Penulis: Alessandro Chimera (Director of Digitalization Strategy, TIBCO)
Industri perbankan telah melalui berbagai siklus evolusi selama berabad-abad. Kita sudah meninggalkan zaman dulu, dengan brankas penyimpanan di era Wild West dan arsitektur zaman Viktoria yang identik dengan aula yang luas dan struktur bangunan marmer, menuju era saat ini.
Dewasa ini, kita telah beralih dengan cepat dari petugas di meja ke ATM, dan di beberapa negara juga terdapat layanan tanpa turun (drive-through) dengan fasilitas parkir. Namun, temuan-temuan modern ini pun juga sudah mulai dilampaui, diperbarui, dan digantikan.
Akses dari Mana Saja, tanpa Gesekan, tanpa Hambatan
Didorong oleh peningkatan popularitasnya di kalangan muda-mudi generasi Z, sistem pembayaran elektronik dan penggunaan aplikasi perbankan telah menjadi hal umum. Kini, kita berekspektasi untuk dapat melakukan transaksi, mengakses uang, dan berinteraksi dengan layanan perbankan di mana pun dan kapan pun dengan bebas hambatan dan aman melalui perangkat pilihan kita.
Dengan munculnya generasi baru ‘bank penantang’ yang bahkan tidak berinvestasi untuk bangunan fisik, dan dengan bayang-bayang mata uang kripto, kita memerlukan pendekatan baru dalam mengamankan sistem perbankan digital dan ekonomi yang makin terdigitalisasi dari risiko penipuan transaksi.
Risiko yang timbul dari pemakaian kanal transaksi digital yang masih berevolusi dewasa ini tergolong banyak dan berlapis. Seiring pemakaian dompet mobile dan aplikasi perbankan, kita makin meningkatkan kecepatan berjalannya transaksi. Hal ini menyulitkan kemampuan untuk mencermati, memeriksa, dan menganalisis setiap transaksi untuk menilai risikonya menjadi penipuan.
Semua ini terjadi saat bank sendiri memiliki beragam masalah akibat buruknya pengelolaan, pemeliharaan, pengorganisasian, dan kestabilan data selama beberapa tahun atau dekade. Saat sejumlah silo data yang tidak saling terhubung dan selaras digabungkan, rintangan tradisional pada organisasi dapat menjadi hambatan bagi terciptanya bisnis yang terhubung dan sigap.
Menghindari Kesalahan Positif Palsu
Tantangan besar bagi organisasi yang mengoperasikan sistem perbankan modern adalah perjuangan menghadapi kesalahan positif palsu (false positive). Saat transaksi ditandai sebagai potensi penipuan walau sebenarnya bukan, layanan jadi tertunda, sehingga pelanggan pun frustrasi dan dapat berakhir dengan berpindah bank.
Positif palsu terjadi di mana-mana. Situs web analisis berita global, Global Investigations Review/GIR, mengestimasi bahwa 98% peringatan dari sistem perbankan digital tidak pernah berujung pada Laporan Transaksi Mencurigakan (Suspicious Transaction Report/STR). Kejadian seperti ini dapat mengakibatkan kerugian pada bank berupa denda dan jatuhnya reputasi.
Di dunia yang sarat pemrosesan pembayaran secara hampir instan, sistem pendeteksian penipuan yang berbasis peraturan tradisional hanya bisa sebagus kode rancangannya. Dalam hal ini, sistem tersebut tidak cukup pintar.
Harusnya ada cara yang lebih baik — dan memang ada; kita bisa menggunakan pendeteksian anomali.
Pendeteksian Anomali
Berdasarkan definisi resminya, anomali adalah variasi atau penyimpangan tak terduga dari pola yang diharapkan dalam set data tertentu. Penyimpangan ini mengindikasikan bahwa satu atau lebih kondisi input telah berubah; dan pergerakan di luar apa yang bisa didefinisikan sebagai kondisi ‘normal’ dapat digunakan untuk memicu tanggapan yang tepat, sehingga menjadi langkah melawan penipuan, kebocoran keamanan, atau bahkan masalah kinerja operasional.
KOMENTAR