Langkah ini menuai kritik tajam karena menurut para pengamat, teknologi tidak selalu benar. Dalam situasi damai saja, kesalahan identifikasi bisa menyebabkan salah tangkap orang. Dalam situasi perang, kesalahan yang sama bisa menghilangkan nyawa orang yang tidak bersalah.
Meski sistem telah melakukan ribuan query sebelum memberikan hasil identifikasi dan verifikasi dan Clearview mengeklaim akurasi sistemnya mencapai 99%, para pengamat menilai penggunaan AI di sini berpotensi membahayakan keselamatan orang.
Dikutip dari BBC.com, seorang pakar facial recognition dari IPVM, Conor Healy menegaskan bahwa AI bukanlah cara yang 100 persen akurat untuk menentukan apakah seseorang itu kawan atau lawan.
Mengambil Keputusan Taktis
Dalam situasi konflik AI juga dimanfaatkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Seperti di dunia bisnis, informasi merupakan aset penting dalam perang. Di sini AI digunakan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memilah data-data sehingga menghasilkan insight yang optimal untuk mengambil keputusan taktis. Data-data tersebut dikumpulkan dari medan konflik oleh pasukan drone yang juga dibekali kecerdasan buatan atau gambar yang diambil dari satelit.
Perang Informasi vs Identifikasi Informasi Palsu
Peran AI juga vital dalam perang informasi. Teknik-teknik berbasis AI, seperti deepfake, berpotensi dimanfaatkan untuk mendukung penyebaran informasi yang salah. Deepfake adalah video rekayasa atau materi digital yang dibuat oleh kecerdasan buatan yang canggih hingga menghasilkan gambar dan suara yang terlihat dan terdengar asli.
Sebaliknya, machine learning dapat digunakan untuk mendeteksi informasi palsu atau hoaks, misalnya mengotomatisasi proses deteksi dan menganalisisnya. Teknik ini sudah diterapkan oleh platform-platform media sosial.
Dokumentasi Kejahatan Perang
Contoh penerapan AI lainnya adalah menganalisis open source intelligence (OSINT) dalam berbagai bentuk, mulai dari video TikTok dan posting Telegram tentang formasi pasukan dan serangan yang diunggah oleh warga Ukraina sampai dengan gambar-gambar yang dikirim satelit.
Sebelum teknologi otomatisasi dikembangkan, volume data OSINT yang tumbuh pesat menjadi tantangan tersendiri dalam proses analisis. Berkat AI, para analisis intelijen dapat memanfaatkan OSINT sebagai fondasi untuk membantu mengungkap ancaman tersembunyi, menguatkan pelaporan rahasia, dan menentukan target yang menjamin pengumpulan intelijen tradisional yang intensif sumber daya.
Dengan hasil analisis ini, kelompok masyarakat sipil dapat melakukan pengecekan fakta terkait klaim yang dibuat pihak-pihak yang terlibat konflik. Hasil analisis itu juga dapat mendokumentasikan potensi kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di medan perang. Informasi ini bisa menjadi hal yang penting ketika ada penuntutan kejahatan perang di masa depan.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR