Setiap perusahaan/organisasi yang sukses saat ini diketahui telah menerapkan transformasi digital dengan menghadirkan data dan AI (Artificial Intelligence) sebagai intinya.
Fakta itu ditemukan dari hasil riset terbaru perusahaan penyedia layanan infrastruktur TI asal Amerika Serikat, Kyndryl, yang bertajuk “5 Wawasan untuk Membantu Organisasi Membangun AI Terukur”.
Dalam hasil riset itu, juga terungkap bahwa organisasi di ASEAN melihat beberapa tantangan umum yang telah mengganggu efektivitas implementasi solusi data dan AI.
Riset Kyndryl menemukan bahwa 48% partisipan riset kerap kali menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan solusi AI dengan sistem yang ada, 38% saat mengumpulkan data dari berbagai sumber internal, dan 34% kesulitan dengan kualitas data.
Riset terbaru Kyndryl dilakukan perusahaan bekerja sama dengan firma riset teknologi dan konsultasi, Ecosystm.
Hasil riset tersebut berasal dari masukan lima ratus pemimpin C-Level di seluruh ASEAN, yang bertujuan untuk mengatasi tantangan data dan AI yang dihadapi oleh organisasi di ASEAN, dan memberikan rekomendasi bagi mereka untuk membangun strategi terukur yang memberikan dampak nyata pada bisnis.
“Inisiatif data dan AI di seluruh organisasi di ASEAN melonjak saat mereka berupaya mendorong pertumbuhan, transformasi, dan agenda keberlanjutan. Pemimpin TI dan bisnis melihat potensi dalam memanfaatkan Data dan AI untuk membuka wawasan real-time dan memberikan ketangkasan yang diperlukan untuk berhasil di pasar yang kompetitif dan bergejolak saat ini,” kata Sean Lee, Managing Director, Kyndryl Indonesia.
Berdasarkan hasil riset, ada beberapa wawasan penting untuk memandu organisasi saat mereka membangun AI yang terukur.
Pertama, akses data menjadi rintangan utama. Riset tersebut mengungkapkan bahwa tingkat kematangan adopsi data dan AI di seluruh ASEAN bervariasi, dan hanya 7% partisipan riset yang fokus untuk membangun fondasi data dan AI yang tepat.
Wawasan sebenarnya hanya dapat diperoleh dari kumpulan data yang konsisten dan lengkap yang tidak memiliki celah data.
Membangun kumpulan data tersebut memerlukan kondisi utama seperti fokus pada data yang bersih dan tepercaya, strategi interoperabilitas data, dan pembuatan data sintetik untuk menjembatani kesenjangan data.
Kedua, organisasi butuh kreativitas data. Organisasi yang mengutamakan data memperoleh nilai lebih dari investasi data dan AI mereka di seluruh organisasi, dan organisasi di ASEAN mengakui hal itu.
Selama dua tahun ke depan dari 2023 hingga 2024, 77% peserta akan meningkatkan penggunaan solusi AI dan data untuk pengalaman pelanggan lebih baik, 75% untuk sumber daya manusia, dan 72% untuk pemasaran.
Pengembalian investasi akan diukur secara finansial oleh pihak internal seperti peningkatan margin keuntungan, optimalisasi biaya, pengurangan biaya operasional, dan sebagainya – di semua lini bisnis, termasuk TI. Ini akan membantu mengidentifikasi dan memprioritaskan sejumlah peluang bisnis untuk data.
Ketiga, tata kelola tidak dibangun dalam organisasi. menurut hasil riset tersebut, kurangnya kebijakan internal dan pemahaman yang terbatas tentang risiko (36%) adalah dua tantangan terbesar dari kebijakan tata kelola data yang efektif di ASEAN.
Kebijakan tata kelola data yang dirumuskan oleh organisasi yang mengutamakan data harus mencakup pedoman akuntabilitas dan kepemilikan, peraturan standar, tim penatagunaan data khusus, dan proses reguler untuk evaluasi ulang kebijakan yang dibuat.
Keempat, kurangnya manajemen siklus hidup data dari hulu ke hilir. Sangat penting bagi organisasi untuk memiliki kemampuan observasi, kecerdasan, dan otomatisasi yang dibangun ke dalam seluruh siklus hidup data.
Membangun infrastruktur data yang siap untuk kebutuhan saat ini tetapi mungkin tidak dapat mendukung kebutuhan bisnis di masa mendatang karena data terus berkembang jauh–menunjukkan pandangan yang tidak jelas.
Di sisi lain, organisasi yang futureproof mempercepat dan menyederhanakan akses ke aset data di seluruh bisnis dengan Data Fabric.
Metadata yang dihasilkan oleh Data Fabric akan mencakup data bisnis, teknis, dan operasional, yang dapat menghasilkan wawasan untuk keseluruhan bisnis jika dikelola dengan cerdas.
Kelima, demokratisasi data dan AI harus menjadi tujuan. Nilai sebenarnya dari solusi data dan AI akan terwujud sepenuhnya ketika orang yang mendapat manfaat dari solusi tersebut adalah pengguna sebenarnya yang mengelola solusi dan menjalankan query.
Namun, hanya 10% organisasi di ASEAN memiliki tim bisnis yang mengelola atau memelihara solusi AI.
Membangun AI yang terukur akan mengharuskan organisasi untuk memberdayakan ilmuwan data melalui pelatihan, dan akses ke alat ramah pengguna yang membantu mereka mengumpulkan informasi yang tepat untuk wawasan yang tepat dan menjadikan keputusan berdasarkan data sebagai norma bagi bisnis.
“Para eksekutif di kawasan ASEAN memahami bahwa data adalah dasar dari perjalanan inovasi dan transformasi mereka. Namun, membangun dan menerapkan strategi data holistik tidaklah mudah dan kami melihat tantangan umum seputar integrasi data, kualitas, dan tata kelola” kata Ullrich Loeffler, CEO Ecosystm.
“Kepercayaan pada data dan model AI selanjutnya sangat penting untuk benar-benar merangkul DNA yang digerakkan oleh data di seluruh organisasi dan kepercayaan pada lapisan data ini hilang di sebagian besar organisasi saat ini,” lanjutnya.
Baca Juga: IBM dan NASA Manfaatkan Artificial Intelligence untuk Perubahan Iklim
Penulis | : | Rafki Fachrizal |
Editor | : | Rafki Fachrizal |
KOMENTAR