Startup social commerce, Dagangan, memperkenalkan layanan kebutuhan primer untuk masyarakat pedesaan yang memungkinkan mereka berbelanja dari rumah dan barang belanjaannya dikirim langsung dalam 1x24 jam tanpa ongkos kirim. Saat ini telah menjangkau 8.000 desa di Pulau Jawa, Dagangan menerapkan model bisnis ini.
Ibu Suherna dari Desa Prapag Lor, Kecamatan Losari, Brebes, adalah salah satu pengguna aplikasi Dagangan. Ia biasanya membutuhkan waktu 2-3 jam untuk menuju pasar dan membeli stok kebutuhan pokok.
“Namun, semenjak menggunakan aplikasi Dagangan, saya dapat menghemat waktu dan biaya. Saya bisa belanja dari rumah dan barang pesanan langsung diantar ke rumah,” ungkapnya. dapat berbelanja dari rumah dan barang belanjaannya dikirim langsung dalam 1x24 jam tanpa ongkos kirim
Efisiensi waktu dan biaya adalah dua hal yang ditawarkan Dagangan kepada penggunanya, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan dan kawasan terpencil yang harus menempuh waktu 2-3 jam perjalanan hanya untuk berbelanja di kota terdekat. .
Bahkan menurut laporan Unicef, selama pandemi Covid-19, lebih dari 20 persen masyarakat di area pedesaan mengalami pembengkakan biaya untuk kebutuhan pokok sebagai akibat dari terbatasnya mobilitas. Masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya lebih besar hanya untuk membeli keperluan sehari-hari.
“Akses terhadap pemenuhan kebutuhan pokok secara lebih cepat dan mudah yang diciptakan Dagangan diharapkan dapat mengakselerasi pemerataan ekonomi. Masyarakat yang tinggal di desa kini memiliki kesempatan yang sama dengan masyarakat perkotaan dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara lengkap dan terjangkau, tanpa mengeluarkan biaya tambahan untuk pengiriman,” ungkap Ryan Manafe, CEO dan Co-founder Dagangan.
Terapkan Model Operasional Hub-and-Spoke
Melayani masyarakat yang tinggal di daerah, atau wilayah Tier 3 dan 4, mulai menjadi perhatian di berbagai lini bisnis di Indonesia, terutama bisnis ritel. Hal ini mengacu kepada fakta bahwa tiga dari lima orang Indonesia, pemegang ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tinggal di luar wilayah perkotaan. Hal ini mendorong Dagangan memilih untuk memfokuskan operasionalnya pada area Tier 3 dan 4.
Dagangan mengimplementasikan model operasional hubs-and-spoke. Startup ini menjalin sinergi dengan tokoh masyarakat, pengusaha lokal, dan UMKM, di daerah pedesaan yang memegang peranan penting dalam berinteraksi dengan warga sekitar. Pendekatan ini dinilai Dagangan tepat dan efisien untuk diterapkan, terutama untuk penetrasi ke daerah rural yang sebelumnya sulit dijangkau.
“Model operasional hub-and-spoke ini membantu para produsen besar baik skala nasional maupun internasional, untuk menjangkau daerah yang sebelumnya sulit dijangkau karena keterbatasan logistik. Saat ini kami memiliki lebih dari 40 hubs yang tersebar di beberapa titik di area rural sehingga pengiriman kebutuhan pokok ke konsumen menjadi lebih cepat dengan biaya logistik yang lebih efisien,” ujar Maha Willy Chandra, COO dan Co-founder Dagangan.
Untungkan Masyarakat Desa
Dengan model bisnis ini, menurut Dagangan, warga desa mampu memperoleh keuntungan dari partisipasinya sebagai distributor, reseller, maupun agen berbagai barang kebutuhan primer, dan bahkan sebagai pemilik warung atau pembeli eceran.
Selain itu, Dagangan juga mendukung pemberdayaan masyarakat dalam berwirausaha dengan memfasilitasi para produsen produk lokal unggulan dari berbagai daerah, untuk mengakses pasar yang lebih luas. Kini ada ratusan produk lokal yang telah menjangkau pasar nasional melalui berbagai saluran distribusi, baik tradisional, modern, maupun digital.
Hingga saat ini, Dagangan telah melayani lebih dari 100.000 transaksi dan menjangkau lebih dari 8.000 desa di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ke depannya, Dagangan berencana memperluas cakupan operasionalnya, baik di Jawa maupun luar pulau, sehingga lebih banyak lagi penduduk rural di Indonesia yang dapat menikmati layanannya.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR