Harga Bitcoin (BTC) terjun bebas. Saat ini, harga satu Bitcoin berada di kisaran angka US$18 ribu (sekitar Rp.268 juta). Padahal, pada masa jayanya di November 2020, harga Bitcoin mencapai angka US$69 ribu.
Dengan kata lain, dalam waktu kurang dari 18 bulan, harga Bitcoin (BTC) turun 75%. Harga Bitcoin tidak pernah serendah ini sejak tahun 2017.
Apa sebenarnya yang menyebabkan harga Bitcoin (BTC) turun? Berikut beberapa penyebabnya yang saling terkait.
1. Krisis ekonomi global
Saat ini, kondisi ekonomi dunia dibayang-bayangi resesi. Keputusan bank sentral AS menaikkan suku bunga meningkatkan risiko resesi karena bunga pinjaman yang semakin mahal. Ketika resesi terjadi, aset dengan risiko tinggi seperti Bitcoin (dan juga saham) menjadi semakin beresiko. Investor pun ramai-ramai menukar bitcoin dan cryptocurrency ke aset yang lebih aman.
2. Investor Panik
Ketika harga Bitcoin (BTC) turun, investor pun mulai panik dengan menukarkan Bitcoin-nya. Banyak yang menjual aset crypto-nya, namun sedikit yang membeli. Walhasil, nilainya pun jatuh. Secara total, nilai cryptocurrency saat ini hanya US$1 triliun, atau sepertiga dari masa jayanya.
Kehancuran nilai cryptocurrency ini bahkan melanda stable-coin seperti Tether dan Luna. Sebagai informasi, stable coin adalah cryptocurrency yang diikat oleh aset tertentu (seperti dollar, emas atau aset lain). Stable coin seharusnya aman dari fluktuasi tajam karena ada “jaminan” aset lain yang nilainya tetap. Namun tetap saja, stable coin kehilangan nilai yang signifikan.
3. Krisis Kepercayaan
Di tengah kepanikan pasar, ekosistem cryptocurrency ternyata memang kelihatan “belangnya”. Kebangkrutan Luna, misalnya, disinyalir karena kecurangan Do Kwon, penggagas Luna. Do Kwon disebut mengetahui kelemahan algoritma Luna, namun menutup-nutupinya. Ketika pasar Luna hancur, Do Kwon bahkan mengkonversi aset Luna-nya secara secara diam-diam.
Contoh bobroknya pasar cryptocurrency juga tercermin dari insiden Celsius Network. Celsius ini bisa diibaratkan bank yang menyimpan aset cryptocurrency nasabah dengan janji bunga tinggi.
Minggu lalu, Celsius tidak melayani lagi penarikan aset cryptocurrency nasabahnya karena kesulitan likuiditas. Dana nasabah dengan total US$12 milar yang dikelola Celsius pun tidak jelas nasibnya.
Ether, salah satu stable-coin terbesar, juga mulai kelihatan belangnya. Awalnya, Ether mengaku mengikat cryptocurrency-nya ke aset aman dan cair seperti obligasi. Namun belakangan diketahui, sebagian aset yang dimiliki Ether adalah surat utang perusahaan yang cenderung beresiko dan sulit dicairkan.
Jika semakin banyak pemegang Ether mengkonversi crypto-nya, Ether kemungkinan juga akan mengalami masalah likuiditas alias kehabisan uang. Jika itu terjadi, kepercayaan akan pasar cryptocurrency dipastikan akan semakin turun lagi.
Jadi boleh dibilang, badai yang melanda Bitcoin dan cryptocurrency belum akan berakhir. Nilai Bitcoin (BTC) yang saat ini sudah jatuh, bisa jadi akan jatuh semakin dalam lagi.
Penulis | : | Wisnu Nugroho |
Editor | : | Wisnu Nugroho |
KOMENTAR