Cara yang ditempuh Silverlake Axis untuk mengubah persepsi mahal yang dimaksud adalah dengan menggandeng mitra-mitra lokal. Salah satunya adalah yang memiliki pusat data dan bisa menyediakan private cloud. Dengan private cloud bersangkutan, Silverlake Axis mengeklaim bisa menawarkan solusi-solusi perbankannya sebagai SaaS. Jadi bank-bank kecil bisa berlangganan dan membayar sesuai perkembangan penggunaannya alias pay as you grow. Agar biaya bisa makin terjangkau lagi, Silverlake Axis berharap pula yang berlangganan SaaS-nya itu adalah sekumpulan bank, misalnya lima bank, secara sekaligus sehingga bank-bank itu bisa berbagi biaya, termasuk biaya infrastruktur. Pembagiannya adalah berdasarkan ukuran saat ini dan proyeksi beberapa tahun ke depan.
“Persepsi dari pasar itu, Silverlake solution itu expensive, gitu ya. Nah, kami merubah dengan cara mempunyai partner, local partners. Tadi ada beberapa partners, salah satunya private cloud, mereka punya data center, jadi mereka bisa meng-cater harga itu sesuai dengan, ya tadi, tadi ada BPD, gitu kan, ada bank-bank kecil, jadi dengan SaaS ya, software as a services, subscription dan tentunya juga they pay as they grow, gitu. Nah, tentunya kami berharap bukan hanya satu, gitu loh, karena kalau, kalau jualan satu kan untuk kami agak mahal cost-nya. Jadi kalau bisa sih satu batch misalnya lima bank, gitu kan, jadi bisa di-share cost-nya, termasuk infrastrukturnya. Jadi kami mempunyai program, tadi ada yang versi murahnya, even SIBS maupun Mobius itu bisa on managed services gitu dengan local partner,” jelas Arief Kusuma.
Selain bank-bank lebih kecil, Silverlake Axis juga menyasar bank-bank yang menggunakan SIBS untuk beralih ke Möbius. Silverlake Axis melihat Möbius dengan aneka teknologi terkini sebagai progression alami dari SIBS. Namun, Silverlake Axis menekankan bahwa berpindah dari solusi core banking yang satu ke solusi core banking yang lain memiliki tantangan yang besar. Terdapat banyak alasan bagi bank untuk melakukannya ataupun tidak melakukannya. Seperti dituliskan sebelumnya, Möbius memungkinkan suatu bank merilis fitur maupun produk baru dalam waktu singkat. Sejalan makin lazimnya transaksi perbankan secara daring, baik lewat web maupun ponsel, makin bagus juga layanan perbankan digital yang sebaiknya disediakan bank, tentunya agar pelanggan tidak beralih. Silverlake Axis berharap pertumbuhan bisnis sebesar 18% - 20% untuk lini solusi perbankannya di Indonesia.
Menurut Finder misalnya, pada awal tahun 2021 terdapat sekitar 47,72 juta orang dewasa Indonesia yang memiliki rekening bank digital. Jumlah tersebut diprediksi bertambah menjadi 59,97 juta pada awal tahun 2022 lalu dan menjadi 74,79 juta pada awal tahun 2026 yang akan datang. Lagi pula, porsi orang dewasa Indonesia yang memiliki rekening bank digital itu belum menjadi yang dominan. Porsinya adalah sekitar 25% pada tahun 2021, sekitar 31% pada tahun 2022, dan sekitar 39% pada tahun 2026. Dengan kata lain, peluang untuk terus bertumbuh adalah besar. Hal ini selaras dengan proyeksi ekonomi digital Indonesia menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang dari Rp789 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp4.067 triliun pada tahun 2029 dan menjadi Rp22.513 triliun pada tahun 2045.
Sejalan dengan ONE Silverlake, Silverlake Axis tentunya menargetkan sektor-sektor di luar perbankan, seperti retail dan asuransi. Silverlake Axis menyebutkan sudah ada perusahaan di tanah air yang mengunakan solusi retailnya, solusi dari QR. Solusi nonperbankan lain dari Silverlake Axis pun ada yang sedang dalam proses alias ongoing. Namun, Silverlake Axis tidak bisa memberikan informasi lebih lanjut mengenai perusahaan yang telah menggunakan solusi retailnya maupun perihal yang sedang dalam proses. Begitu juga target pertumbuhan bisnis lini solusi nonperbankan. Hal yang serupa dengan bank-bank yang telah menggunakan solusi-solusi perbankan Silverlake Axis; tidak bisa disebutkan entitasnya.
Strategi Cloud
Salah satu teknologi digital yang sering dipakai dalam digitalisasi maupun transformasi digital adalah cloud. Begitu pula dengan Silverlake Axis dalam membantu akselerasi digitalisasi perbankan dan sektor-sektor lain di Indonesia maupun sejumlah negara lain. Seperti telah disebutkan, banyak solusi yang ditawarkan Silverlake Axis bisa berjalan di cloud. Meskipun secara teknis Silverlake Axis memiliki cloud sendiri, Silverlake Axis mendukung public cloud seperti Microsoft Azure dan AWS (Amazon Web Services) maupun private cloud seperti hosted private cloud yang untuk bank-bank lebih kecil tadi. Namun, setidaknya solusi-solusi perbankan Silverlake Axis, bisa juga berjalan on-premises. Jadi, sebagian calon pengguna maupun pengguna Silverlake Axis memiliki opsi yang luas.
Silverlake Axis pun melihat kebanyakan bank kemungkinan akan berujung pada penggunaan hibrida, yakni on-premises dan public cloud. Data yang crown jewel akan bank tempatkan on-premises, sedangkan sebagian besar data yang bukan crown jewel akan bank taruh di public cloud. Data yang di public cloud kemudian contohnya bisa dianalisis dengan berbagai cara memanfaatkan kemampuan komputasi lebih besar yang ditawarkan oleh public cloud. Silverlake Axis menegaskan bahwa solusi-solusi perbankannya mendukung kombinasi seperti yang dimaksud. Tentunya bagi entitas yang ingin sepenuhnya menggunakan public cloud saja, dimungkinkan.
“Bagi suatu bank, Anda punya apa yang saya sebut dengan crown jewel data. Apa yang saya maksud dengan itu adalah data yang sangat mendesak (critically urgent) yang Anda tidak ingin taruh ke luar ke public [cloud]. Jadi apa yang Anda lakukan adalah Anda me-tokenized data tersebut dan kemudian Anda menaruh sebagian besar dari data yang tersisa ke luar ke public cloud. Ini memberikan Anda kapabilitas komputasi yang masif, yang membolehkan Anda untuk menganalisis data bersangkutan dengan cara-cara baru, dan kemudian Anda lem (glue) data itu kembali ke basis seperti semula. Jadi Anda berujung pada kapabilitas on-premises dan di cloud ini,” ujar Philip Law. “Kebanyakan bank kemungkinan akan berujung pada situasi sejenis ini yang mana Anda punya sebagian di on-premises, data yang paling kritis, dan sebagian di setidaknya satu cloud, jika bukan, kemungkinan setidaknya dua cloud,” tambahnya.
Sejalan dengan strategi cloud-nya, Silverlake Axis menilai bahwa cyber security kini turut menjadi tanggung jawabnya, tentunya bila solusi perbankannya di-deploy di cloud. Bila di-deploy on-premises saja, cyber security lebih menjadi tanggung jawab bank. Bekerja sama dengan bank untuk meletakkan di cloud, Silverlake Axis mengatakan punya kewajiban untuk membantu mengamankannya juga. Bank tersebut tentunya akan tetap bertanggung jawab akan cyber security, tetapi Silverlake Axis akan memeriksa bank bersangkutan mengenai hal-hal yang menurutnya penting dan sesuai untuk cyber security. Selain itu, Silverlake Axis berencana untuk meletakkan kebijakan dan prosedur yang memastikan bank-bank seperti ini memenuhi standar-standar tertentu sehubungan cyber security.
KOMENTAR