Kasus dugaan penipuan platform Binary option belakangan ini ramai diperbincangkan karena korban telah melapor ke polisi. Mereka pun telah berkumpul di grup aplikasi telegram.
Mereka saling berkoordinasi dan saling terprovokasi karena merasa tertipu dari beberapa influencer dan afiliator seperti Indra Kenz, Doni Salmanan, dan lainnya. Malahan, korban justru melakukan aksi provokasi.
Dalam grup telegram tersebut, mereka mengancam membunuh para afiliator dan influencer dari Binary Option.
Tidak sedikit juga sumpah serapah mengalir di dalam grup itu. Aksi mereka di grup telegram tersebut sudah mulai terjadi sejak akhir tahun 2021.
Seperti yang kita ketahui, korban sudah melapor ke Polda Metro Jaya dan saat ini kasus diserahkan ke Bareskrim Polri.
Sudah ada 8 korban yang diperiksa. Hingga akhir pekan ini, kasusnya masih dalam tahap penyelidikan.
Namun, para pengamat menilai bahwa kasus ini bukan hanya salah dari influencer atau afiliator semata dan mereka tidak bisa disalahkan begitu saja.
Terjadinya laporan dan dugaan kasus penipuan ini adalah dampak dari pengawasan awal pemerintah.
Nailul Huda, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, saat ini regulasi di dalam negeri juga belum mengatur perihal influencer atau seseorang yang mempromosikan aplikasi trading ilegal.
Sehingga, platform trading ilegal ini dapat dengan leluasa membayar atau menyewa influencer ini untuk mempromosikan produknya.
“Selain itu, aturan seseorang menyebarkan berita bohong ataupun platform yang terindikasi penipuan di internet belum kuat. Para penipu berani menyewa influencer untuk mengiklankan platform penipu itu,” jelas Nailul.
Minimnya Literasi Keuangan Digital
Banyaknya nasabah yang merasa tertipu dari kasus binary options ini disebabkan oleh minimnya literasi digital dan literasi keuangan masyarakat.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR