami bertandang ke sana, memang terlihat sampah menumpuk di muara, menimbulkan pemandangan yang tidak sedap dipandang mata.
Semoga saja, program Gerakan Menuju 100 Smart City untuk Destinasi Wisata Prioritas dan Ibukota Negara yang diikuti Kabupaten Wakatobi bisa lebih memberdayakan masyarakat dan menyelesaikan masalah ini sehingga ke depannya, potensi wisata Suku Bajo dapat menambah daya tarik Kabupaten Wakatobi.
(Penulis: Rahma Yulianti)
Baca Juga: Peran Smart City dalam Mendorong Ekowisata Boon Pring Andeman di Kabupaten Malang
Baca Juga: Pasarwajo, Surga bagi Pecinta Wisata Air di Kabupaten Buton
Penulis | : | Administrator |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR