Saat pandemi, supply chain mengalami tekanan karena berbagai masalah. Saat dunia mulai pulih, supply chain global pun masih dihimpit masalah. Bagaimana para pelaku bisnis dapat meraih value dari supply chain di masa depan?
Dalam dua belas bulan terakhir, disrupsi terhadap rantai pasokan telah menghantam dua per tiga dari perusahaan-perusahaan besar di benua Asia. Kabar buruknya, disrupsi ini diprediksi masih akan berlanjut, terutama dengan adanya ancaman inflasi di Asia, untuk waktu 12-18 bulan ke depan.
Dalam media roundtable yang berjudul “The Future of Supply Chain,” IBM membeberkan bagaimana perusahaan dapat meraih nilai dari supply chain di masa depan.
Berbicara mengenai tren supply chain, terutama di kawasan Asia, Kuntha Chelvanathan, APAC Supply Chain & Procurement Transformation Leader, IBM Consulting melihat bagaimana para pelanggan IBM melakukan diversifikasi dalam rangka membangun resiliensi supply chain, belajar dari pandemi. Salah satu strategi kini diterapkan banyak perusahaan, menurut Kuntha, adalah melakukan multi sourcing dan multi site untuk produksi.
“(Strategi) yang kedua, bagaimana melakukan penyelarasan suppply chain di seluruh bagian organisasi dan dengan partner ekonsistem. Sehingga, ini strategi yang ketiga, kita bisa mendapatkan visibilitas yang lebih menyeluruh dan memungkinkan melakukan prediksi terhadap disrupsi,” lanjut Kuntha.
Ia pun menjelaskan, salah satu teknologi inti yang dimanfaatkan IBM di bidang supply chain adalah artificial intelligence (AI). Teknologi AI digunakan untuk melakukan monitoring dan tracking kinerja automasi supply chain di perusahaan pelanggan.
Demokratisasi Data dan Workflow Cerdas
Seperti halnya di perusahaan lain, IBM pun terdampak oleh disrupsi pada supply chain. Fotini Petroula, VP, Supply Chain Global Manufacturing & Execution, IBM melihat disrupsi yang terjadi sifatnya multi dimensi dan terjadi secara bersamaan.
Kalau tahun 2022 ini banyak yang berbicara tentang pemulihan, dari kaca mata industri semi konduktor, Fotini melihat disrupsi itu masih berlangsung. Bahkan menurutnya, isu besar supply chain banyak sektor adalah sesuatu yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, misalnya kebutuhan chip untuk mesin-mesin di industri manufaktur.
Bagaimana IBM menghadapi berbagai disrupsi pada supply chain ini? Fotini menjelaskan, sejak sebelum pandemi, IBM telah bertransisi menjadi cognitive supply chain dengan memerhatikan elemen teknologi, proses, dan budaya.
IBM juga melakukan demokratisasi data. “Bagaimana agar setiap orang di supply chain dapat memperoleh gambaran seutuhnya. Itulah bagaimana kita meningkatkan keahlian orang, bagaimana kami membangun pengetahuan dan bagaimana membuat orang lebih cerdas dengan memasukkan kecerdasan dalam proses, yang akan membawa kita pada intelligent workflow,” paparnya lagi.
Tantangan Keberlanjutan
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR