Tak dapat dipungkiri, saat ini peran perempuan dalam ekonomi masih belum mendapat posisi yang setara dengan kolega laki-laki.
Pandangan yang bias gender tersebut sangat mendominasi dunia bisnis di tanah air dan Asia pada umumnya.
Presidensi B20 Indonesia bekerja sama dengan Departemen Perdagangan Amerika Serikat (U.S Trade of Commerce) menggelar Roundtable Luncheon bertemakan “Memajukan Pemberdayaan Ekonomi Gender melalui Perdagangan Internasional" dengan Director US Trade and Development Agency Enoh T. Ebong dan Pamela Phan, Wakil Asisten Sekretaris untuk Asia, US Trade of Commerce bersama delegasi Departemen Perdagangan US yang sedang melakukan kunjungan bisnis ke Indonesia, Senin (6/6/2022) di Jakarta.
Selain dihadiri Ketua Penyelenggara B20 Indonesia Shinta Kamdani yang juga WKU Bidang Kemaritiman, Investasi dan Luar Negeri KADIN Indonesia, forum ini juga menghadirkan sejumlah pemimpin bisnis perempuan dari perusahaan terkemuka di Indonesia.
Beberapa dari mereka di antaranya adalah Friderica Widyasari (Komisioner OJK), Neneng Goenadi (Country Managing Director at Grab Indonesia), Febriany Eddy (CEO of PT Vale Indonesia), Christin Djuarto (Executive Director of Shopee Indonesia), Parwati Surjaudaja (President Director of Bank OCBC NISP), dan Dian Siswarini (President Director of XL Axiata).
Menurut Shinta, forum diskusi ini digelar untuk mendiskusikan mengenai persoalan kesenjangan gender dalam dunia bisnis, perdagangan dan entrepreneurship, terutama di Indonesia.
“Diskusi ini ingin mendorong peran dan pelibatan perempuan dalam bisnis dan perdagangan global secara lebih masif dan mengatasi persoalan kesenjangan gender yang selama ini mendominasi dunia bisnis global. Hal ini dilakukan untuk membangun pertumbuhan masa depan yang lebih adil dan inklusif,” kata Shinta yang juga CEO Sintesa Group ini.
B20 Indonesia, kata Shinta akan menyuarakan prinsip inklusivitas dan kesetaraan dalam membentuk arah pemulihan ekonomi global, serta pemberdayaan perempuan di Indonesia dan negara-negara berkembang.
Hal itu disoroti karena rendahnya keterwakilan perempuan dalam ekonomi global dan kepemimpinan bisnis merupakan permasalahan yang rumit.
Lebih lanjut, pada kesempatan ini para pemimpin bisnis yang hadir juga mengutarakan inisiatif yang telah dilakukan untuk menutup kesenjangan peran perempuan dan laki-laki pada perusahaan yang mereka pimpin.
Febriyani Eddy, CEO Vale Indonesia Tbk menyatakan bahwa upaya pemberdayaan perempuan di industri pertambangan telah dilakukan untuk menuju pertambangan yang berkesinambungan.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Vale Indonesia Tbk adalah melalui program sponsorship, sebuah program afirmasi untuk mempersiapkan karyawan perempuan menduduki jabatan strategis di dalam perusahaan.
Sementara, Noni Purnomo, Presiden Direktur Blue Bird Tbk menyampaikan tantangan untuk menambah pengemudi perempuan.
Namun demikian, berbagai upaya untuk menarik minat perempuan menjadi bagian dari pengemudi armada perusahaan taksi terbesar di Indonesia ini telah dilakukan, salah satunya dengan memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara pengemudi laki-laki dan perempuan.
“Sehingga diharapkan dapat menjamin ketenangan dan keamanan bagi semua pengemudi Blue Bird di lapangan,” Noni.
Saat ini merujuk data yang dimiliki World Trade Organization (WTO), perusahaan yang terlibat di dalam perdagangan internasional diketahui sebesar 33% lebih banyak perempuan, dan lebih banyak membayar pekerja perempuan.
Menurut Bank Dunia, perempuan memiliki 23% usaha mikro dan kecil, dan angkanya meningkat setiap tahun.
Perdagangan juga menciptakan pekerjaan yang lebih baik untuk perempuan, misalnya, pekerja perempuan di negara maju dan berkembang hampir 50% lebih mungkin untuk dipekerjakan di posisi formal jika mereka bekerja di industri yang berorientasi pada ekspor dan masuk kedalam rantai rantai nilai global.
Hal ini sejalan dengan riset OECD dan ILO yang mengatakan sekitar 2 miliar orang (lebih dari 61% penduduk dunia yang bekerja) berada dalam pekerjaan informal yang sangat rentan dan tinggi resikonya.
Secara global, 28% pekerja informal perempuan adalah pekerja rumah tangga, dibandingkan dengan 8,7 persen untuk laki-laki dan dari angka itu, 14% perempuan yang bekerja di sektor informal bekerja kurang dari 20 jam seminggu.
Kerentanan itu semakin tinggi dalam situasi pandemi. Survei International Trade Center tentang dampak COVID-19 di kalangan bisnis di 136 negara menunjukkan bahwa usaha mikro yang dipimpin perempuan 27% lebih mungkin untuk tidak selamat dari pandemi.
Hal ini terkait dengan akses permodalan yang sulit didapat hingga sulitnya melakukan transaksi penjualan di tengah pembatasan sosial saat pandemi.
Kendati begitu, penelitian Power of Parity dari Mckinsey Global Institute yang memetakan 15 indikator gender di 95 negara memperlihatkan adanya kemajuan di Indonesia terkait kesetaraan gender.
Indonesia disebut membawa lebih banyak perempuan ke dunia kerja dan penyumbang terbesar bagi kesetaraan gender.
Perempuan membentuk sekitar 39 persen dari angkatan kerja Indonesia, meningkat dari 2014 hingga 2019 dan sedikit di atas rata-rata 38 persen untuk 95 negara yang diteliti.
Pada kesempatan ini, Friderica Widyasari selaku Komisioner OJK menyampaikan pentingnya program literasi finansial untuk mendukung pengusaha perempuan mengakses pasar modal.
Persoalan ketimpangan gender menjadi momok yang menahun salah satunya diakibatkan dari tidak meratanya pendidikan yang berkualitas bagi anak perempuan.
Hal ini membuat perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama dengan pria dalam lapangan kerja sehingga mengurangi akses perempuan terhadap benefit dari ekonomi formal.
Menanggapi situasi ini, Blue Bird memiliki program untuk memberdayakan istri dari pengemudinya dengan cara memberikan bantuan modal untuk usaha kecil, sehingga dapat menambah pemasukan bagi keluarga.
Pemberian beasiswa kepada keluarga besarnya juga menjadi program rutin Blue Bird, dengan menargetkan 50% untuk anak perempuan.
Selain itu, mendukung pengusaha perempuan adalah salah satu jalan terbaik untuk memajukan kesetaraan ekonomi gender.
Kewirausahaan perempuan menghasilkan pendapatan, meningkatkan PDB, dan dapat memiliki multiplier effect melalui penciptaan lapangan kerja dan inovasi.
Sebuah laporan dari BCG pada tahun 2019 memperkirakan bahwa jika perempuan dan laki-laki berpartisipasi secara setara sebagai pengusaha, PDB global dapat meningkat sekitar 3-6 persen, meningkatkan ekonomi global sebesar $2,5 hingga $5 triliun.
Mengenali potensi ini memerlukan solusi signifikan terhadap hambatan yang menghalangi bisnis yang dipimpin perempuan termasuk menghilangkan hambatan perdagangan yang menghalangi akses perempuan ke pasar internasional dan meningkatkan akses perempuan ke pendidikan, layanan keuangan, dan teknologi digital.
Oleh karena itu, kerja sama global diperlukan untuk menjaga fondasi pemulihan yang cepat dan membangun ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan yang tidak menyisakan perempuan di masa depan.
Upaya untuk memberikan akses yang luas bagi pengusaha perempuan juga dilakukan oleh Shopee Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Direktur Eksekutifnya, Christin Juarto, Shopee Indonesia menyediakan platform teknologi yang mudah digunakan untuk menjangkau pelanggan yang lebih luas.
Hal senada juga disampaikan oleh CEO XL Axiata, Dian Siswarini, yang menyampaikan bahwa “Sisternet Program” sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan literasi digital di Indonesia, telah diluncurkan sebagai salah satu program di W20.
Neneng Goenadi, Country Managing DIrector Grab Indonesia menambahkan, saat ini telah diupayakan untuk memberikan literasi digital bagi perempuan pengusaha di wilayah pedesaan. Sehingga pengusaha kecil di pedesaan juga dapat berperan di dalam digital market.
Lebih lanjut, tahun ini B20 Indonesia melalui “Women in Business Action Council (WiBAC)” merumuskan beberapa kebijakan khusus yang sudah diamanatkan pada rekomendasi B20 sebelumnya dan mendorong negara-negara anggota G20 untuk menetapkan mekanisme pelaporan indikator gender yang wajib dimasukkan dalam laporan tahunan perusahaan sebagai bagian penting dalam akuntabilitas dan transparansi perusahaan.
Kerangka pelaporan indikator gender ini bertujuan menghilangkan hambatan yang membatasi keterwakilan perempuan secara setara di posisi kepemimpinan tingkat menengah dan senior, mendorong terbentuknya wadah yang dapat meningkatkan akses perempuan ke pelatihan kepemimpinan dan peluang kerja bagi perempuan. Tentunya Indonesia harus menjadi pelopor dalam aksi ini.
Untuk mencapai itu, kata Shinta, WiBAC telah mengidentifikasi beberapa tujuan kebijakan yang sudah dirumuskan dan didorong sebagai rekomendasi yakni memberdayakan pengusaha wanita, mengaktifkan kemampuan digital dan kepemimpinan perempuan dan mempromosikan tempat kerja yang aman dan adil.
Hal ini sangat penting dalam memastikan kesetaraan gender dalam dunia bisnis yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi global.
“Kami juga menargetkan One Global Women Empowerment (OGWE), yang mewadahi pemerintah, bisnis, dan pemangku kepentingan lainnya memfasilitasi dukungan dan pemberdayaan perempuan, baik sebagai pebisnis maupun profesional di dunia kerja. Nantinya secara global akan dibentuk badan permanen yang akan menyediakan platform pemberdayaan untuk mempercepat akses perempuan dalam dunia bisnis, menavigasi lingkungan bisnis, berkolaborasi dalam ekosistem serta mengakses sumber daya untuk membangun pengetahuan dan kemampuan yang setara,” kata Shinta.
OGWE nantinya akan membahas 5 kebutuhan kritis yang dibutuhkan untuk mengangkat peran dan martabat perempuan dalam dunia bisnis, yaitu Crowdsource, untuk berbagi kebijakan yang berhasil dan mempromosikan ide, program, dan kemitraan; Crowdfund, untuk berinvestasi dalam pemberdayaan perempuan pengusaha dan perempuan di dunia kerja; Ada juga Curate, untuk memberikan referensi atau pedoman program pelatihan dan sumber daya untuk mengembangkan kemampuan; Clarification, untuk mendukung perempuan dalam memahami peraturan, undang-undang, dan persyaratan untuk meningkatkan skala bisnis mereka dan; Communication untuk terus memperbarui, menginformasikan dan melaporkan kepada komunitas OGWE dan masyarakat umum tentang inisiatif dan pencapaian yang diraih perempuan secara global.
Terakhir, lanjut Shinta, ada 3 hal yang dibutuhkan perempuan dalam bisnis, antara lain akses ke market, akses finansial, dan peningkatan kapasitas.
Selain itu, salah satu hal yang sangat penting dalam lingkup bisnis di Indonesia dan dunia adalah edukasi tentang kesetaraan gender, khususnya bagi para kaum pria.
Ini penting untuk mendorong terwujudnya komunikasi yang baik antara kaum perempuan dan laki-laki dalam berbagai forum.
Delegasi Amerika Serikat menyampaikan bahwa mereka berencana untuk mengadakan program mentorship bagi para perempuan yang berada di industri teknologi dan ingin bekerja sama dengan dunia bisnis di Indonesia.
Lebih jauh mereka juga menyampaikan aspirasi mengenai program clean energy yang mengutamakan konsep B2B, fokus kepada infrastruktur dan bagaimana hal tersebut dalam memperbaiki kondisi hidup perempuan.
Amerika Serikat juga tertarik untuk membantu pembangunan Nusantara, calon ibukota baru dengan mengembangkan konsep smart city.
Selain menggelar diskusi perdagangan dan pemberdayaan gender, Roundtable Luncheon ini juga menyajikan masakan Indonesia yang lezat sebagai bagian dari diplomasi budaya Indonesia yang dikenal kaya akan keragamannya.
Baca Juga: Kesehatan Global, Transisi Energi, dan Digitalisasi Jadi Topik Utama WEF 2022
Baca Juga: B20 Indonesia: Mendorong Adaptasi Dunia Pendidikan di Era Digital
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR