“Ini mengingat sektor travel and tourism ini dianggap masih terpuruk akibat pandemi COVID-19. Padahal kami melihat Indonesia menunjukkan anomali, di mana sektor travel kita pulih lebih cepat dari negara-negara lain,” cetus Edward.
Selain itu, masih banyak dari korporasi yang tidak menyadari bahwa ketika mengubah sistem, juga harus mengubah business process. “Perubahan ini masih sulit diterima korporasi-korporasi,” ucapnya.
Yang terakhir, masih banyak anggapan bahwa biaya atas penggunaan teknologi seperti Opsicorp akan menambah biaya operasional.
Padahal, menurut Edward sebetulnya biaya teknologi ini akan menggantikan biaya gaji karyawan di korporasi.
“Untuk mengatasinya, kami melakukan edukasi, benchmark, dan contoh sukses dari konsumen Opsigo yang berhasil menerapkan transformasi digital. Melalui success story ini, yang menunjukkan bukti penghematan, perlahan mereka juga bisa berubah. Selama COVID-19, orang juga terpaksa untuk berubah dan utilisasi teknologi digital tiba-tiba meningkat. Jika sebelumnya tidak terpaksa karena COVID-19, mungkin ini sulit dicapai,” pungkas Edward.
Di sisi lain, Opsigo juga melakukan upaya untuk mendukung perkembangan wisata di tanah air. Saat ini, Opsigo mendukung Ikatan Operator Wisata Inbound Indonesia (IINTOA) untuk menyediakan paket wisata melalui laman indonesia.travel, yang juga bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Paket wisata yang ditawarkan IINTOA telah didukung Opsigo sebagai mesin pemesanan dan telah terintegrasi melalui API dengan indonesia.travel untuk memfasilitasi peserta KTT G20 di yang berlangsung di Bali pada November 2022.
Baca Juga: Rekosistem: Bantu Korporasi dan Rumah Tangga dalam Mengelola Sampah
Baca Juga: Alia: Aplikasi Manajemen Keuangan Berbasis AI untuk Generasi Muda
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR