Komputasi Awan
Meski gaung komputasi awan (cloud computing) sudah terdengar belakangan ini, tak dimungkiri masih ada bisnis yang tetap percaya jika data akan lebih aman disimpan di server TI mereka. Di sinilah tantangan Sleekr.
Suwandi dan tim harus dapat meyakinkan konsumen bahwa menyimpan data perusahaan di cloud justru jauh lebih aman daripada di server mereka. Pasalnya, menyimpan data di server milik sendiri bisa lebih berbahaya, apalagi dengan kekuatan TI yang minim, misalnya kehilangan data. “Bahkan kami pernah mendengar salah satu pengguna kami yang bercerita bagaimana ada data yang dimanipulasi salah satu karyawan mereka yang beritikad tidak baik,” tutur Suwandi. Tugas Sleekr adalah mencoba memberikan edukasi kepada calon pengguna, termasuk cara menjaga keamanan data mereka.
Tantangan lain yang juga mereka hadapi yaitu awareness akan adanya solusi seperti Sleekr. Kondisi ini juga yang mendorong mereka melakukan aktivitas pemasaran seperti iklan online, hingga aktivitas di komunitas. “Komunitas SMEtalks yang kami bentuk sangat baik dalam memberikan awareness akan fitur maupun solusi Sleekr,” ujar Suwandi.
Kini dengan sebanyak enam puluh Sleekr-mates (sebutan untuk karyawan Sleekr) dengan setengahnya menangani engineering, dalam 1-2 tahun ke depan, Sleekr masih akan agresif menyediakan fitur yang dibutuhkan pelanggan. Suwandi menyatakan bahwa Sleekr adalah perusahaan teknologi yang menempatkan pelanggan sebagai fokus utama. “Apa yang kami lakukan kami yakini haruslah user focused. Kami akan memperbanyak upaya mendengarkan kebutuhan pelanggan dan menyediakan fitur yang paling dibutuhkan,” ujarnya lagi
Ia menyatakan bahwa pada beberapa bulan lalu pihaknya cukup terkejut saat dihubungi sebuah perusahaan yang merupakan perusahaan terbuka, dengan saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. “Awalnya kami berkesimpulan bahwa produk kami tidak akan cocok untuk mereka, tetapi setelah diskusi awal dan pengenalan produk, ternyata mereka memiliki proses HR yang cukup sederhana dan bisa mendapatkan manfaat sangat besar karena memindahkan proses manual ke otomatis seperti di Sleekr,” papar Suwandi.
Ia menyatakan bahwa pada saat bersamaan, pihaknya juga pernah bertemu sebuah perusahaan yang masih baru, dengan jumlah karyawan hanya sebanyak dua belas orang. “Tetapi proses HR-nya ternyata sangat rumit, perhitungan gaji juga menggunakan banyak parameter yang tidak lazim,” kenangnya. Ia menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya ini, pihaknya belajar bahwa ukuran dan usia perusahaan tidak berbanding lurus dengan kompleksitas.
Suwandi menyatakan bahwa di Indonesia, ada beberapa perusahaan yang memberikan penawaran serupa walaupun model bisnisnya tidak persis sama. Menurutnya, model bisnis perusahaan penyedia solusi HR dan accounting yang lebih tradisional umumnya adalah menjual paket software, menjalankan fase implementasi, hingga melakukan maintenance. “Model ini akan tergantikan oleh model bisnis lain yang lebih fair bagi konsumennya, dalam hal ini perusahaan yang membutuhkan solusi HR ataupun accounting,” tandasnya.
Penulis | : | Indah PM |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR