Masih terus menjadi hype, ChatGPT mulai dilirik kalangan bisnis. Apa kata para pemimpin TI tentang penggunaan chatbot AI ini untuk bisnis?
Perhatian publik masih terus tercurah pada ChatGPT. Chatbot artificial intelligence (AI) buatan OpenAI ini sukses mencetak rekor sebagai platform pertama yang tembus 1 juta pengguna dalam waktu hanya lima hari. Selanjutnya pada bulan Januari, atau dua bulan setelah diluncurkan, ChatGPT berhasil meraih 100 juta pengguna aktif bulanan. Torehan prestasi ini membuat UBS mengeklaimnya sebagai aplikasi dengan pertumbuhan tercepat dalam sejarah.
Baca juga: Lagi Viral, Apa Itu ChatGPT dan Bagaimana Cara Menggunakannya?
Antusiasme pengguna yang terlihat dari jumlah user yang mencapai ratusan juta itu dilatarbelakangi rasa penasaran untuk menjajal kepintaran ChatGPT. Tapi ada pula user yang memilih untuk ngulik chatbot ini untuk mengembangkan cara penggunaannya.
Dengan gegap gempita di seputar ChatGPT ini, tak salah jika kalangan bisnis atau perusahaan pun mulai melirik potensinya untuk diintegrasikan ke lingkungan TI, terutama dalam mengembangkan aplikasi-aplikasi mutakhir. Apakah ChatGPT dapat menjadi game changer baru dan akan berperan signifikan dalam meningkatkan proses bisnis maupun strategi layanan serta interaksi dengan pelanggan?
Chief Information Officer, Siloam Hospitals Group, Ryanto M. Tedjomulja, termasuk orang yang memuji kehebatan ChatGPT. Bukan tanpa sebab jika Ryanto terkesan dengan chatbot AI ini. Pasalnya professional yang telah lebih dari 20 tahun berkecimpung di bidang TI ini juga pernah terlibat dalam implementasi chatbot.
“Di Siloam kami pernah menerapkan chatbot dari beberapa provider, sehingga kami tahu betapa sulitnya untuk membangun chatbot yang berkualitas,” jelasnya. Bahkan ia menyebut ChatGPT sebagai Super Chatbot karena memiliki pengetahuan yang luar biasa banyak dan merespons pertanyaan/instruksi pengguna seperti manusia.
Pertanyaannya adalah akankah chatbot AI seperti ChatGPT akan bermanfaat di dunia keseahatan. “Begitu dia mature, menurut saya potensinya besar,” tandas Ryanto.
Contoh penggunaan yag paling mudah, menurutnya, adalah membantu mencari informasi tentang kesehatan. “Bisa mengenai penyakit, atau pengobatan, atau juga referensi dokter atau fasilitas kesehatan,” imbuhnya.
Yang menarik, Ryanto juga menyebutkan potensi ChatGPT untuk membantu proses penddikan para tenaga kesehatan. Kalau hal ini bisa dilakukan, menurutnya, manfaatnya untuk Indonesia akan sangat besar mengingat tenaga medis masih sebuah kelangkaan di sini.
Meski begitu, Ryanto juga melihat ada potensi risiko yang perlu diperhatikan ketika bisnis mengintegrasikan ChatGPT.
Seperti diungkapkan OpenAI dalam blognya, ChatGPT dilatih dengan metode Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF), yang melibatkan manusia. “Nah sebelum ChatGPT ini bisa dipakai di dunia kesehatan, berarti harus dipastikan bahwa bahan training atau bahan pelajarannya adalah informasi yang benar dan akurat. Jangan sampai memberikan informasi yang tidak benar,” ujar Ryanto.
Penulis | : | Liana Threestayanti |
Editor | : | Liana Threestayanti |
KOMENTAR