Studi terbaru Aruba, perusahaan Hewlett Packard Enterprise, mengungkap peningkatan minat terhadap layanan Network-as-a-Service (NaaS). Ini alasan dan tantangannya.
Survei ini mendapati bahwa ketika sebuah perusahaan mempercayakan 50% dari implementasi jaringan, operasional, dan manajemen life cycle kepada pihak ketiga secara berlangganan, maka NaaS adalah konsep yang dibicarakan oleh 93% perusahaan di Asia Pasifik dan Jepang (APJ)pada kapasitas tertentu. Bahkan, topik ini sering dibicarakan oleh dua dari lima perusahaan (39%).
Manfaat NaaS Bagi Bisnis
Apa yang melatarbelakangi ketertarikan responden terhadap NaaS? Ternyata efisiensi keuangan adalah salah satu manfaat utama yang mereka harapkan.
Lebih dari empat dari lima (82%) responden berharap bahwa NaaS dapat membantu mengurangi biaya operasional, dan 51% berpikir bisa beralih dari CapEx ke OpEx.
Alasan lain untuk memilih NaaS menurut survei Aruba ini adalah fleksibilitas yang lebih besar, baik dalam hal jaringan maupun waktu tim. Keamanan yang lebih maksimal juga disebutkan oleh responden.
Sebanyak 77% perusahaan di APJ setuju bahwa fleksibilitas untuk meningkatkan kapasitas jaringan sesuai kebutuhan bisnis sangat penting bagi mereka. Dan 84% merasa hal itu berpotensi mengubah cara mereka mengelola aktivitas bisnis. Bahkan, sebanyak 71% yakin bahwa fleksibilitas itu akan memberikan mereka lebih banyak waktu untuk menciptakan inovasi-inovasi dan inisiatif-inisiatif yang strategis.
Sementara itu, sebagian besar (92%) setuju bahwa sangat menarik jika pusat operasional bisa membantu mereka mengelola jaringan selama 24 jam.
Selain itu, 50% responden berharap NaaS bisa membantu mereka mengurangi jumlah staf TI. Menurut responden, Sementara 71% meyakini, NaaS justru akan memberikan lebih banyak waktu kepada tim untuk menciptakan inovasi dan inisiatif-inisiatif strategis (71%).
Tantangan Implementasi
Ketertarikan terhadap NaaS meningkat. Namun laporan Aruba juga mengungkap adanya sejumlah hambatan yang perlu menjadi perhatian perusahaan dalam implementasi NaaS.
Para pemimpin teknologi menyampaikan beberapa kekhawatiran terbesar mereka, antara lain mendapatkan budget (64%), keinginan untuk tetap mengelola jaringan secara in-house (61%), dan aturan anggaran dan siklus investasi (53%).
Namun, menurut Aruba, ketika lebih ditelusuri secara mendalam, terungkap hambatan yang lebih fundamental, yaitu kurangnya pemahaman yang menyeluruh mengenai NaaS. Meskipun 100% pemimpin teknologi mengatakan sudah familiar dengan istilah NaaS, hanya 67% yang mengklaim benar-benar memahami arti sebenarnya dari NaaS.
Meski sebagian besar perusahaan yang membicarakan mengenai NaaS mengerti apa arti NaaS (68%), adanya kesenjangan edukasi masih terlihat dalam persepsi mengenai daya saing NaaS. Hanya 27% dari para pemimpin teknologi yang melihat NaaS sebagai solusi yang mapan dan memiliki viabilitas. Sisanya antara menganggap NaaS sebagai sebuah konsep untuk mencari market (40%) atau sebagai awalan belaka (33%).
“Di saat kita bangkit dari pandemi, kebutuhan akan kelincahan dan fleksibilitas dalam kepemilikan dan operasional jaringan menjadi sangat besar,” ujar Justin Chiah, Senior Director, South East Asia, Taiwan, and Hong Kong (SEATH) di Aruba, perusahaan Hewlett Packard Enterprise.
“Kita tahu bahwa NaaS bisa memberikan fleksibilitas besar yang dibutuhkan oleh banyak perusahaan pada saat pemulihan dan selanjutnya, serta memecahkan berbagai masalah, mulai dari masalah keamanan dan skalabilitas, hingga penghematan yang signifikan. Meski sebagian besar perusahaan sudah tahu manfaat NaaS, ada kesenjangan edukasi tentang viabilitas NaaS. Dengan demikian, kita harus fokus untuk menjembatani kesenjangan ini sehingga perusahaan-perusahaan bisa meraih potensi NaaS sepenuhnya,” pungkasnya.
Hasil riset selengkapnya dapat dilihat di sini.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR