Seperti yang dikemukakan banyak pihak, pandemi COVID-19 telah mengakselerasi transformasi digital di dunia, termasuk di Indonesia. Pascapandemi COVID-19 pun Silverlake Axis menyebutkan laju digitalisasi di tanah air tetaplah tinggi, bahkan lebih tinggi dari saat pandemi COVID-19. Melalui ONE Silverlake, perusahaan yang populer dengan solusi core banking-nya ini mengatakan siap membantu akselerasi digitalisasi sejumlah sektor di Indonesia, tidak hanya perbankan. Hal itu ditegaskan Silverlake Axis ketika berbincang-bincang dengan InfoKomputer dan beberapa media lain di Jakarta belum lama ini.
Silverlake Axis sendiri mendefinisikan dirinya sebagai suatu perusahaan teknologi, peranti lunak, dan layanan enterprise dengan fokus pada industri layanan finansial. Berkantor pusat di Malaysia dan hadir di Indonesia sejak lama, Silverlake Axis mengeklaim melayani 40% dari 20 bank terbesar di Asia Tenggara dan hampir 50% bank besar di Indonesia. Memiliki pendapatan secara keseluruhan yang bertumbuh 18% (YoY) menjadi RM736,5 juta (±Rp2,526 triliun) untuk FY2022, lini solusi perbankan merupakan penyumbang terbesar. Berdiri sejak 1989, Silverlake Axis bahkan mengeklaim memiliki tingkat keberhasilan implementasi dalam core banking yang sebesar 100% berkat 3E (experience, expertise, dan execution) -nya. Namun, seperti telah disebutkan, Silverlake Axis juga menawarkan solusi-solusi nonperbankan.
“Kita [Indonesia] adalah negara dengan nilai digital ekonomi yang terbesar, by far, sampai 2045 itu sekitar 22.500 triliun. Tentunya yang terjadi dua tahun terakhir, terutama selama COVID, itu kan dua hal ya; perubahan dari customer behavior dan terjadinya akselerasi digitalisasi,” kata Arief Kusuma (Country Director Indonesia, Silverlake Axis). “Kita hadir di Indonesia ini bukan hanya sebagai core banking, tapi tadi ada Fermion, X Infotech, iya kan? Tentunya ada SIBS, ada Möbius, ada Symmetri, tapi kita juga ada banyak product, trade finance ya, kita mempunyai strategic partnership dengan Finastra, itu namanya Silverlake Vision Trade Finance (SVTF), trus kita juga punya Agora, itu yang di bidang retail,” tambahnya sembari menyebutkan Silverlake Axis melakukan ONE Silverlake untuk memberikan awareness akan hal itu kepada para pelanggannya.
Perbankan dan Nonperbankan
Terdapat tiga solusi — platform — perbankan yang ditawarkan Silverlake Axis, yakni Möbius, SIBS (Silverlake Axis Integrated Banking Solution), dan Symmetri. Ketiganya bisa membantu akselerasi digitalisasi perbankan di Indonesia. Silverlake Axis mengatakan SIBS merupakan solusi andalannya selama sekitar 30 tahun terakhir. SIBS dan yang berhubungan dengan SIBS menjadi penyumbang terbesar pendapatan Silverlake Axis tadi. Begitu pula dengan implementasi yang 100% berhasil tadi. Silverlake Axis menjelaskan SIBS awalnya di-deploy secara on-premises, tetapi kini juga mendukung hybrid cloud dan sebagai layanan. SIBS diklaim Silverlake Axis mendukung berbagai produk finansial, seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, dan sekuritas. Silverlake Axis menambahkan SIBS ditujukan untuk bank-bank yang lebih besar, BUKU 3 dan BUKU 4.
Adapun Möbius disebut Silverlake Axis seperti SIBS++. Pasalnya, Möbius bisa dibilang sebagai perkembangan dari SIBS. Möbius merupakan peranti lunak yang cloud native. Tidak seperti SIBS yang awalnya ditujukan untuk di-deploy on-premises, Möbius memang ditujukan untuk di-deploy di cloud — termasuk di private cloud yang on-premises. Menggunakan arsitektur microservice, Möbius bisa membantu bank untuk merespons pasar dengan lebih cepat. Pasalnya, aplikasi yang dibangun menggunakan arsitektur microservice sewajarnya lebih mudah untuk ditambahkan fungsi-fungsi baru dibandingkan aplikasi monolitik. Dengan Möbius, Silverlake Axis mengeklaim suatu bank bisa merilis fitur maupun produk baru hanya dalam hitungan jam dan bukannya bulan. Seperti SIBS, Möbius ditujukan untuk bank-bank yang lebih besar, termasuk yang menggunakan SIBS.
“Pada industri perbankan, salah satu tantangan besar yang Anda hadapi adalah ketika merilis suatu produk baru Anda akan membutuhkan waktu yang berbulan-bulan. Jadi, seperti Möbius secara alami hal tersebut akan membutuhkan berjam-jam [saja]. Ia adalah sangat-sangat cepat, karena apa yang telah direkayasa (engineered). Selain itu, ia juga memberikan Anda fleksibilitas yang sangat besar dalam bagaimana melakukan aneka hal dan semuanya juga di cloud sehingga Anda tidak perlu memperluas infrastruktur Anda,” sebut Philip Law (Chief Technology Officer, Silverlake Axis).
Sementara, Symmetri adalah solusi Silverlake Axis yang ditujukan untuk bank-bank yang lebih kecil, BUKU 2 ke bawah. Dibangun berdasarkan prinsip-prinsip SOA (service-oriented architecture) serta bisa di-deploy on-premises maupun di cloud, Symmetri dikatakan Silverlake Axis lebih sederhana, memiliki biaya footprint lebih ringan, dan lebih mudah dipelihara dari Möbius. Dengan fitur yang lebih terbatas alias lebih sederhana dari Möbius, bank yang menggunakan Symmetri sewajarnya juga dikenakan biaya yang lebih terjangkau dibandingkan bila menggunakan Möbius.
Seperti telah disebutkan, melalui ONE Silverlake, Silverlake Axis menegaskan bahwa solusi-solusinya tidak hanya perbankan melainkan juga nonperbankan. Tiga solusi — platform — nonperbankan yang diungkapkan Silverlake Axis adalah Fermion, QR, dan X Infotech. Fermion menyediakan SaaS (software as a service) asuransi, QR (QR Retail Automation) dengan lini Agora-nya ditujukan untuk retail, dan X Infotech menawarkan peranti lunak untuk penerbitan dan verifikasi dokumen pengenal elektronik dan kartu pembayaran elektronik. Disingkat XIT, X Infotech bisa untuk pemerintah. Ketiganya bisa membantu akselerasi digitalisasi sejumlah sektor di tanah air.
Target di Indonesia
Di Indonesia sendiri, solusi-solusi perbankan masih mendominasi bisnis Silverlake Axis. Meskipun Silverlake Axis tidak bisa membagikan porsi tepatnya, menilik ONE Silverlake yang mensosialisasikan bahwa Silverlake Axis bukan hanya menawarkan solusi-solusi perbankan, seharusnya porsi dari solusi-solusi perbankan tersebut sangat dominan. Seperti telah disebutkan, banyak bank-bank besar di tanah air, baik pemerintah maupun swasta, yang menggunakan Silverlake Axis. Namun, Silverlake Axis menyebutkan berusaha untuk mendapatkan bank-bank yang lebih kecil juga. Silverlake Axis pun berusaha untuk mengubah persepsi pasar bahwa solusinya adalah mahal. Biaya tinggi tentunya meningkatkan hambatan bagi bank-bank lebih kecil untuk mengadopsi suatu solusi.
Cara yang ditempuh Silverlake Axis untuk mengubah persepsi mahal yang dimaksud adalah dengan menggandeng mitra-mitra lokal. Salah satunya adalah yang memiliki pusat data dan bisa menyediakan private cloud. Dengan private cloud bersangkutan, Silverlake Axis mengeklaim bisa menawarkan solusi-solusi perbankannya sebagai SaaS. Jadi bank-bank kecil bisa berlangganan dan membayar sesuai perkembangan penggunaannya alias pay as you grow. Agar biaya bisa makin terjangkau lagi, Silverlake Axis berharap pula yang berlangganan SaaS-nya itu adalah sekumpulan bank, misalnya lima bank, secara sekaligus sehingga bank-bank itu bisa berbagi biaya, termasuk biaya infrastruktur. Pembagiannya adalah berdasarkan ukuran saat ini dan proyeksi beberapa tahun ke depan.
“Persepsi dari pasar itu, Silverlake solution itu expensive, gitu ya. Nah, kami merubah dengan cara mempunyai partner, local partners. Tadi ada beberapa partners, salah satunya private cloud, mereka punya data center, jadi mereka bisa meng-cater harga itu sesuai dengan, ya tadi, tadi ada BPD, gitu kan, ada bank-bank kecil, jadi dengan SaaS ya, software as a services, subscription dan tentunya juga they pay as they grow, gitu. Nah, tentunya kami berharap bukan hanya satu, gitu loh, karena kalau, kalau jualan satu kan untuk kami agak mahal cost-nya. Jadi kalau bisa sih satu batch misalnya lima bank, gitu kan, jadi bisa di-share cost-nya, termasuk infrastrukturnya. Jadi kami mempunyai program, tadi ada yang versi murahnya, even SIBS maupun Mobius itu bisa on managed services gitu dengan local partner,” jelas Arief Kusuma.
Selain bank-bank lebih kecil, Silverlake Axis juga menyasar bank-bank yang menggunakan SIBS untuk beralih ke Möbius. Silverlake Axis melihat Möbius dengan aneka teknologi terkini sebagai progression alami dari SIBS. Namun, Silverlake Axis menekankan bahwa berpindah dari solusi core banking yang satu ke solusi core banking yang lain memiliki tantangan yang besar. Terdapat banyak alasan bagi bank untuk melakukannya ataupun tidak melakukannya. Seperti dituliskan sebelumnya, Möbius memungkinkan suatu bank merilis fitur maupun produk baru dalam waktu singkat. Sejalan makin lazimnya transaksi perbankan secara daring, baik lewat web maupun ponsel, makin bagus juga layanan perbankan digital yang sebaiknya disediakan bank, tentunya agar pelanggan tidak beralih. Silverlake Axis berharap pertumbuhan bisnis sebesar 18% - 20% untuk lini solusi perbankannya di Indonesia.
Menurut Finder misalnya, pada awal tahun 2021 terdapat sekitar 47,72 juta orang dewasa Indonesia yang memiliki rekening bank digital. Jumlah tersebut diprediksi bertambah menjadi 59,97 juta pada awal tahun 2022 lalu dan menjadi 74,79 juta pada awal tahun 2026 yang akan datang. Lagi pula, porsi orang dewasa Indonesia yang memiliki rekening bank digital itu belum menjadi yang dominan. Porsinya adalah sekitar 25% pada tahun 2021, sekitar 31% pada tahun 2022, dan sekitar 39% pada tahun 2026. Dengan kata lain, peluang untuk terus bertumbuh adalah besar. Hal ini selaras dengan proyeksi ekonomi digital Indonesia menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang dari Rp789 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp4.067 triliun pada tahun 2029 dan menjadi Rp22.513 triliun pada tahun 2045.
Sejalan dengan ONE Silverlake, Silverlake Axis tentunya menargetkan sektor-sektor di luar perbankan, seperti retail dan asuransi. Silverlake Axis menyebutkan sudah ada perusahaan di tanah air yang mengunakan solusi retailnya, solusi dari QR. Solusi nonperbankan lain dari Silverlake Axis pun ada yang sedang dalam proses alias ongoing. Namun, Silverlake Axis tidak bisa memberikan informasi lebih lanjut mengenai perusahaan yang telah menggunakan solusi retailnya maupun perihal yang sedang dalam proses. Begitu juga target pertumbuhan bisnis lini solusi nonperbankan. Hal yang serupa dengan bank-bank yang telah menggunakan solusi-solusi perbankan Silverlake Axis; tidak bisa disebutkan entitasnya.
Strategi Cloud
Salah satu teknologi digital yang sering dipakai dalam digitalisasi maupun transformasi digital adalah cloud. Begitu pula dengan Silverlake Axis dalam membantu akselerasi digitalisasi perbankan dan sektor-sektor lain di Indonesia maupun sejumlah negara lain. Seperti telah disebutkan, banyak solusi yang ditawarkan Silverlake Axis bisa berjalan di cloud. Meskipun secara teknis Silverlake Axis memiliki cloud sendiri, Silverlake Axis mendukung public cloud seperti Microsoft Azure dan AWS (Amazon Web Services) maupun private cloud seperti hosted private cloud yang untuk bank-bank lebih kecil tadi. Namun, setidaknya solusi-solusi perbankan Silverlake Axis, bisa juga berjalan on-premises. Jadi, sebagian calon pengguna maupun pengguna Silverlake Axis memiliki opsi yang luas.
Silverlake Axis pun melihat kebanyakan bank kemungkinan akan berujung pada penggunaan hibrida, yakni on-premises dan public cloud. Data yang crown jewel akan bank tempatkan on-premises, sedangkan sebagian besar data yang bukan crown jewel akan bank taruh di public cloud. Data yang di public cloud kemudian contohnya bisa dianalisis dengan berbagai cara memanfaatkan kemampuan komputasi lebih besar yang ditawarkan oleh public cloud. Silverlake Axis menegaskan bahwa solusi-solusi perbankannya mendukung kombinasi seperti yang dimaksud. Tentunya bagi entitas yang ingin sepenuhnya menggunakan public cloud saja, dimungkinkan.
“Bagi suatu bank, Anda punya apa yang saya sebut dengan crown jewel data. Apa yang saya maksud dengan itu adalah data yang sangat mendesak (critically urgent) yang Anda tidak ingin taruh ke luar ke public [cloud]. Jadi apa yang Anda lakukan adalah Anda me-tokenized data tersebut dan kemudian Anda menaruh sebagian besar dari data yang tersisa ke luar ke public cloud. Ini memberikan Anda kapabilitas komputasi yang masif, yang membolehkan Anda untuk menganalisis data bersangkutan dengan cara-cara baru, dan kemudian Anda lem (glue) data itu kembali ke basis seperti semula. Jadi Anda berujung pada kapabilitas on-premises dan di cloud ini,” ujar Philip Law. “Kebanyakan bank kemungkinan akan berujung pada situasi sejenis ini yang mana Anda punya sebagian di on-premises, data yang paling kritis, dan sebagian di setidaknya satu cloud, jika bukan, kemungkinan setidaknya dua cloud,” tambahnya.
Sejalan dengan strategi cloud-nya, Silverlake Axis menilai bahwa cyber security kini turut menjadi tanggung jawabnya, tentunya bila solusi perbankannya di-deploy di cloud. Bila di-deploy on-premises saja, cyber security lebih menjadi tanggung jawab bank. Bekerja sama dengan bank untuk meletakkan di cloud, Silverlake Axis mengatakan punya kewajiban untuk membantu mengamankannya juga. Bank tersebut tentunya akan tetap bertanggung jawab akan cyber security, tetapi Silverlake Axis akan memeriksa bank bersangkutan mengenai hal-hal yang menurutnya penting dan sesuai untuk cyber security. Selain itu, Silverlake Axis berencana untuk meletakkan kebijakan dan prosedur yang memastikan bank-bank seperti ini memenuhi standar-standar tertentu sehubungan cyber security.
KOMENTAR