Zoom Video Communications, inc. hari ini mengumumkan laporan terbaru mengenai pentingnya institusi-institusi pendidikan di wilayah asia pasifik memprioritaskan perkembangan profesional para tenaga pendidik, khususnya dalam hal pemanfaatan teknologi untuk mengajar.
Laporan itu juga menunjukkan bagaimana platform digital menjawab kebutuhan yaitu meningkatkan kualitas pengalaman pelatihan bagi tenaga pendidik. Hal ini termasuk memindahkan pelatihan ke kanal-kanal online agar mudah diakses oleh tenaga pendidik yang memiliki waktu terbatas, serta membawa pelatihan ke dalam ruang kelas. Harapannya, rekaman kelas dapat terus dipantau untuk memberikan umpan balik terhadap pengajar.
Ricky Kapur (Head of APAC Zoom) mengatakan tenaga pendidik dan administrator perlu bekerja lebih keras untuk mendigitalisasi kurikulum dan menyesuaikan kerangka pendekatan cara mengajar dengan realita baru di dunia pendidikan.
"Meski kelas offline kembali berjalan, banyak sekolah di asia pasifik, termasuk Indonesia, kini tetap menerapkan gaya belajar hybrid. Zoom percaya bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang,” katanya dalam jumpa media secara virtual di Jakarta, Rabu (24/8).
Acara tahunan zoom apac education summit menyatukan pelajaran-pelajaran penting dari transisi ke gaya belajar online selama pandemi, serta rekomendasi yang dapat membantu tenaga pendidik dan administrator dalam membentuk masa depan pendidikan hybrid. Riset ini dilakukan oleh intelligence business research services (ibrs) dan diselenggarakan oleh zoom melalui pendekatan kualitatif, laporan ini ingin membuka wawasan mengenai dampak yangjarang didiskusikan terhadap tenaga pendidik dan administrator di wilayah ini, dengan mengambil masukan dari pemangku kepentingan seperti guru, pimpinan di bidangkurikulum, pimpinan di bidang teknologi dan inovasi, serta jajaran pimpinan universitas.
Joesweeney (IBRS Advisor) mengatakan pandemi telah mendemonstrasikan fleksibilitas yang sangat besar dalam sektor pendidikan kita, yang meliputi betapa cepatnya institusi beralih ke perangkat digital untuk memberikan pengalaman belajar yang konsisten dan dapat diakses oleh para pelajar.
“Untuk membantu para tenaga pendidik dalam mengatur gaya belajar yang senantiasa berubah, penting untuk mengintegrasikan berbagai platform dan
solusi digital ke dalam sebuah ekosistem kohesif yang dapat mengakomodasi pembelajaransecara langsung maupun virtual," katanya.
Hal ini juga berarti mendukung tenaga pendidik dengan platform teknologi yang sesuai, sekaligus menavigasi masa depan dunia pendidikan dilingkup pasca-pandemi, yang mungkin berbeda-beda untuk setiap institusi. Sebagaimana ditunjukkan dalam laporan Kami Bersama IBRS, teknologi komunikasi sangat penting untuk memudahkan tenaga pendidik dalam memberikan instruksi jarak jauh dengan lebih efektif,bermakna dan dengan cara yang membuat para pelajar merasa lebih terlibat.
Poin-poin penting dari laporan ini meliputi: Fokus pada screen time yang bermakna:
Dari semua institusi yang diwawancarai,muncul pendapat kuat bahwa screen time perlu diatur oleh sekolah dengan jelas.
Telah teridentifikasi tantangan bagi sekolah dalam memastikan keterlibatan digital memiliki tujuan dan seimbang terhadap bentuk keterlibatan lainnya. Kemampuan perangkat kolaborasi dan video yang ada dapat dimanfaatkan untuk mengukur screen time dan mengidentifikasi area untuk pengembangan.
Materi belajar yang disampaikan dengan metode ‘drag and drop’ tidak lagiefektif: Pada awal pandemi, banyak tenaga pendidik yang hanya membuat versidigital dari materi-materi belajar yang telah ada dan mengunggahnya ke dalam online learning management systems (LMS) untuk disampaikan.
Namun, materi belajar yang disampaikan dengan metode ‘drag and drop’ tersebut seringkali tidak mudah dipahami oleh para pelajar. Baik sekolah maupun perguruan tinggi melaporkan bahwa dibutuhkan perubahan terhadap pembuatan materi belajar untuk mendukung gaya belajar hybrid, tidak hanya terhadap medium penyampaiannya saja.
Tenaga pendidik juga merasa lebih mudah untuk membagikan materi belajar online dengan satu sama lain dan berkolaborasi mengenai cara terbaik untuk mengajar jarak jauh.
Kesetaraan akses masih menjadi isu penting: Seluruh institusi pendidikan yang diwawancarai menyampaikan bahwa beberapa pelajar mengalami kesulitan terhubung atau tidak memiliki perangkat yang layak untuk memperoleh keterlibatan lebih tinggi saat belajar online.
Meski hal ini menjadi persoalan investasi nasional dalam infrastruktur, beberapa sekolah melakukan perubahan terhadap bagaimana mereka menghemat kuota saat mengajar secara digital, seperti penggunaan videoyang lebih pendek dan berukuran kecil, serta materi belajar yang telah dikompresi.
Pembentukan norma sosial baru dalam timeshifted learning: Banyak institusi kesulitan menyeimbangkan kesediaan waktu tenaga pendidik dengan ekspektasipelajar, mengingat para pelajar menerapkan norma sosial digital terhadap caraberkomunikasi dengan teman-teman mereka, serta interaksi dengan tenaga pendidik.
Hal ini menetapkan ekspektasi yang tidak realistis bagi tenaga pendidik untuk merespon pesan larut malam. Maka dari itu, penting untuk berinvestasi dalam solusi pendidikan yang mendukung timeshifted learning melalui berbagai medium komunikasi.
Kebutuhan untuk memprioritaskan pengembangan profesional para tenaga pendidik: Institusi yang tertinggal dalam pemanfaatan teknologi menemukan bahwakendala waktu untuk pengembangan profesional menjadi isu yang paling parah. Kebiasaan suatu generasi dalam mengajar juga turut menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan tenaga pendidik yang berusia lanjut enggan menerima pelatihan untuk menggunakan perangkat digital.
Namun, banyak tenaga pendidik yang menunjukkan bahwa mereka ingin terus menerima pengembangan profesional dari jarak jauh, yang telah mereka alami selama pandemi.
KOMENTAR