Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) pada September 2022 lalu.
Dorongan untuk mempercepat pengesahan undang-undang, yang telah dibahas selama lebih dari setahun, semakin meningkat dari bulan ke bulan.
Kebocoran data dan penyelidikan kian bertambah, termasuk pelanggaran tingkat tinggi seperti pengungkapan catatan vaksin Presiden Joko Widodo.
Pada kuartal pertama tahun 2022 saja, warga dan institusi Indonesia mengalami peningkatan jumlah cyber attack (serangan siber) sebesar 22 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2021.
Misalnya saja, terdapat lima pelanggaran yang dilaporkan pada Agustus 2022, dua di antaranya berdampak pada perusahaan milik negara yang menyimpan jutaan data pelanggan dan tersedia untuk dijual.
Kabar baiknya, perlindungan dan pelestarian data pribadi kini terikat kuat oleh hukum. Ini akan menjadi keuntungan bagi ekonomi digital Indonesia, yang akan tumbuh menjadi US$146 miliar pada tahun 2025.
Taruhan lebih besar bagi bisnis
Dapat dikatakan bahwa lanskap privasi data Indonesia sedang berada di momentumnya, sehingga menciptakan lingkungan di mana data semakin dilindungi dengan ketat.
Undang-undang baru yang ada berpotensi mempertaruhkan sektor bisnis secara signifikan di negara tersebut.
Mengambil inspirasi dari Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa, undang-undang baru ini akan memberikan sanksi yang lebih kuat untuk penyalahgunaan atau kebocoran data pribadi.
Ini termasuk penjara hingga lima tahun untuk penanganan data dan denda perusahaan yang dua kali lebih besar dari pendapatan tahunan perusahaan.
Pelanggaran data – terlepas dari hukum – telah menyebabkan kerugian besar pada reputasi dan finansial bisnis. Faktanya, kerugian rata-rata pelanggaran data meningkat lebih dari 12% dari US$3,86 menjadi US$4,35 juta sejak tahun 2020.
Ditambah dengan penalti, bisnis harus lebih berhati-hati dalam melindungi data pribadi untuk menghindari penurunan finansial sekaligus menjaga reputasi mereka.Selanjutnya, bisnis perlu mempersiapkan akuntabilitas yang lebih besar.
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR