Startup Halodoc baru saja meluncurkan aplikasi “Bidanku” yang dapat membantu bidan di Indonesia memaksimalkan peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak.
Dikembangkan sejak pertengahan 2021, aplikasi Bidanku telah digunakan oleh bidan-bidan di berbagai wilayah Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Papua.
Jonathan Sudharta, CEO & Co-Founder Halodoc, mengatakan “Di tengah populasi penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa, akses layanan kesehatan masih menjadi tantangan bagi masyarakat di berbagai wilayah. Peranan bidan dalam bantu jaga kesehatan Ibu dan Anak juga menjadi sangat penting di tengah kondisi penyebaran jumlah dokter dan fasilitas kesehatan yang belum merata di Indonesia.”
Lebih lanjut, per Desember 2021 tercatat 266 ribu bidan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia, dengan sekitar 37 ribu bidan membuka praktiknya sendiri.
Bidan juga bertanggung jawab untuk membantu 62% kelahiran di Indonesia, dan 85% pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care/ANC) secara nasional.
Oleh karena itu, mengingat peran vital Bidan dalam menjaga kesehatan keluarga, Halodoc menghadirkan solusi inovasi untuk mempermudah Bidan menghadapi berbagai tantangan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak.
Bidanku memiliki tiga fitur utama. Pertama, fitur pengingat pasien otomatis & ringkasan kesehatan, untuk meningkatkan dan memantau kunjungan kembali pasien, sehingga mengurangi kemungkinan kehamilan berisiko tinggi yang tidak diketahui, memantau keberlanjutan kontrasepsi sebagai bagian dari program Keluarga Berencana (KB), serta mengetahui keberlanjutan imunisasi.
Kedua, fitur manajemen pasien, untuk mempermudah administrasi bidan dalam satu klik. Fitur ini mendigitalisasi perawatan kesehatan keluarga dari kehamilan hingga imunisasi.
Ketiga, fitur in-app education library, untuk membantu bidan dalam melakukan edukasi pasien dengan cara yang lebih interaktif.
Fitur ini dikembangkan berdasarkan fakta bahwa bidan memiliki peran penting dalam mengedukasi pasien. Sehingga, materi edukasi yang interaktif akan membantu pasien memahaminya lebih baik.
Farzikha Indrabhaskara Soerono, Chief of Product Officer Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan RI, menyatakan “Tantangan terbesar dalam strategi transformasi digital di sektor kesehatan adalah pengumpulan data primer masyarakat. Di daerah, data kelahiran bayi masih sangat lambat, bahkan harus menunggu berbulan-bulan untuk datanya bisa terekam di puskesmas. Padahal dari data-data ini kita bisa mengetahui risiko anak yang mengalami gizi buruk, misalnya.”
“Sehingga, melalui platform digital ini, diharapkan akan memperluas jangkauan secara cepat dan di tengah pandemi, platform digital terbukti menjadi katalisator percepatan layanan kesehatan di Indonesia. Namun, transformasi digital tidak berhenti disini. Mimpi besar kita semua adalah kedepannya masyarakat bisa punya akses ke personal health record, bahkan sebelum ibu hamil, sehingga mereka lebih paham dengan risiko, menentukan tindakan preventif, harapannya, bayi bisa lahir dengan baik dan progres kesehatannya bisa terus dipantau,” lanjut Farzikha.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR