Sejak bulan Mei lalu, industri perbankan digital di tanah air kedatangan pemain baru, yaitu Allo Bank. Strategi apa yang diterapkan bank digital besutan CT Corps ini untuk memikat nasabah?
Allo Bank hadir tepat di saat industri perbankan di tanah air sedang memasuki babak baru perjalanannya. Perubahan sebelumnya adalah bank konvensional yang mengelola uang nasabah menjadi bank modern yang mengelola aset nasabah.
“Dan sekarang kita masuk pada babak bagaimana bank mengelola kehidupan orang atau nasabah. Nah, itulah bank digital,” jelas Indra Utoyo, Chief Executive Officer (CEO), Allo Bank.
Oleh karena itu, Allo Bank mengusung tagline "all in one, one for all, all for one". "Ini sebuah mantra bahwa layanan Allo Bank adalah sebuah super apps, satu aplikasi yang bisa memudahkan aktivitas kehidupan dari bangun tidur sampai tidur lagi, dari lahir sampai meninggal. Itulah yang menjadi visi kami," jelas profesional yang berkecimpung di bidang teknologi selama lebih dari tiga dekade ini.
Ekosistem Adalah Kunci
Sebagai konsekuensinya, Allo Bank harus ditopang dan tumbuh di tengah ekosistem bisnis yang berhubungan dengan aktivitas nasabah sehari-hari. "Ya, khususnya untuk Allo Bank ini, ke depan, kuncinya ada di ekosistem. Ekosistem apa? Ekosistem jaringan bisnis baik offline maupun online yang bersinergi secara bersama-sama akan dibesarkan dan membesarkan Allo Bank," tegas Indra Utoyo.
Ekosistem jaringan bisnis ini berupa jaringan retail, jaringan groceries, food & beverage, fesyen, mal, hiburan, studio, dan sebagainya. Integrasi berbagai jaringan tersebut dengan Allo Bank diharapkan akan mendorong nasabah bertumbuh lebih banyak dan sering berinteraksi serta bertransaksi.
Sebagai bagian dari CT Corps, Allo Bank sebenarnya sudah berada di tengah ekosistem yang cukup lengkap. "Allo Bank tumbuh diawali dengan terintegrasi dengan jaringan ekosistem CT Corps yang merupakan salah satu jaringan bisnis terbesar, ada jaringan retail, jaringan properti, mal, studio, media dan jaringan keuangan. Ini sebuah basis bagi Allo Bank untuk tumbuh dan berkembang bersama ekosistem," jelas Indra.
Namun hal itu dirasa belum cukup oleh Indra Utoyo. Menurutnya, Allo Bank akan terus berintegrasi dengan ekosistem-ekosistem lainnya secara inklusif, diawali dari jaringan milik para mitra strategis dan pemegang saham, seperti Indomaret, Indogrosir, Bukalapak, Grab, dan Traveloka.
“(Ekosistem) ini akan terus kami kembangkan karena kuncinya sekarang ada di kolaborasi dan inklusivitas, karena obsesi kami adalah memberikan kemudahan kehidupan bagi customer,” jelas peraih gelar Doktor di bidang Strategic Management dari Universitas Indonesia ini.
Selain memudahkan nasabah, ekosistem jaringan bisnis offline ini pun berperan sebagai “kantor cabang” fisik bagi bank digital. Hal ini tentu membawa ingatan kita pada konsep branchless banking yang pernah ramai digadang-gadang beberapa tahun lalu. Para mitra di ekosistem lah yang berperan sebagai kanal fisik bagi bank digital, seperti Allo Bank.
Tiga Landasan Teknologi
Ketika Allo Bank harus bertumpu pada kekuatan integrasi, kecepatan layanan, interaksi dengan nasabah, dan kemampuan mengelola risiko digital dengan efisien, teknologi apa yang menjadi fokus perhatian?
Indra Utoyo mengemukakan tiga hal yang menjadi pegangan bagi pengembangan teknologi Allo Bank: speed (kecepatan), smart (kecerdasan), dan simplicity (kemudahan/kesederhanaan). Teknologi akan membuat bank lebih cerdas dalam melayani nasabah, misalnya mengenal nasabah dengan lebih baik, memberikan fitur-fitur yang sesuai kebutuhan nasabah, memberikan kecepatan dalam pengembangan produk baru dan inovasi. “Tapi juga harus sangat simpel dari aspek teknologi maupun produknya,” Indra menandaskan.
Secara teknologi, arsitektur yang menopang operasional sebuah bank digital akan sangat berbeda dengan bank konvensional. Indra Utoyo menjelaskan bahwa bank digital dirancang untuk menyasar mass market dan melayani kebutuhan sehari-hari nasabah sehingga transaksi yang terjadi adalah transaksi dengan nilai kecil-kecil tapi dalam volume besar dan frekuensi tinggi.
“Untuk itu, pertama tentu arsitekturnya harus sangat granular, harus composable, seperti lego. Kemudian juga harus sangat cepat, kalau ada perkembangan trafik yang besar harus bisa menambah kapasitas dengan sangat cepat, misalnya menggunakan cloud,” jelas Indra.
Sementara untuk memiliki kecerdasan, Allo Bank memanfaatkan teknologi seperti big data analytics, artificial intelligence, machine learning, dan sebagainya. “Sehingga kami bisa makin engaged dengan customer, bisa lebih efisien dalam mengelola risiko digital, fraud, dan sebagainya,” jelasnya.
Menciptakan Value
Tak salah jika Chairul Tanjung memilih Indra Utoyo sebagai komandan bank digital milik CT Corps ini karena ia bukanlah sosok asing di bidang perbankan digital maupun di dunia teknologi.
Pria kelahiran Bandung 17 Februari 1962 ini pernah menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Salah satu tugas Indra Utoyo saat itu adalah mengawal transformasi digital di BRI.
Indra Utoyo juga pernah bekerja di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Selama kurun waktu tersebut ia pernah diamanahi berbagai macam jabatan baik yang terkait teknologi maupun bisnis.
“Kalau dari sisi saya sendiri, maka ini suatu perjalanan yang kalau dilihat seperti ‘connecting the dot’,” ujar Indra mengomentari perjalanan kariernya.
Allo Bank pun dinilai sejalan dengan apa yang diyakini Indra tentang bank digital. “Saya tidak believe pada bank digital murni, saya believe pada bank digital yang kemudian dia diintegrasikan dengan ekosistem jaringan offline bisnis nonfinansial yang biasa sebut ‘phygital’, yaitu perpaduan kekuatan Physical dan Digital,” ujarnya lagi.
Peralihan tugas yang biasa ia emban, memimpin divisi teknologi, menjadi pemimpin bisnis, Indra Utoyo tidak melihat perbedaan yang signifikan.”Digital bank kan perusahaan teknologi cuma punya lisensi bank,” ujarnya seraya tertawa.
Namun tentu saja ia menghadapi tantangan baru, yaitu bagaimana Allo Bank harus menjadi platform digital di tengah-tengah ekosistem bisnis. “Kami harus memahami tantangan maupun program-program pengembangan dari mitra bisnis sehingga kami bisa support berbagai inisiatifnya dan mitra bisnis kami bisa semakin engaged dengan pelanggan, bisa menawarkan produk-produk yang lebih personalized kepada pelanggannya,” jelas Indra.
Oleh karena itu, menurutnya, tugas utamanya sebagai Direktur Utama Allo Bank sejatinya sangat simpel, yaituh menciptakan value. “Perusahaan ini bisa terus tumbuh dengan meng-create value bagi para stakeholder, utamanya tentu bagi customer, sehingga nantinya bisa meng-create pertumbuhan, dan pada akhirnya akan meng-create value yang lebih besar untuk para pemegang saham, dan masyarakat,” ujar penulis buku “Silicon Valley Mindset: Membangun Ekosistem Startup Digital Indonesia” ini.
Hal itu dilakukannya melalui tiga C: Concept, Capability, dan Culture. “Pertama adalah terus mengasah konsep bank digital yang berbasis ekosistem ini sehingga bisa betul-betul relevan dan menjadi utiliti dalam keseharian masyarakat. Aspirasi kami adalah memberikan kemudahan dalam pengalaman kehidupan nasabah, dengan selalu berintegrasi dengan ekosistem yang relevan dengan aktivitas kehidupan,” jelas Indra.
Kedua adalah berinvestasi pada kapabilitas teknologi terdepan sehingga Allo Bank bisa memiliki kecepatan, fleksibilitas, dan insight untuk lebih baik dalam memahamim customer sehingga layanan semakin customized dan personalized. Dan ketiga adalah membangun budaya (culture) yang semakin agile dan kolaboratif untuk selalu melakukan berbagai inovasi.
Melalui penciptaan value dan 3 C ini Indra Utoyo berharap dapat mewujudkan sebuah mimpi besarnya untuk Allo Bank, yaitu menjadi bank digital terbesar yang akan memberikan kemudahan bagi kehidupan setiap orang.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR