Warung menjadi bagian dari tradisi masyarakat Indonesia yang senang ngobrol dan bercengkerama. Jika bisnis warung terpelihara, tradisi ngumpul pun akan terjaga.
Saat masih bekerja di East Venture, Agung Bezharie dipercaya memegang project pembangunan co-working space EV Hive di bilangan Kuningan, Jakarta. Selama masa pembangunan EV Hive, Agung pun melihat sebuah pemandangan menarik. Ia melihat banyak pengemudi ojek onlineyang singgah di warung yang lokasinya berada di area pembangunan EV Hive. Bahkan ketika co-working space itu jadi, para pengemudi ojek online meminta warung tersebut tetap dipertahankan.
Kepopuleran warung tersebut bukan cuma karena lokasinya yang strategis. Di warung ini, pengemudi ojek online bisa mendapatkan minuman dingin, colokan listrik, sekaligus tempat rehat sejenak. Yang tak kalah penting, warung menjadi lokasi berkumpul dan bercengkerama sesama pengemudi.
Tak Tersentuh
Warung memang telah lama menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia. Di sisi konsumen, warung menjadi tempat mendapatkan barang sekaligus sosialisasi. Sementara di sisi penjual, warung menjadi pilihan berbisnis karena relatif tidak membutuhkan skills khusus. Faktor inilah yang menjelaskan mengapa di wilayah Jakarta dan sekitarnya, jumlah warung mencapai 2,1 juta buah.
Namun di era digitalisasi seperti saat ini, warung praktis belum mendapatkan sentuhan teknologi. Hal inilah yang mendorong Agung untuk mendirikan Warung Pintar pada September 2017 kemarin. “Pada dasarnya, Warung Pintar hadir untuk membantu para pemilik warung yang selama ini termarginalkan secara ekonomi dan teknologi karena anggapan bisnisnya yang kecil” ungkap Agung.
Untuk menyulap warung menjadi “pintar”, Warung Pintar melakukan pembenahan di dua sisi. Yang terlihat oleh konsumen adalah aspek fasilitas, mulai dari wifi gratis, televisi, sampai colokan listrik. Namun pembenahan di sisi internal juga signifikan. Hal ini tidak lepas dari pengelolaan warung yang masih tradisional. “Saat melakukan riset awal, saya kaget karena banyak pemilik warung tidak mengetahui berapa penghasilan mereka dalam sehari” cerita Agung.
Jika diidentifikasi, ada tiga masalah utama yang harus dihadapi bisnis warung, yaitu buying, selling, dan monitoring.Di sisi buying, pemilik warung kesulitan membeli suplai dengan harga murah. Hal ini kemudian berpengaruh ke sisi selling, karena warung tidak bisa berkompetisi dengan minimarket modern.Sedangkan di sisi monitoring, pemilik warung tidak pernah mengetahui persis pendapatan maupun keuntungan yang mereka dapat.
Ketiga hal inilah yang coba dijawab Warung Pintar dengan memanfaatkan teknologi. Contohnya di sisi buying, Warung Pintar akan menjadi distributor bagi pemilik warung. “Kami membangun supply order system yang terhubung ke principal” ungkap Agung. Karena membeli dalam volume besar, Warung Pintar memiliki posisi tawar yang tinggi untuk mendapatkan harga kompetitif. Alhasil ketika produk tersebut sampai ke warung, harganya bisa kompetitif.
Di sisi selling, solusinya adalah menyediakan fasilitas yang membuat pembeli betah berlama-lama di warung. Warung juga dilengkapi kemampuan menjual produk berbasis digital seperti pulsa telepon, pulsa listrik, atau pembayaran BPJS. Sedangkan di sisi monitoring, pemilik warung akan dilengkapi POS dan aplikasi manajemen keuangan.
Dengan kata lain, sistem yang biasa digunakan di bisnis retail modern kini dapat digunakan di level warung. “Dengan begitu, warung seharusnya dapat meningkatkan revenue” tambah Agung.
Semudah Mungkin
Saat ini, Warung Pintar baru hadir di 18 titik di Jabodetabek. Karena itu salah satu target utama Warung Pintar adalah meningkatkan jumlah warung, dengan fokus di wilayah Jabodetabek. “Tahun ini, target kita setidaknya ratusan warung” ungkap Agung. Warung Pintar sendiri saat ini telah mendapatkan suntikan dana dari investor sekitar US$4 juta.
Investasi awal untuk pengadaan warung dan fasilitasnya ditanggung sepenuhnya oleh Warung Pintar, sementara penjaga sekaligus pemilik warung mendapatkan penghasilan dari keuntungan penjualan. Nantinya, ketika pemilik warung sudah mencapai target penjualan tertentu, warung tersebut dapat dicicil secara bertahap.
Pendapatan Warung Pintar sendiri didapat dari pengelolaan supply chain dan kesempatan bisnis yang terbuka ketika jumlah Warung Pintar semakin banyak.
Untuk pemilihan lokasi sendiri, calon pemilik warung dapat memilih lokasi yang dimiliki maupun menggunakan lokasi yang dipilih oleh pihak Warung Pintar. Warung Pintar juga merencanakan lokasi berdasarkan kerja sama dengan beberapa pihak seperti developer, gedung, dan juga mal.
Karena menyasar pemilik warung yang relatif awam teknologi, sistem di Warung Pintar dirancang agar mudah digunakan. “Pemilik warung tinggal scan barang dan melakukan transaksi” tambah Agung. Bahkan untuk melakukan pemesanan barang, pemilik warung tidak perlu repot karena cukup cukup melakukan pemesanan via instant messaging. “Sistem kami dilengkapi semacam text recognition yang akan mengubah chat itu menjadi pemesanan” jelas pria lulusan Intermedia ITB ini.
Animo untuk menjadi pemilik warung sendiri cukup tinggi. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya jumlah pendaftar yang bisa mencapai 600 orang tiap harinya.Untuk proses hiring-nya sendiri, Warung Pintar memiliki proses seleksi yang bertahap, mulai dari basic knowledge, background check, sampai psikologi. Saat ini, Warung Pintar juga lebih memprioritaskan mereka yang selama ini sudah menjadi pemilik warung tradisional.
Jika menengok ke belakang, sebenarnya usaha menggandeng warung sudah pernah dilakukan. Minimarket, supermarket, sampai perusahaan FMGC sudah pernah mencoba dan kurang berhasil. Lalu, apa yang membuat Warung Pintar yakin dapat berhasil? “Saya kira penyebab kegagalan itu ada dua. Pertama karena pendekatannya tidak memanfaatkan teknologi, dan kedua karena tujuan menggandeng warung lebih kepada meningkatkan penjualan” jawab Agung.
Sementara visi Warung Pintar lebih kepada memberdayakan warung dan pemiliknya. “Karena satu warung kan bisa membantu satu keluarga” tambah Agung. Dan ketika populasi warung meningkat, kesempatan bisnis baru yang bisa digali Warung Pintar pun akan banyak terbuka.
“Namun saat ini kami lebih fokus ke jumlah warung agar dapat mencapai impact yang kami harapkan” tutup Agung.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR