Belakangan kata “6G” mulai lebih sering terbaca atau terdengar. Ambil contoh di InfoKomputer; sekitar dua tahun terakhir artikel yang mengandung 6G hadir lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Lalu apa itu 6G? Seperti yang mungkin sudah diketahui maupun diduga sebagian dari Anda, 6G adalah generasi selanjutnya dari 5G. Seperti yang InfoKomputer tuliskan di sini, 5G merupakan generasi kelima dari teknologi (nirkabel) seluler. Jadi, 6G adalah generasi keenam dari teknologi seluler.
Mulai lebih sering terbaca atau terdengarnya 6G adalah hal yang wajar. Pasalnya 5G sudah mulai diterapkan di berbagai negara di dunia dan akan makin bertambah. Di Indonesia sendiri sejumlah operator telekomunikasi seluler telah menyediakan jaringan 5G secara terbatas. Smartphone yang mendukung 5G yang dimaksud di Indonesia pun makin banyak. Langkah selanjutnya sehubungan pengembangan tentunya adalah meningkatkan lagi teknologi seluler tersebut, tidak hanya meningkatkan 5G lebih jauh melainkan juga mengembangkan generasi berikutnya alias 6G.
Seperti 5G yang menawarkan sejumlah kelebihan dibandingkan 4G, 6G juga sewajarnya menawarkan sejumlah kelebihan dibandingkan 5G. Namun, 6G masihlah dalam tahap awal pengembangan sehingga spesifikasinya masih dalam pengerjaan. Dengan kata lain, belum diketahui secara persis bagaimana sebenarnya persyaratan suatu jaringan seluler di dunia bisa disebut secara resmi sebagai 6G.
Hal berbeda tentunya dengan 5G dan 4G. Persyaratan untuk 5G misalnya telah ditetapkan pada IMT-2020 (International Mobile Telecommunications-2020) oleh ITU (International Telecommunication Union). ITU sendiri adalah agensi khusus PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk TIK (teknologi informasi dan komunikasi). Dalam hal ini, ITU yang menetapkan standar global untuk 5G dan 4G, serta nantinya 6G. Memang terdapat IMT Vision for 2030 and beyond, tetapi juga masih berupa draft.
Namun, beberapa vendor peralatan jaringan seluler sudah mulai menyampaikan targetnya/keinginannya sehubungan 6G. Ericsson contohnya memiliki visi bahwa 6G akan membolehkan dunia siber dan dunia fisik terhubung terus-menerus sehingga membentuk cyber-physical world untuk menjawab kebutuhan dan keinginan masyarakat masa depan. Nokia misalnya menyebutkan 6G akan menghadirkan dunia yang meleburkan ranah digital, fisik, dan manusia menjadi satu sehingga memberikan pengalaman immersive yang revolusioner. Begitu pula Huawei yang mengatakan 6G akan menyediakan sambungan komunikasi untuk melebur dunia siber, fisik, dan biologis menjadi satu sehingga mengantarkan ke era yang semuanya akan di-sense, terkonkesi, dan pintar.
Sejalan dengan itu, Ericsson mengatakan 6G seharusnya memiliki kecepatan transfer data lebih dari 100 Gbps, latensi kurang dari 1 ms, dan area traffic capacity lebih dari 100 Mbps/m2. Nokia pun menyebutkan 6G akan membolehkan kecepatan transfer data maksimum (peak) lebih dari 100 Gbps dan latensi kurang dari 1 ms. Sementara, Huawei mengatakan KPI (key performance indicator) dari 6G antara lain adalah kecepatan transfer data maksimum sampai 1 Tbps, latensi kurang dari 1 ms, dan kepadatan koneksi sebanyak 10 juta perangkat/km2.
Sebagai perbandingan, 5G, tepatnya IMT-2020, memiliki kecepatan transfer data maksimum sebesar 20 Gbps, latensi 1 ms, area traffic capacity 10 Mbps/m2, dan kepadatan koneksi 1 juta perangkat/km2. Dengan kata lain, 6G seharusnya menawarkan kelebihan terhadap 5G setidaknya berupa kecepatan transfer data, latensi, area traffic capacity, dan kepadatan koneksi yang jauh lebih baik. Namun, sekali lagi, kita harus menunggu sampai spesifikasi “resmi” dari 6G tersedia. Nokia misalnya menyebutkan spesifikasi pertama dari 6G akan hadir pada tahun 2028. Kehadiran jaringan 6G secara komersial sendiri diyakini banyak pihak mulai pada sekitar tahun 2030.
KOMENTAR