AWS (Amazon Web Services) bersama AlphaBeta belum lama ini membagikan beberapa temuan mengenai keahlian digital alias digital skill di Asia Pasifik dan Jepang (APJ — Asia-Pacific and Japan) dari studi yang dilakukan AlphaBeta. Temuan-temuan yang dibagikan bisa memberikan gambaran perihal keahlian digital di Asia Pasifik dan Jepang serta memberikan wawasan kepada para organisasi di kawasan tersebut dalam menyongsong masa depan. AWS pun menambahkan dirinya bisa membantu organisasi sehubungan keahlian digital itu. Kini dunia memang makin digital — diakselerasi COVID-19 — dan akan makin digital lagi. Penguasaan keahlian digital menjadi salah satu kunci bagi organisasi untuk bersaing dan unggul.
Pada acara yang diselenggarakan secara daring dan lintas negara itu, AWS membagikan pula sejumlah tindakan yang telah dilakukannya untuk membantu negara-negara di Asia Pasifik dan Jepang mengatasi kekurangan tenaga kerja dengan keahlian digital. Seperti beberapa kali InfoKomputer beritakan, Indonesia membutuhkan sekitar 600.000 talenta digital setiap tahunnya selama belasan tahun ke depan. AWS menegaskan bahwa dirinya sangat bersemangat untuk membantu Asia Pasifik dan Jepang mencapai potensi digitalnya yang sewajarnya akan berefek positif terhadap ekonomi kawasan.
Studi yang dilakukan AlphaBeta menyurvei pekerja dan pemberi kerja secara terpisah di tujuh negara, yakni Australia, India, Indonesia, Jepang, Selandia Baru, Singapura, dan Korea Selatan. Jumlah total responden adalah 9.359 yang terdiri dari 2.166 pemberi kerja dan 7.193 pekerja. Survei dilakukan pada 7 sampai 30 Agustus 2021, serta memiliki target 300 responden yang merupakan pemberi kerja per negara dan 1.000 responden yang merupakan pekerja per negara. Tidak disebutkan secara spesifik jumlah responden yang berhasil diperoleh untuk masing-masing negara.
Lima Temuan Kunci
Terdapat lima temuan kunci yang dibagikan AWS dan AlphaBeta. Kelima temuan kunci itu adalah banyak pekerja yang membutuhkan pelatihan keahlian digital sepanjang tahun ini, terdapat gap yang lebar antara kebutuhan akan pelatihan keahlian digital dengan aksi organisasi melaksanakan pelatihan tersebut, kebutuhan akan kemampuan menggunakan perkakas berbasis cloud dan keahlian cyber security di tempat kerja makin tinggi, pandemi COVID-19 telah mengakselerasi kebutuhan akan pelatihan keahlian digital, serta berinvestasi pada pelatihan keahlian digital pekerja menjadi sangat penting bagi organisasi berkat transformasi digital.
Secara spesifik, banyaknya pekerja yang membutuhkan pelatihan keahlian digital sepanjang tahun ini diperkirakan sejumlah 86,1 juta jiwa di ketujuh negara yang disurvei. Indonesia merupakan negara dengan jumlah terbanyak ketiga di bawah India dan Jepang. AlphaBeta memperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 17,2 juta pekerja yang membutuhkan pelatihan keahalian digital sepanjang tahun 2022. AlphaBeta menambahkan jumlah 17,2 juta pekerja adalah 13% dari total pekerja di tanah air.
Adapun gap yang lebar antara kebutuhan akan pelatihan keahlian digital dengan aksi organisasi melaksanakan pelatihan tersebut merujuk pada sadarnya para organisasi akan kebutuhan melaksanakan pelatihan keahlian digital bagi pekerja-pekerjanya, tetapi baru sedikit yang melaksanakan pelatihan yang dimaksud. Secara rata-rata, 97% pemberi kerja yang disurvei menyatakan perlunya para pekerja mereka untuk mendapatkan pelatihan keahlian digital. Namun, hanya 29% pemberi kerja yang telah mengimplementasikan sepenuhnya pelatihan keahlian digital bersangkutan. Khusus Indnonesia, perbandingannya adalah 99% dengan 36%.
Sehubungan keahlian digitalnya sendiri, keahlian menggunakan perkakas berbasis cloud dan keahlian cyber security merupakan dua keahlian digital yang dinilai para pemberi kerja akan paling banyak dibutuhkan pada tahun 2025. Kebutuhan akan kemampuan menggunakan perkakas berbasis cloud dan keahlian cyber security di tempat kerja makin tinggi adalah merujuk pada hal ini. Sebanyak 43% pemberi kerja menilai kemampuan menggunakan perkakas berbasis cloud sebagai kehalian digital yang paling penting, sedangkan sebanyak 39% yang menilai cyber security. Di Indonesia pun kedua keahlian digital yang dinilai para pemberi kerja akan paling banyak dibutuhkan adalah sama.
KOMENTAR